ilustrasi: lambang NU

Oleh: Yuniar Indra Yahya*

Kisah ini dituturkan oleh cucu KH. Ridwan Abdullah pencipta lambang NU, Gus Sholahuddin Azmi ibn KH. Mujib Ridwan ibn KH. Ridwan Abdullah, ketika diundang ceramah oleh KHR. Azzaim Ibrahim dalam acara Genduren Akbar 1 Abad NU. 

Suatu saat Gus Sholahuddin Azmi dipanggil oleh KH. Maimun Zubair. “Gus, iki pertanyaan seng kudune dijawab karo putune dewe. (Gus, pertanyaan ini harusnya dijawab oleh cucunya sendiri) Apa benar simbol NU ini hasil mimpi istikharah Kiai Ridwan?” Tanya Mbah Moen.

“Saya ini tidak percaya kalau lambang ini dibuat karena mimpi. Karena syariat tidak bisa dibuat dari mimpi.” Tambah beliau. 

“Mbotan dari mimpi kiai, ini dari hasil istikharah beliau.” Gus Azmi menjawab.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lah kuwi seng tak golek i (lah ini yang tak cari), ganti yang ada di buku-buku itu. Jangan ditafsiri dari mimpi, tapi dari hasil istikharah.” Ungkap Kiai Maimoen.

Sinten seng nggada ide nulis khat Nahdlatul Ulama yang dhat-nya itu melingkar di atas bumi (siapa yang punya ide menggambar tulisan NU di atas bumi)?” Kiai Maimun melontarkan pertanyaan kedua.

Kata beliau lagi, “Itu untuk menambah keyakinan saya. Saya ini yakin Gus, seluruh muassis NU adalah auliya’illah. Kalau bukan wali Allah tidak mampu mendirikan NU. Khususnya 4 orang pendiri NU, Kiai Hasyim, Kiai Wahab, Kiai Ridwan, Kiai Mas Alwi.”

“Wali Allah itu sufi, Gus. Tapi sufinya itu ditutup (khumul) sampai istrinya tidak tahu kalau suaminya wali. Ini bukan masalah fikih, atau masalah apa pun. Tapi ini masalah kesopanan.” Kata Mbah Moen.

Mendengar hal itu Gus Azmi malah tambah bingung, apa hubungannya khat NU dengan adab?

“Kanjeng Nabi itu kan pernah dawuh bahwa yang paling fasih melafalkan huruf dhadth (ض) adalah Nabi Muhammad. Lah kalau Kiai Ridwan ini tidak dapat izin dari Nabi mana mungkin berani menaruh khat NU di atas simbol bumi itu. Artinya orang NU itu harus punya adab dan akhlak. Kalau yang tidak punya adab dan akhlak, ya jangan ngakungaku NU.” Kata Kiai Maimun Zubair.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari.