Sumber foto: m.viva.co.id

Oleh: Ustadz Zaenal Karomi*

Assalamu’alaikum Wr Wb

Pada Hari Raya Idul Adha tahun ini insyaallah jatuh atau bertepatan dengan hari Jumat, 31 Juli 2020. Saya pernah dengar kalau sudah melaksanakan shalat Id diperbolehkan untuk meninggalkan shalat Jum’at. Mohon penjelasannya.

Bonal, Pekalongan

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Wassalamu’alaikum Wr Wb

Terima kasih kepada penanya, suadara Nal di Pekalongan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat serta nikmat iman dan Islam  kepada kita semua sehingga kita dapat menjalankan ibadah dengan baik dan khusyuk. Adapun ulasan jawabannya sebagai berikut.

Permasalahan tersebut merupakan masalah khilafiyyah para imam madzhab yang kita ikuti. Padahal shalat Jumat dan Idul Adha adalah dua hal yang lain dalam tinjauan hukum pelaksanaannya.

Shalat Jumat hukumnya wajib bagi segenap muslim yang berakal dan baligh, sedangkan shalat Id hukumnya sunnah mu’akkad (shalat sunnah yang dianjurkan). Lalu bagaimana menyikapi permasalahan di atas?

Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini, menurut madzhab Syafi’i shalat Jumat tetap dilaksanakan bagi ahlul balad (penduduk setempat) sedangkan bagi ahlul qura tidak wajib.  Keterangan ini berdasarkan kitab Rahmatul Ummah halaman 69:

(فَصْلٌ) إِذَا اتَّفَقَ يَوْمُ عِيْدٍ وَيَوْمُ جُمْعَةٍ فَاْلأَصَحُّ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ أَنَّ الْجُمْعَةَ لاَ تَسْقُطُ عَنْ أَهْلِ الْبَلَدِ بِصَلاَةِ الْعِيْدِ، وَأَمَّا مَنْ حَضَرَ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَالرَّاجِحُ عِنْدَهُ سُقُوْطُهَا عَنْهُمْ فَإِذَا صَلَّوْا الْعِيْدَ جَازَ لَهُمْ أَنْ يَنْصَرِفُوْا وَيَتْرُكُوْا الْجُمْعَةَ. وَقَالَ أَبُوْ حَنِيْفَةَ بِوُجُوْبِ الْجُمْعَةِ عَلَى أَهْلِ الْبَلَدِ. وَقَالَ أَحْمَدُ لاَ تَجِبُ الْجُمْعَةُ عَلَى أَهْلِ الْقُرَى وَلاَ عَلَى أَهْلِ الْبَلَدِ، بَلْ يَسْقُطُ فَرْضُ الْجُمْعَةِ بِصَلاَةِ الْعِيْدِ وَيُصَلُّوْنَ الظُّهْرَ. وَقَالَ عَطَاءٌ: تَسْقُطُ الْجُمْعَةُ وَالظُّهْرُ مَعًا فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ فَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعِيْدِ إِلاَّ الْعَصْرَ

“Apabila shalat hari raya Id bersamaan dengan hari Jum’at, maka menurut pendapat yang shahih dari kalangan Syafi’i bahwa shalat Jum’at tidak gugur bagi ahlil balad dengan ketepatan shalat Id. Adapun bagi ahli qura maka gugur shalat Jum’atnya menurut pendapat yang rajih. Apabila mereka melaksanakan shalat Id maka boleh bagi mereka berangkat melaksanakan atau meninggalkan shalat Jum’at. Kedua, menurut pendapat Imam Abu Hanifah kewajiban bagi ahlil balad untuk melaksanakannya. Ketiga, Imam Ahmad tidak wajib melaksanakan Jum’at bagi ahli qura dan ahli balad, mereka tetap wajib melaksanakan shalat Dhuhur. Keempat, Imam Atha’ berpendapat gugur shalat Jum’at dan Dhuhur pada hari itu saat mereka melaksanakan shalat Id. Dan meraka langsung melaksanakan shalat Ashar.

