12 pastor dari beberapa negara yang tergabung dalam Jesuits Among Muslims (JAM) pimpinan Romo Franz Magnis-Suseno foto bersama pimpinan Pesantren Tebuireng sebelum undur diri pada Rabu (09/08/2017). (Foto: Abror Rosyidin)

Tebuireng.online– Sejumlah 12 Pastor Serikat Jesuit yang berasal dari beberapa negara berkunjung ke Pesantren Tebuireng, Jombang, Rabu (9/8/2017). Setelah asyik berdialog di Dalem Kesepuhan, terlebih dahulu mereka menyempatkan diri berziarah ke makam Presiden Keempat RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Kunjungan yang dipimpin oleh Romo Franz Magnis-Suseno, S.J. tersebut, merupakan rangkaian acara pertemuan rutin pastor yang tergabung dalam Jesuits Among Muslims (JAM) yang tahun ini digelar di Indonesia.

Dalam kunjungan tersebut, rombongan disambut langsung oleh Sekretaris Utama Pesantren Tebuireng KH Abdul Ghofar di Dalem Kasepuhan Tebuireng untuk melakukan dialog intetaktif tentang Islam dan pesantren.

Dialog itu dijembatani oleh Muhammad As’ad, mantan Direktur Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT) yang sekarang menempuh pendidikan doktoral di Belanda, sebagai penerjemah. As’ad juga ikut serta menjadi pemandu selama jalannya kunjungan.

Dalam dialog interaktif yang hangat itu, anggota delegasi yang berasal dari Jerman, Perancis, Nigeria, Turki, India, Spanyol dan Roma itu menanyakan banyak hal tentang Islam dan pesantren.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Salah satu pastor dari Jerman bahkan bertanya, apakah seorang nonmuslim bisa diterima belajar di pesantren,” tutur pria yang akrab dipanggil Gus Ghofar itu.

Pertanyaan lain terkait dengan pola rekrutmen santri dan keberadaan santri putri. “Pastor dari Nigeria sempat bertanya, apakah di Pesantren Tebuireng juga ada santri perempuan dan bagaimana pola relasi keseharian mereka dengan santri putra,” imbuh Gus Ghofar.

Yang tidak kalah menarik, dalam kesempatan tersebut, Romo Ignatius Ismartono, SJ., salah satu anggota delegasi, menanyakan tingginya selera humor kaum santri dan warga Nahdlatul Ulama. “Apakah di pesantren ada kurikulum atau faktor khusus yang membuat selera humor santri sedemikian tinggi?,” tanya pria kelahiran Yogyakarta itu.

Pertanyaan itu tentu saja mengundang tawa seluruh peserta dialog. Bukannya mendapat jawaban serius, pertanyaan Romo Ismartono justru memancing peserta dialog berbagi kisah humor yang banyak diceritakan oleh Gus Dur semasa hidupnya.

Romo Franz Magnis-Suseno yang semula serius menyimak alur dialog lalu menceritakan kisah lucu yang pernah didengarnya dari Gus Dur. Kisah lucu itu terkait tiga orang sedang antri di depan pintu surga. Satu orang pendeta, satu orang kiai dan satu orang yang berpakaian compang-camping.

Saat pendeta dan kiai sedang khusyu‘ dan tawaduk menunggu antrian masuk surga, datang lelaki berpakaian compang-camping yang tiba-tiba menyibak antrian dan langsung dipersilahkan oleh malaikat untuk memasuki pintu surga. Melihat itu, sang kiai dan pendeta bertanya kepada malaikat, “Siapa dia? Kenapa orang seperti itu bisa seenaknya masuk sorga dan mendahului kami?” kisah Romo Magnis dalam Bahasa Inggris.

Mendapat pertanyaan itu, malaikat menjawab, “Dia itu sopir bis jurusan Jakarta. Dia berhak masuk sorga lebih dulu, karena saat dia duduk di balik kemudi, semua penumpang terjaga dan berdoa dengan khusyu’ (karena sopir ngebut, red). Sementara kalian, saat kalian berkhotbah di mimbar, umat kalian justru mengantuk dan tertidur lelap,” tutur Romo Magniz yang langsung disambut tawa para pastor.

Sebelum meninggalkan Pesantren Tebuireng, para pastor itu sempat berkeliling di kawasan makam dan memasuki salah satu kamar santri. Mereka sangat mengagumi kamar santri yang rapi dan bersih. Mereka juga berdialog langsung dengan salah satu pembina santri.

Tampak hadir dalam pertemuan tersebut, Romo Gregorius Sutomo SJ (seorang pastor yang berhasil menyelesaikan S3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Wakil Rektor II Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Muhsin Kasmin, Mudir bidang Pondok, H. Lukman Hakim, Mudir bidang Sekolah, H. Kusnadi Said dan beberapa pimpinan di Pesantren Tebuireng.


Pewarta:            Rif’atuz Zuhro

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin