Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Baginda Nabi Muhammad SAW merupakan orang paling lemah lembut. Beliau itu sangat pemaaf dan selalu berbuat ihsan, yaitu berbuat baik kepada siapapun. Tidak pernah beliau membalas perbuatan buruk dengan perbuatan buruk pula. Beliau tidak pernah bertengkar (mulut dan prilaku) dengan manusia apalagi dengan mereka yang jahil alias bodoh.

Dasar pijakan beliau yaitu firman Allah Ta’ala yang berbunyi:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”. (QS. Al A’raf: 199).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dengan dasar firman Allah SWT di atas menunjukkan bahwa memaafkan adalah ajaran Islam. Maka Baginda Nabi SAW menerapkan itu, yaitu selalu memaafkan siapapun yang berbuat jahat, sekalipun kepada beliau, apalagi itu dilakukan oleh orang-orang yang sejatinya tidak tahu.

Akhlak baik Baginda Nabi itu meliputi semua perkataan dan perbuatan beliau. Tidak pernah beliau itu membuat marah orang lain. Contohnya, apa yang pernah dilakukan oleh ‘Ikrimah bin Abu Jahal, Abu Sufyan ibn Al Harist, Sofyan bin Umayyah. Mereka ini pernah mau mencelakai Baginda Nabi tetapi Rasulullah justru memaafkan mereka-mereka itu. Sehingga hati mereka akhirnya menjadi lunak.

Suatu ketika pada saat perang Khaibar, Baginda Nabi  SAW juga pernah mau dicelakai oleh seorang perempuan Yahudi. Perempuan ini pernah menyelinap dan menyamar meracun Baginda Nabi dengan sepotong ikan kambing yang sudah dipasangi racun di dalamnya. Baginda Nabi mengambil sepotong ikan kambing yang sudah dipasang racun tersebut. Beliau sudah mengetahuinya, sehingga tidak sampai memakannya. Sahabat Basyar bin al Barrak RA yang justru lebih dulu memakan daging tersebut. Akhirnya Basyrar meninggal seketika.

Melihat kejadian tersebut Rasulullah SAW lalu mencari si perempuan Yahudi tersebut, ketika bertemu dengan nya Baginda Nabi bertanya, “Wahai perempuan Yahudi, apa gerangan yang menyebabkan anda meracun dan berniat membunuh saya dengan daging kambing beracun tersebut?”.

Wanita itu menjawab, “Wahai Nabi, aku sengaja ingin uji coba kepada engkau, kalau anda adalah benar-benar seorang Nabi dan Utusan Tuhan, maka anda akan selamat, karena Tuhan pasti menjagamu, dan bila sebaliknya, anda bukan utusan Tuhan, maka pasti anda akan celaka”.

Mendengar alasan tersebut, Baginda Nabi SAW tersenyum dan memaafkan wanita tersebut. Inilah puncak dari sifat pemaaf Baginda Nabi ketika mampu membalas, tapi beliau memilih tidak membalas dengan perbuatan yang sama”.

Beliau selalu berbuat baik kepada siapapun, apalagi kepada kaum yang lemah, kaum fakir dan anak-anak Yatim. Ketika beliau mempunyai Dirham, uang beliau justru lebih banyak diberikan kepada mereka itu dari pada untuk kepentingan-kepentingan lainnya, apalagi hanya untuk membeli makanan.

Baginda Nabi lebih banyak berinfak di jalan Allah. Beliau lebih banyak peduli kepada kaum lemah, fakir dan lebih banyak berdakwah di jalan Allah. Untuk melunakkan hati seseorang, beliau rela ber infaq dengan nominal tinggi sekalipun.

Suatu ketika, Rasulullah memberikan hasil rampasan perang Hunain kepada seseorang yang bernama Sofwan bin Umayyah berupa unta dan kambing yang memenuhi lereng gunung. Rasulullah bersabda kepada Sofwan, “Wahai Sofwan, silahkan ambil semua unta dan kambing itu”.

Sofwan yang terheran-heran karena begitu banyaknya unta dan kambing yang ada. Lalu ia bertanya, “Wahai Nabi, apakah ini semua untukku?”. Nabi bersabda, “Iya, itu (semua unta dan kambing) untukmu. Dengan riang gembira, Sofwan lalu berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, silahkan kalian masuk Islam!”.

Sebegitu luar biasa Rasulullah di dalam berdakwah. Demi melunakkan hati seseorang, beliau memberi sedekah dan berinfaq dengan nominal yang tak tanggung-tanggung besarnya. Strategi dakwah Nabi ini mestinya yang harus kita tiru, kita contoh, dan kita tauladani. Bukan marah-marah dan merusak, apalagi melakukan bom bunuh diri, menteror, dan menyakiti orang lain. Seefektif apa dakwah semacam itu? Justru akan merusak citra Islam sendiri.

Sungguh sangat mulia sifat lemah lembut dan sifat pemaaf Baginda Nabi ini. Sungguh merupakan uswah hasanah, contoh yang begitu baik, agung dan mulia. Wallahu a’lam.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.