Dalam salah satu agenda Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Santri (LKMS), Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) Bandung melakukan silaturahmi ke Pesantren Tebuireng, Rabu (16/01/2025). Foto: tebuireng.online
Dalam salah satu agenda Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Santri (LKMS), Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) Bandung melakukan silaturahmi ke Pesantren Tebuireng, Rabu (16/01/2025). Foto: albi

Tebuireng.online- Dalam salah satu agenda Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Santri (LKMS), Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) Bandung melakukan silaturahmi ke Pesantren Tebuireng, Rabu (16/01/2025). Tampak hadir Dr. KH. Ahmad Roziqi, Lc., M.H.I. sebagai pemantik diskusi dalam materi “Manajemen Pesantren”.

Beliau mengatakan bahwa, setiap manusia adalah pemimpi. “Pemimpin adalah fitrah,” terangnya.

Beliau melanjutkan, begitu pun orang yang hidup sendiri yang tidak memiliki istri, anak maupun pembantu juga disebut sebagai pemimpin, yang dipimpin oleh orang tersebut adalah jiwanya atau anggota tubuhnya sendiri.

“Jika ada yang tidak bisa memimpin dirinya sendiri perlu dipertanyakan kefitrahannya,” katanya di hadapan puluhan hadirin.

Kemudian, dijelaskan pula bahwa di antara model doktrin yang kuat untuk membentuk mahasiswa, santri, atau peserta didik yakni dimulai dari visi yang besar, yang mana seperti Pesantren Tebuireng yang memiliki visi besar. “Pesantren terkemuka mencetak insan pemimpin yang berakhlak mulia”.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lebih lanjut, Mudir Mahad Aly Hasyim Asy’ari ini juga mengangkat pesan dari Dr. KH. Ahmad Husein yang pernah mendoktrin santri Tebuireng dengan kalimat bahwa santri Tebuireng harus menjadi ulama jika bisa dan jangan sampai menjadi fuqara.

“Santri Tebuireng harus jadi ulama, kalau tidak bisa jadi ulama, kalau tidak bisa jadi umara, kalau tidak bisa jadi aghniya jangan menjadi yang ke fuqara,” terangnya mengutip KH. Ahmad Husein.

Tidak hanya itu, ditegaskan pula bahwa latihan kepemimpinan tidak terlepas dari doktrin. “Orang jadi pemimpin kalau tidak ada doktrinnya yang kuat ya tidak bisa, ya ada latihannya, ya ada doktrinnya,” katanya.

Kemudian, Ahmad Roziqi juga mengingatkan bahwa jiwa pemimpin saja di pesantren tidak cukup, tetapi harus menjadi insan pemimpin berakhlak mulia, terdapat adab yang harus ditanamkan.

Di samping itu, lanjutnya, dalam kitab Adabul Alim wal Muata’alim, dalam kitab tersebut Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari di awal memfokuskan bukan pada adab murid tetapi pada adab guru atau pengajar.

“Kalau pemangku kebijakan, stakeholder  pemimpin itu beradab, insyaallah anak kalau ngaji Adabul Alim wal Muata’alim,  insyaallah akan mengikuti,” tambahnya.

Menurutnya, turun tangannya pimpinan seperti halnya di Pesantren Tebuireng sangat berpengaruh.

“Pengasuh sampai turun tangan membaca kitab ini, artinya benar-benar menjadi ruh di pesantren, tidak hanya jargon lalu stakeholder tidak ikut ngapa ngapain, tidak,” tambahnya.

Di samping itu, ia juga menerangkan bahwa pengasuh juga menunjukkan uswah yang nyata dari para masyayikh, guru-guru dan didoktrinasi, dipraktikkan serta didampingi kegiatan di pesantren lainnya.

Pewarta: Ilvi