Gedung Ma’had Aly Hasyim Asy’ari (Foto: galeri mahad aly)

Oleh: Al Fahrizal

Perguruan tinggi adalah lembaga ilmiah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di atas perguruan tingkat menengah, dan yang memberikan pendidikan dan pengajaran berdasarkan kebudayaan kebangsaan Indonesia dan dengan cara ilmiah. (UU No 22 tahun 1961)

Adapun tempat penyelenggaraan poin-poin tersebut, biasa disebut kampus, yang berasal dari bahasa latin; campus yang berarti “lapangan luas”, atau “tegal”. Maka secara definisi dapat diartikan bahwa kampus adalah kompleks atau lokasi luas perguruan tinggi. Sedang peserta didiknya akrab disapa dengan “mahasiswa” atau -jika di adakan di kawasan pesantren akrab di istilahkan dengan “mahasantri”, menunjukkan bahwa jenjang pendidikannya sudah berada di atas siswa atau santri biasa.

Posisi mahasiswa atau mahasantri adalah posisi yang memiliki pengaruh besar bagi bangsa Indonesia. Bahwa mereka sebagai agent of change, social control, serta iron stock hendaknya menjadi landasan gerak dan pemikiran yang senantiasa diemban. Terlebih lagi status mahasiswa santri, atau mahasantri yang dengan jelas memiliki fungsi yang nyata ketika terjun di masyarakat.

Dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya pendidikan perguruan tinggi Islam, Indonesia mengadopsi dua bentuk operasional. Bentuk pertama yakni bentuk perguruan tinggi keagamaan islam (PTKIN)  yang dalam pelaksanaan memiliki tiga jenis tingkatan, Universitas Islam, Institut agama Islam, dan Sekolah Tinggi Agama Islam. Kemudian, sistem kedua, yang diselenggarakan oleh Pesantren, atau dikenal dengan sebutan Ma’had Aly.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Mengutip dari amali.or.id, Ma’had Aly di Indonseia pertama kali berdiri di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, pada tahun 1990 atas prakarsa KH As’ad Syamsul Arifin, dan atas restu serta dukungan ulama, baik dalam maupun luar negeri. Pada tahun-tahun berikutnya Ma’had Aly bermunculan di beberapa Pondok Pesantren di Indonesia. Namun hingga tahun 2014 Ma’had Aly yang telah berjalan belasan hingga puluhan tahun tersebut belum mendapatkan status formal. Baru pada akhir tahun 2015, berdasarkan amanat PP nomor 55 tahun 2007 tentang Pendididkan Agama dan Keagaaan, UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, PMA nomor 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, dan PMA nomor 71 tahun 2015, Ma’had Aly mendapatkan SK izin operasional.

Saat itu, baru 13 Ma’had Aly dari berbagai Pesantren se-Indonesia yang mendapat SK operasional. Kemudian seiring berjalannya waktu, berdasarkan sambutan ketua Asosiasi Ma’had Aly Indonesia pada 13 Januari 2022, ada 74 Ma’had Aly di Indonesia yang mendapat sudah resmi dan mendapat SK operasional.

Dalam penyelenggaraannya Ma’had Aly hanya diizinkan untuk menjalankan satu takhasush (jurusan/prodi) per Ma’had Aly. Adapun takhasush yang beroperasi di berbagai Ma’had Aly; Fiqh Ushul Fiqh, Hadits ilmu Hadits, Tafsir ilmu Tafsir, Tasauf, Falak, Tarikh sejarah, dan sebagainya.

Maka, Ma’had Aly merupakan manifestasi pendidikan islam pesantren yang telah diakui dan resmi beroperasi di Indonesia dengan mengembangkan dan mengkaji keilmuan islam secara luas.

***

Unggulnya Mahasantri

Secara historis, mahasiswa dari masa ke masa memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam mengawal kemerdekaan dan demokrasi di Indonesia. Mulai dari pra-kemerdekaan, para mahasiswa sudah berperan besar dalam membangun pondasi bangsa, serta turut angkat senjata mengusir penjajah. Hingga pasca-kemerdekaan yang mengawal demokrasi sepanjang perjalanan. Dapat kita baca dalam sejarah, bahwa bapak-bapak pendiri bangsa kita merupakan seorang mahasiswa. Juga rezim-rezim tirani yang tumbang ditangan mahasiswa pasca-kemerdekaan. Sebegitu pentingnya peran dan kehadiran mahasiswa di tengah hidup.

Selain itu mahasiswa berdasar tridharma perguruan tingginya sebagai landasan gerak yang berorientasi pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat memiliki fungsi besar bagi bangsa. Tridharma perguruan tinggi jika dikaji secara mendalam, tentu sangat dapat menyelesaikan berbagai masalah umat. Maka mahasiswa yang sadar akan tugas dan kewajibannya tentu sangat berpengaruh bagi kemajuan bangsa.

Sama halnya dengan mahasantri, secara fungsi juga tidak jauh berbeda dengan mahasiswa. Hanya berbeda dari sisi penyebutannya saja, di mana mahasantri yang berorientasi lebih kepesantrenan. Akan tetapi di sinilah nilai unggul yang dimiliki oleh mahasantri.

Nilai-nilai moral yang diemban sebagai seorang mahasiswa, serta nilai pesantren yang tidak lepas dari tindak-tanduk seorang mahasantri. Dari sinilah didapati perbedaan yang signifikan. Mahasantri lebih mengedepankan nilai kepesantrenan dalam menjalankan fungsi ke-maha-annya.

Maka apa yang bisa dilakukan mahasiswa secara positif, tentu juga dapat ditindak oleh mahasantri, bahkan punya nilai lebih dibanding mahasiswa. Nilai lebih tersebut dapat kami sebut dengan “adab” atau ethics. Bagi Mahasantri inilah yang selalu dipupuk di pesantren. Karena urusan ini adalah nilai utama yang harus dikedepankan. Dengan banyak sekali ucapan ulama yang membahas mengenai hal ini. Salah satu yang paling populer:

الأدب فوق العلم

“Etika atau adab lebih utama dan penting dibanding ilmu”

Kemudian di sisi lain, pemahaman Islam mahasantri juga berangkat dari nilai kepesantrenan. Nilai yang menggabungkan antara keislaman dan kebangsaan yang secara luas menghasilkan sikap toleransi, dan nasionalis.

Sejarah telah mengungkapkan bahwa pesantren, juga memiliki pengaruh besar terhadap kemerdekaan Indonesia. Maka dengan jelas, sifat-sifat nasionalisme juga tertanam di pesantren secara kultur. Pesantren yang secara kultur jelas-jelas mengkaji dan mendalami keilmuan Islam berbasis kitab turats, atau biasa diistilahkan kitab kuning. Kitab-kitab yang banyak dikaji di Pesantren, merupakan karya ulama-ulama era kejayaan islam. Sehingga sangat murni dan mendalam sekali ajaran agama yang dipelajari di Pesantren.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang