sumber gambar: www.google.com

Oleh: Umdatul Fadhilah*

Orang tua merupakan madrasah utama bagi putra putrinya kelak, sejak dalam kandungan hingga hidup dan berproses di dunia. Baik ibu maupun ayah atau bahkan kakek nenek kita. Tentu menjadi panutan kita atas pikiran-pikiran serta tingkah laku kita dewasa ini. Untuk mampu berbicara, seorang bayi menirukan apa yang diajarkan orang tuanya.  Untuk dapat berjalan seorang balita dititah oleh kedua orang tuanya. Semua berawal dari orang tua, baik ibu maupun ayah.

Peran besar mereka membawa dampak perilaku bagi putra-putrinya kelak. Salah seorang ustadzah di pesantren pernah bercerita bahwa orang tua memiliki peran besar bagi perkembangan putra-putrinya kelak. Dulu sang nenek rajin bangun salat tahajud, selalu istikamah. Sebagai anak kecil pada saat itu ustadzah hanya melihat. Terus setiap hari diperlihatkan potret ibadah yang diulang-ulang. Bukan tak mungkin bila hal tersebut menurun ke sang cucu. Saat ini cucu tersebut menjadi seseorang yang dipandang dan diteladani. Dimana ia telah menjadi teladan bagi banyak orang di masa sekarang. Banyak santri yang belajar mengaji ke beliau. Baik bin nadhor maupun bil ghoib. Dari lansia hingga remaja.

Contoh lain adalah betapa harmonisnya kiai kita, Almarhum KH. Salahuddin Wahid dan Ibu Nyai Farida, kemana-mana selalu bersama. Betapa potret kebahagiaan, kekompakkan serta keserasian terdapat pada beliau. Sinarnya pancarkan teduh dan kedamaian. Panutan bagi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah wa maslahah.

Sebenarnya untuk menjadikan putra-putri yang sholeh dan sholehah yang baik akhlaknya bukan dengan amarah, berkata macam-macam, memarahinya tanpa henti. Bukan itu. Anak itu sikapnya mencontoh. Perilakunya lahir dari melihat, mendengar serta merasakan bagaimana kedua orang tuanya bertindak, berbicara, bersikap dari A hingga Z. Lebih kepada memberi contoh bukan hanya memberitahu lantas dibiarkan begitu saja.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dari melihat sikap lembut seorang ibu, sabarnya beliau dalam menghadapi kerasnya hidup, kita jadi paham bagaimana seharusnya bertindak dalam menyikapi problematika hiruk pikuk kehidupan yang tiada henti berputar seperti roda. Serta melihat ketegasan bapak dalam mengambil keputusan, serta dampaknya. Menjadikan kita untuk mampu memutuskan bagaimana nantinya kita pada suatu periode dihadapkan untuk memberi keputusan. Hal itu menjadi bagian dari tumbuh kembang seorang anak. Bahwa apa yang diperlihatkan oleh kedua orang tuanya, maka itulah panutannya.

Tak salah bila pepatah ada yang bilang “Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya kelak.” Hal itu, memberi gambaran juga bahwa perempuan juga harus berilmu. Karena ketika dapat lahir dari berbagai ilmu-ilmu yang diperoleh, bukan sebatas sumur, dapur dan kasur. Begitu pula lelaki, sebagai pemimpin utama dalam rumah tangga, pastilah menjadi sosok yang mampu untuk diandalkan, serta diharap mampu menjadi sandaran untuk istri beserta buah hatinya kelak. Bahwa ayah mempunyai peran besar dalam keputusan-keputusan menyikapi hidup ini. Bahwa ibu menjadi tempat tumpah ruahnya lelah dan gudangnya solusi  bagi para putra-putrinya.

Jika kedua orangtua mampu menempatkan sikapnya sebagai sebenar-benarnya orangtua. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang maknanya

“Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fitrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). 

Hadist di atas dapat memberi gambaran bahwa orang tua sangat menentukan sholeh tidaknya anak. Karena pada dasarnya setiap anak terletak pada Islam dan Imannya, hingga datanglah berbagai pengaruh luar. Termasuk baik tidaknya orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Marilah sama-sama koreksi diri, tiada manusia yang luput dari salah dan khilaf. Allah punya Asmaul Husna “Al-Afuww” yang berarti “Yang Maha Pemaaf”.

Wallahu a’lam bisshowab.

*Mahasiswa Unhasy Tebuireng Jombang.