nama nabi muhammad

Manusia merupakan makhluk terbaik dibanding dengan para makhluk ciptaan Allah yang lain. Mereka diberi kelebihan berupa akal yang tak dimiliki oleh makhluk yang lain. Dengan akal mereka mampu berpikir sebelum bertindak, jadi tidak asal-asalan dalam bertindak layaknya hewan.

Di balik kesempurnaan penciptaan manusia, ada sosok yang lebih sempurna dan terjaga dalam setiap tindakannya, yakni Nabi Muhammad SAW. Beliau memiliki budi pekerti yang luhur dan siasatnya sempurna. Maksudnya, dengan siasat tersebut, nabi bisa mengatasi satu permasalahan dan membaikkan masyarakat. Itulah makna siasat yang biasa diartikan sebagai politik.

Padahal nabi itu adalah seorang yang umi. Kata “al-ummi” tentu sudah sangat populer di kalangan umat Islam termasuk di Indonesia. Secara etimologis, kata “al-ummi” berasal dari kata bahasa Arab yang berartikan “ibu”. Umi juga bisa diarahkan pada lafal بطن الأم (perutnya ibu), artinya seperti anak yang baru lahir dari ibunya, yang tidak bisa membaca dan menulis.

Kata “al-ummi” yang melekat pada Nabi Muhammad SAW tidak cocok jika diartikan dengan “buta huruf”. Lebih baiknya jika diartikan dengan “tidak bisa baca tulis”. Arti ini sejalan dengan apa yang disebutkan dalam Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia karangan Kiai Ahmad Warson Munawwir, yang mana kata “al-ummi” diartikan dengan “yang tak dapat membaca dan menulis” bukan “buta huruf”.

Nabi Muhammad SAW tumbuh di daerah-daerah yang dilanda dengan kebodohan, karena di zaman beliau tidak ada sekolah, madrasah, kampus, dan tempat pendidikan yang lain. Tapi, beliau memiliki akhlak yang mulia dan kepiawaian dalam mengatur atau managerial yang luar biasa. Padahal beliau tidak bisa membaca dan menulis, justru uniknya di sini.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Taurat dan Injil yang datang sebelum Al-Quran telah mengabarkan bahwa di akhir zaman nanti akan datang nabi yang umi. Allah SWT berfirman dalam surah Al-A’raf: 157:

…اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ

(Yaitu,) orang-orang yang mengikuti Rasul (Muhammad), Nabi yang ummi (tidak pandai baca tulis) yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka…” (Q.S. Al-A’raf: 157)

Lantas kenapa nabi umi? Allah SWT memberikan alasannya dalam surah Al-Ankabut: 48,

وَمَا كُنْتَ تَتْلُوْا مِنْ قَبْلِهٖ مِنْ كِتٰبٍ وَّلَا تَخُطُّهٗ بِيَمِيْنِكَ اِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُوْنَ

Engkau (Nabi Muhammad) tidak pernah membaca suatu kitab pun sebelumnya (Al-Qur’an) dan tidak (pula) menuliskannya dengan tangan kananmu. Sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis,) niscaya orang-orang yang mengingkarinya ragu (bahwa ia dari Allah).” (Q.S. Al-Ankabut: 48).

Dalam Tafsir Al-Qurthubi yang mana beliau (Imam Qurthubi) menukil dari Imam Al-Mawardi, kenapa Nabi Muhammad itu umi. Ada tiga jawaban atau hikmah dari Imam Al-Mawardi. Pertama, agar sesuai dengan informasi dan kabar gembira yang telah disampaikan oleh para nabi sebelumnya tentang kehadiran beliau yang umi. Kedua, supaya sesuai dengan kondisi kebanyakan orang Arab pada saat itu juga umi. Ketiga, untuk menghilangkan prasangka buruk, seperti anggapan bahwa ajaran beliau itu hasil jiplakan kitab-kitab terdahulu.

Nabi Muhammad tidak bisa membaca itu bukanlah sifat yang negatif, justru itu sifat yang positif. Karena orang-orang akan ragu ketika beliau tidak umi. Nabi Muhammad umi saja orang-orang Arab masih ragu, masih saja menuduh bahwa Al-Quran ialah hasil jiplakan dari kitab-kitab terdahulu.

Begitupun kalau Nabi Muhammad bisa baca-tulis, maka orang-orang akan ragu bahwa ajaran beliau itu bukan murni dari Allah, melainkan dari hasil membaca atau menyontek dari kitab-kitab terdahulu. Namun kenyataannya beliau tidak bisa membaca dan menulis, lalu apa yang mau dicontek? Maka apa yang beliau sampaikan itu benar-benar bersumber dari Allah. Wallahu A’lam.


Ditulis oleh Syachrizal Nur Ramadhani Salim, Mahasantri Ma’had Aly PP. Annur II Al-Murtadlo, Malang