Oleh: Ananda Prayogi*
Pernahkah pembaca mendengar istilah Masjid Tiban? Masjid Turen atau yang lebih terkenal dengan sebutan Masjid Tiban adalah sebuah pondok pesantren. Tepatnya yaitu Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah yang terletak di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur Nomor 10, RT 07/RW 06, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Malang, Jawa Timur. Letaknya dari kota kurang lebih 40 kilometer dari Kota Malang
Bangunan masjid berornamen Timur Tengah dengan warna dominan biru dan putih itu memang berada di tengah-tengah pemukiman yang padat. Jarak dari jalan raya menuju lokasi, sekitar satu kilometer. Namun karena bentuk bangunannya menjulang tinggi, orang bisa langsung melihatnya dari jalan raya.
Masjid itu disebut-sebut sebagai Masjid Tiban yang konon pembangunannya dipercaya dibantu dengan pengerahan jin. Ditambah lagi, menurut mitos masjid ini langsung terbangun berbentuk masjid hanya dalam satu malam saja. Soal kepopularitasan masjid ini sudah sangat tidak diragukan. Namanya sudah terkenal sampai ke luar negeri, terutama di Malaysia dan Brunei Darussalam. Buktinya, hampir setiap hari selalu ada pengunjung dari negeri jiran yang datang ke masjid tersebut.
Mayoritas sopir angkutan atau taksi lokal sudah hafal jika ditanya rute menuju daerah itu. Barangkali inilah satu-satunya masjid unik di Jawa timur maupun di Indonesia yang sejak dibangun tahun 1978, hingga kini belum juga selesai. Bahkan, bisa jadi tidak akan pernah rampung. Pasalnya, gedung 10 lantai yang berdiri di lahan seluas 6,5 hektar itu dibuat tanpa ada gambar rancangan atau desain.
Salah satu pendapat menyebutkan bahwa konon masjid ini dibangun dengan tenaga ribuan tentara jin. Bahkan menurut satu mitos yang ada, masjid ini dikerjakan pembangunanya hanya dalam waktu semalam. Mirip sekali dengan kisah legenda Candi Prambanan yang sebelumnya hampir dibangun seribu candi dalam satu malam ya?
Banyaknya anggapan tersebut ternyata berasal dari kepercayaan sebagian masyarakat bahwa masjid tersebut muncul secara tiba-tiba di tengah pemukiman yang padat penduduk. Konon memang masyarakat sekitar juga tidak pernah mengetahui aktivitas pembangunannya.
Hal tersebut menjadi alasan masjid yang notabene adalah pesantren itu dinamakan Masjid Tiban. Kata ‘Tiban’ berasal dari bahasa jawa yang artinya ‘jatuh’. Tiban juga mengandung arti timbulnya sesuatu yang tidak diduga sebelumnya. Dalam konteks ini, Masjid Tiban dianggap sebagai masjid yang keberadaanya dan pembangunanya tidak diduga sebelumnya.
Memang, lazimnya sebuah masjid di kampung pasti proses pembangunannya akan melibatkan masyarakat sekitar. Biasanya mereka mengajak bergotong-royong untuk pengecoran atau pekerjaan lainnya. Tetapi Masjid Tiban sama sekali tidak melibatkan warga sekitar.
Cerita dari mulut ke mulut semakin menguatkan kepercayaan kalau masjid megah memiliki 10 lantai itu dibangun oleh tentara jin. Pengunjung berdatangan dari berbagai penjuru daerah, meyakini kalau proses pembangunannya hanya dikerjakan dalam waktu satu malam. Mereka berduyun-duyun ingin melihat langsung bangunan tersebut.
Dilansir dari merdeka.com, bahwa pernah ada salah satu pengunjung yang diwawancarai mengenai masjid tersebut. “Isunya dari masyarakat memang begitu dibangun dalam waktu satu malam. Orang-orang yang tinggal di sekitar masjid tidak mengetahui adanya aktivitas alat berat. Bangunan besar berlantai 10, tentu menggunakan crane atau molen pengaduk semen. Tetapi tidak pernah terlihat sampai sekarang,” kata Arif Maulana, seorang pekerja asuransi yang berkunjung bersama teman sekantornya dari Kediri karena penasaran, Minggu (11/01). “Sekarang ada yang belum jadi, tapi tiba-tiba biasanya sudah terselesaikan,” katanya menambahkan.
Menurut Sulistyo, salah satu asli warga Turen, masjid ini memang seperti muncul secara tiba-tiba dan menjadi bangunan besar. “Dulunya saat pembangunan masjid memang tertutup, jadi saat dibuka sudah setengah jadi. Warga juga melihat mobil colt masuk membawa bahan bangunan, tetapi sepertinya tidak banyak. Kalau alat berat memang tidak pernah ada. Tapi tiba-tiba sudah jadi bangunan besar,” kata warga tersebut.
Namun, ketika hal ini dikonfirmasi kepada santri di sana atau ‘orang dalam’, dikatakan bahwa pembangunan masjid yang sebenarnya merupakan kompleks Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah ini adalah murni dibangun oleh para santri dan jamaah. Jadi anggapan sebagian masyarakat akan pembangunanya oleh jin adalah salah menurut pengakuan orang dalam.
Tulisan akan anggapan tersebut terlihat jelas di lobby pintu masuk masjid atau pesantren tersebut. {Apabila ada orang yang mengatakan bahwa ini adalah pondok tiban (pondok muncul dengan sendirinya), dibangun oleh jin dsb, itu tidak benar. Karena bangunan ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah yang murni dibangun oleh para santri dan jamaah.}
Namun terlepas dari anggapan mana yang benar, tidak dapat dipungkiri bahwa pesantren yang juga masjid ini memiliki kemegahan dan keindahan yang luar biasa. Jika diamati secara teliti, masjid ini tampak dibangun dengan kurang rapi dan terkesan sedikit berantakan. Tetapi dengan ornamen biru putih dan berbagai bentuk kaligrafinya secara umum membuat masjid ini tampak sangat indah.
Uniknya lagi, pembangunan masjid ini tidaklah dipandu oleh seorang arsitektur perguruan tinggi dengan berbagai rancangan desain yang rumit. Tapi ternyata bangunan ini dibangun atas komando dari KH Achmad Bahru Mafdloludin Sholeh. Tidak ada rancangan desain, semua gerakan pembangunanya didasari petunjuk dari salat istikhoroh Romo Kiai Ahmad sendiri. Pembangunan selalu menunggu istikhoroh, hingga urusan ukuran kamar, ornamen, warna cat dan hiasan yang digunakan. Karenanya, bentuknya menjadi sangat unik, seperti perpaduan timur tengah, china dan modern.
Untuk pembangunannya pun tidak menggunakan alat-alat berat dan modern seperti halnya untuk membangun gedung bertingkat. Semuanya dikerjakan oleh para santri yang berjumlah 250 orang dan beberapa penduduk di sekitar pondok. Romo Kiai sudah mulai membangun pondok dengan material apa adanya. Contohnya, waktu itu adanya baru batu merah saja maka batu merah itulah yang dipasang dengan luluh (adonan) dari tanah liat (lumpur atau ledok).
Nah, dengan adanya berbagai cerita yang ada yang terus menyebar luas, masyarakat luas penasaran dan ingin melihat langsung bagaimana keindahan dan keunikan masjid ini. Akhirnya, tempat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang cukup diminati masayrakat dari berbagai penjuru. Selajutnya, apakah pembaca tertarik untuk segera mengunjunginya dan menikmati keindahanya?
*Disarikan dari berbagai sumber