Selain itu, pada masa Nabi SAW telah berkumpul dua hari raya dalam sehari. Lantas bagaimana Nabi menyikapi hal tersebut? Keterangan tersebut merujuk pada hadis di dalam kitab Sunan Ibnu Majah juz 2 halaman 342 sebagai berikut:

حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ ، حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ ، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ ، عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِي رَمْلَةَ الشَّامِيِّ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَجُلاً سَأَلَ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ : هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عِيدَيْنِ فِي يَوْمٍ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَكَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ ؟ قَالَ : صَلَّى الْعِيدَ ، ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ ، ثُمَّ قَالَ : مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ

Maksud hadis ini adalah saat itu terjadi dua hari raya (yaumul Jum’at dan yaumul Id). Nabi Muhammad SAW menuturkan bahwa ada rukhsah (kemurahan) dalam melaksanakan shalat Jumat. Selain itu juga, Nabi mempersilakan bagi orang yang menghendaki melaksanakan shalat Jumat.

Dalam penjelasan di kitab al Umm juz 1 halaman 239 bahwa pemberian rukhsah untuk tidak melaksanakan shalat Jumat itu bukan ditujukan kepada semua orang yang hadir, akan tetapi hanya ditujukan kepada ahlul aliyah (penduduk yang jauh dari tempat pelaksanaan shalat Id).

Selain itu juga Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab al Muhadzab juz 1 halaman 109 sebagai berikut:

وإن اتفق يوم عيد ويوم جمعة فحضر أهل السواد فصلوا العيد جاز أن ينصرفوا ويتركوا الجمعة لما روي أن عثمان رضي الله عنه قال في خطبته أيها الناس قد اجتمع عيدان في يومكم هذا فمن أراد من أهل العالية أن يصلي معنا الجمعة فليصل ومن أراد أن ينصرف فلينصرف ولم ينكر عليه أحد …. ألخ

“Apabila hari raya bertepatan dengan hari Jum’at, maka penduduk kampung yang jauh dari tempat shalat Id yang telah hadir untuk melaksanakan shalat Id boleh kembali ke kampungnya, tidak (usah) mengikuti jum’atan. Diriwayatkan dari Sayyidina Utsman,  beliau bekata dalam khutbahnya  wahai manusia, pada hari ini terjadi dua hari raya, maka barang siapa di antara penduduk kampung yang jauh dari tempat shalat Id ini menghendaki ikut shalat Jum’at, silahkan dan barang siapa yang pulang ke kampungnya silahkan ia pulang. Terhadap perkataan Sayyidina Utsman ini tidak seorangpun sahabat yang mengingkarinya.

Dari ibarat/dalil yang dikemukakan di atas bahwa illat diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat adalah rukhsah (kemurahan) bagi orang yang jarak rumahnya jauh dengan tempat pelaksanaan.

Peristiwa tersebut terjadi di zaman awal Islam, ada sahabat yang jarak rumahnya dengan Madinah kurang lebih 5 KM dan harus ditempuh melewati padang pasir dengan jalan kaki. Kalaulah ia kembali atau bolak-balik menempuh perjalanan dari rumah ke masjid pastinya akan terjadi masyaqqah (sangat melelahkan).

Lalu, bagaimana dengan kita di Indonesia? Bagi umat Islam di Indonesia hampir di setiap desa terdapat masjid, rata-rata kurang dari 1 KM. lebih dari itu, sarana transportasi sangat memadai untuk menuju ke masjid.

Dengan demikian, menurut hemat kami alangkah lebih utamanya tetap melaksanakan kedua shalat tersebut sebagai sarana mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan ukhuwah Islamiyah di antara kaum muslimin. Wallahu ‘alam bisshowab.


*Penggerak Bahsul Masail di Tebuireng, alumnus Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng