Oleh: Qurratul Adawiyah*
Membahas persoalan dunia tidak akan menemukan akhir. Karena sebagian besar umat manusia sangat mencintai dunia, sehingga yang terjadi adalah seakan-akan kehidupan ini tidak akan mengenal selesai atau mati. Padahal kehidupan dunia yang sangat dicintai ini sesungguhnya sangatlah singkat dan hanyalah sementara.
Manusia yang umurnya sangat panjang sekali pun pada suatu saat nanti juga akan mati. Setiap manusia memiliki batas umur yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, sehingga setiap sel di dalam tubuh mereka memiliki alarm yang sudah disetel waktunya untuk menghentikan aktivitas biologis sesuai dengan jatah waktu yang telah ditetapkan.
Sungguh kehidupan dunia ini sangat singkat. Dengan bertafakur, orang dapat memahami betapa singkat dan sementaranya kehidupan dunia ini. Misalnya, ketika muda, seseorang tidak dapat membayangkan ia akan berumur tiga puluh tahun. Akan tetapi, tiba-tiba ia akan berumur empat puuh tahun. Dengan kata lain, betapa ruginya jika manusia mengabaikan kehidupannya yang nyata hanya untuk mengejar kehidupan yang singkat dan sementara ini. Sebagian diantara ayat-ayat Al-Qur’an, Allah telah mengingatkan manusia tentang singkatnya kehidupan dunia.
Kita tahu kematian itu pasti akan datang menjemput kita kapan saja. Sayangnya, banyak orang yang lupa sehingga menganggap dirinya akan hidup selamanya. Dari hari ke hari, hitungan umur kita memang bertambah. Namun sebetulnya, jatah hidup kita di dunia ini semakin berkurang. Kita hanya punya sisa umur. Mudah-mudahan dengan zikrul maut (mengingat maut), kita bisa menyikapi detik demi detik sisa umur kita dengan benar, yaitu mengisinya dengan aktivitas ibadah dan perbuatan utama yang didasari oleh niat yang benar.
Zikrul maut adalah salah satu upaya untuk menghidupkan hati kita. Dengan kata lain, orang-orang yang sangat jarang mengingat kematian, berpeluang hatinya mengeras karena akrab dengan kemaksiatan. Sayang, kita terkadang alergi pada kematian. Mengapa? karena kita terlalu senang dengan dunia. Faktanya, segagah apapun orangnya, pasti ia akan mati. Seorang jenderal besar, konglomerat, dokter, bahkan seorang penggali kubur pun pada saatnya akan mati.
Kematian saudara atau teman kita kerapkali tidak membuat hati kita tergugah. Mengapa itu sampai terjadi? Padahal Rasulullah pernah menegaskan bahwa orang yang paling cerdas itu bukanlah orang yang encer otaknya, orang yang memiliki gelar, atau orang yang banyak ilmu. Orang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangannya. Oleh karena itu, dia akan selalu meluruskan niat dalam setiap ikhtiarnya. Dengan begitu, kapanpun Allah memanggilnya, dia akan selalu siap.
Banyak jalan menuju maut. Kita tidak perlu takut dan was-was menjalani hidup ini. Namun, kita tetap harus berhati-hati dan selalu waspada. Kalau ajal belum tiba, kecelakaan sedahsyat apapun tidak akan mematikan kita. Pergi untuk berperang tidaklah meyebabkan umur seseorang pendek. Maka jangan risau tentang kematian. Namun risaulah jika kita tidak memiliki bekal yang cukup untuk mengahadapi kematian. Lakukanlah aktivitas seperti biasanya. Setiap kali kita melakukan sesuatu, awalilah dengan basmalah.
Sebelum kita tidur, biasakanlah untuk berwudu, layaknya wudu untuk shalat karena tidak ada jaminan besok pagi kita bisa bangun. Bisa jadi, di sela-sela tidur, malaikat maut mencabut nyawa kita. Oleh karena itu, daripada kita ingat harta, kesusahan, musuh, dan lain sebagainya, lebih baik kita ingat kepada Allah, yaitu dengan memperbanyak zikir. Mudah-mudahan kita semua termasuk bagian yang husnul khatimah. Amin…
*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.