Ketika mendengar kata jihad pertama kali kira-kira apa yang terlintas dalam benak para pembaca rahimakumullah? Peperangan, pertumpahan darah, mati syahid, atau ada hal lainnya? Mayoritas masyarakat umumnya cenderung akan berpikiran ke arah demikian. Memang asumsi tersebut tidaklah salah karena memang jihad secara terbatas memang identik dengan perang dan sejenisnya. Hal yang menjadi permasalahan adalah ketika seseorang menganggap ‘saklek’ bahwa jihad hanya berbicara dalam konteks perang mengangkat senjata, inilah yang jadi kekeliruan.
Kurangnya pemahaman atau literasi umat tentang makna jihad secara kontekstual dan komprehensif menjadi penyebab utamanya. Padahal secara etimologi saja jihad berasal dari kata “jahada” yang artinya bersungguh-sungguh atau serius melakukan sesuatu. Sebagaimana firman Allah:
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ
Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Al-‘Ankabut: 69)
Kesalahan bernalar dalam memahami arti jihad akhirnya malah memunculkan benih-benih radikalisme yang membahayakan keutuhan suatu negara. Itulah efek jika memahami islam secara tekstual serta tidak bersanad dalam menuntut ilmu. Sanad keilmuan penting untuk memahami ajaran islam termasuk ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Rasulullah dalam mengarungi kehidupan ini.
Sejarah mencatat bagaimana KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdatul Ulama (NU) mengeluarkan fatwa resolusi jihad pada 22 Oktober 1945. Merdekanya Indonesia pada 17 Agustus 1945 ternyata bukanlah sebuah akhir, melainkan sebuah awal untuk mempertahankan kemerdekaan dari Belanda yang ingin kembali menguasai tanah air setelah Jepang mengalah pada tentara sekutu.
Banyaknya kejahatan yang terjadi di daerah Jawa Timur khususnya Surabaya, Mbah Hasyim dengan sigap mengumpulkan seluruh konsul (pengurus) NU Jawa-Madura untuk melakukan fii sabilillah atas persetujuan Bung Karno yang saat itu sowan kepada Pendiri Ponpes Tebuireng ini. Sejarah heroik para kyai dan santri inilah yang pada akhirnya diperingati sebagai Hari Santri Nasional setiap tanggal 22 Oktober.
Dilansir dari NU.Online KH. Hasyim Asy’ari dalam orasi jihadnya saat Muktamar Nahdlatul Ulama ke-16 tanggal 26-29 Maret 1946 di Purwokerto, Jawa Tengah mengatakan “Tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan,”.
Mbah Hasyim yang berguru pada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi ini ingin menegaskan bahwa islam tidak akan tegak atau islam tak akan berada di puncak selama masih berada dalam penajajahan. Jihad menjadi kunci utama dalam pembebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan syari’at islam.
Jihad pada zaman perang dinarasikan dengan jihad nyawa, namun di zaman modern sekarang jihad lebih dimaknai secara meluas. Jihad melawan hawa nafsu, jihad menuntut ilmu, jihad harta dan jihad lainnya.
Era Teknologi: Saat Degradasi Adab Merusak Peradaban
Hari berganti, bulan terus berlari dan tahun demi tahun semakin terlewati. Tampak banyak sekali perubahan yang sudah terjadi. Dulu dan kini, rasa-rasanya akhlak para generasi muda tahun 90-an dengan generasi muda sekarang semakin hari semakin habis. Banyak penyebab yang menjadi pemicunya diantaranya yaitu budaya 4F (fashion, food, film, fun) yang kian menggila. Infiltrasi budaya asing yang semakin menggerogoti sendi-sendi kehidupan terutama para anak muda menjadikan adab dan akhlak tak lagi dianggap penting. Belum lagi pendidikan agama di sekolah-sekolah yang terpinggirkan hingga hilangnya keteladanan dari para pemimpin termasuk orang tua.
Berdasarkan hasil studi yang bertajuk “Civility, Safety, and Interactions Online – 2020” bersama dengan laporan Digital Civility Index pada tahun 2020 yang dirilis oleh Microsoft, netizen Indonesia menempati posisi puncak sebagai salah satu pengguna internet paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Indonesia menempati posisi 29 dari total 32 negara dengan skor 76 dari total 100 atau berada di posisi ke-4 dari bawah.
Berdasarkan data ini dapat kita lihat rendahnya literasi akhlak dan adab generasi muda kita. Meningkatkan jihad ilmu, literasi & adab menjadi salah satu amaliyah utama di era digital ini.
Wahai para pemuda, inilah jihad yang perlu dilakukan pada zaman degradasi adab:
- Jihad menuntut ilmu
Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim, hanya dengan ilmu-lah yang akan membimbing umat manusia sukses dalam meniti kehidupan dunia. Jihad menuntut ilmu sama nilainya dengan berjihad di jalan Allah saat peperangan sebagaimana QS. At-Taubah: 122 dan hadist Rasulullah. Seseorang yang keluar menuntut ilmu maka ia berada di jalan Allah (fii sabilillah) sampai ia kembali pulang. Ilmu menjadi benteng sekaligus modal utama seorang pemuda di zaman degradasi adab.
- Jihad melawan skeptisisme dan pesimisme
Generasi muda zaman now dihantui rasa skpetis dan pesimis dalam menghadapi hidup. Sulitnya mencari lapangan kerja bahkan kini 10 juta gen Z dalam kondisi menganggur, harga rumah yang melangit hingga beban hidup yang menggunung menjadikan generasi muda dalam kondisi pesimis.
Jihad melawan skeptisisme dan pesimisme kini menjadi jihad penting untuk menumbuhkan keyakinan bahwa harapan akan selalu ada. Allah sendiri yang mengatakan untuk tidak berputus asa dalam mencari Rahmat-Nya. Sabar dan shalat menjadi kunci untuk melawan pesimistem tersebut seraya terus berusaha semaksimal mungkin, insyallah jalan keluar sedikit demi sedikit akan terbuka.
- Jihad melawan individualisme
Penggunaan gadget yang meningkat pesat berdampak pada perilaku sosial masyarakat. Umum kita lihat para pemuda yang nongkrong di café dan tempat semisalnya hanya sibuk dengan handphone yang ia pegang, padahal saat itu dia bersama teman-temannya sedang mengobrol dan berbincang-bincang. Namun anehnya ia hanya sibuk memelototi handphone-nya dan menghiraukan teman-temannya. Hal ini berlaku hampir di semua tepat bahkan hingga di rumah. Orang tua sibuk dengan handphone-nya hingga lupa untuk bermain dan bersenda gurau dengan anaknya.
Jihad melawan individualisme ini yang harus dilawan, seharusnya sebagai seorang manusia yang sudah berakal tau bagaimana menempatkan posisinya. Tahu kapan waktunya social time, kapan waktu me time dan kapan waktu family time. Nah, inilah implementasi resolusi jihad di zaman degradasi adab menurut opini penulis. Harapannya ke depan semoga semangat jihad ini dipahami dan bisa kita laksanakan dengan sebaik-baiknya, wallahu a’lam.
Penulis: Muhammad Adib