Oleh: Fawaid Abdullah*

Man Asyraqat Bidayatuhu Asyraqat Nihayatuhu: Barangsiapa yang awalnya baik, maka baik pula akhirannya.

Wajah tampak berseri-seri, sumringah, menandakan wajah gembira, senang, bangga, dll, dll. Campur aduk jadi satu. Bagaimana tidak? Pengurus Presidium Nasional dan Ketua-ketua Lembaga Otonom dilantik langsung oleh Pengasuh PP. Tebuireng KH. Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) dan disaksikan oleh orang Nomor 2 di Republik Indonesia, Wapres RI yang juga merupakan alumni Tebuireng, serta para Dzurriyah Tebuireng.

Sebagaimana sudah saya tulis pada bagian awal terkait IKAPETE secara institusi, lembaga, atau organisasi atau wadahnya. Personal atau pribadi yang sudah diamanahi menjadi pengurus, harus lebih bisa membagi tugas dan membagi kepentingan. Mana kepentingan pribadi, mana kepentingan organisasi IKAPETE, mana kepentingan diluar pribadi dan IKAPETE.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sebagaimana konsensus sebelum-sebelumnya, yang harus dipertegas kembali adalah bahwa IKAPETE secara institusi atau kelembagaan, tidak boleh ditarik-tarik, dibawa ke politik praktis. IKAPETE adalah rumah besar Keluarga Besar Alumni TBI. Maksudnya, bahwa siapa saja yang duduk sebagai pengurus Presidium Nasional atau lembaga-lembaga di dalam Pengurus IKAPETE, dilarang mengatasnamakan IKAPETE untuk dan atasnama pribadi atau perkumpulan IKAPETE yang mengarah kepada Politik Praktis (Parpol tertentu atau dukung mendukung Pilpres, Pilgub dll).

Apabila dalam kepengurusan yang baru dikukuhkan ini misalnya ada yang kebetulan merangkap jabatan, sebagai Pengurus Partai A, B, C, dst, maka harus dipertegas, bisa membagi waktu. Kapan bicara atasnama IKAPETE dan kapan bicara atasnama partainya. Ini harusnya berlaku kepada semua pengurus tanpa kecuali. Perlu adanya kontrol dari sesama Alumni TBI. Karena, IKAPETE ini perkumpulan santri Alumni, bukan Ormas, bukan Parpol, juga bukan organisasi profit.

Para “muallaf” Pengurus baru yang baru dikukuhkan hari ini oleh Wapres RI, sebaiknya banyak belajar dari tradisi IKAPETE sebelum-sebelumnya. IKAPETE hari ini, ada karena melalui proses sejarah masa lalu, jangan meninggalkan akar sejarah yang dulu dibangun dengan berkeringat oleh para muharrik-muharrik sebelumnya baik yang sudah wafat maupun yang masih sehat.

JASMERAH, jangan lupakan jasa-jasa sejarah: “Wal Tandhur Nafsun Ma Qoddamat Lighad, Lihatlah masa Lalu, untuk masa depan/akan datang”. Semangat baru yang membara saat ini, sebuah konsekuensi, “mungkin fardlu ‘ain” wajib hukumnya bagi semua alumni TBI. Euforia (berlebihan), sebaiknya Jangan.

Banyak Japri dan telpon serta chat WA yang masuk ke android saya. Terkait acara hari Sabtu 04 Juni 2022, acara Seminar Nasional dan Pengukuhan Presidium Nasional dan lembaga IKAPETE. Ada yang apresiatif dengan jempol absolut, salut terhadap Nahkoda Baru Prof. Dr. Maskuri Bakri, tapi ada juga yang menyayangkan konsep acara hari ini.

Ada yang bernada sedikit agak minor: “Karena acara yang sangat dibatasi karena protokoker istana”. Sedikit terksesan eksklusif (kata sebagian yang “curhat” diujung telpon). Nada yang agak minor ini harus maklumi oleh Presidium Nasional IKAPETE khususnya oleh sang nahkoda baru, Prof. Dr. KH. Masykuri Bakri anggap saja kritik konstruktif dan dinamika Alumni TBi yang kadang-kadang ada saja yang lebih dulu menilai sebelum pembuktian.

Apalagi, sebagian pengurus dan/atau panitia, para Muallaf Alumni di IKAPETE (baru aktif di Ikapete). Kalau IKAPETE ingin berjaya, maju, kuat, guyub, hebat, maka harus mengikuti konsep “Al Muhafadzah dan Al Akhdu.” Pertahankan dan jaga kebiasaan lama yang dirasa itu masih baik, dan ambil tradisi baru, yang dianggap itu lebih baik. Untuk kebaikan, kemaslahatan dan kemajuan perkumpulan alumni.

Sebagaimana yang saya tulis sebelumnya, bahwa memimpin Alumni Tebuireng ini gampang-gampang sulit. Gampang-gampang susah. Karena punya karakteristik dan ciri khas serta tipologi yang tidak sama dengan umumnya kealumnian pesantren.

Ada japri yang saya terima dari senior IKAPETE, salah satu orang lama, salah satu pendiri IKAPETE, bahkan salah satu yang dipercaya Pengasuh Tebuireng saat itu, Romoyai Yusuf Hasyim, membidani berdirinya IKAPETE, beliau menyampaikan:

“Kak Lora, kalau IKAPETE ini mau semakin kuat, semakin hebat maju, berkembang pesat, ke depannya kurangi kegiatan-kegiatan seremonial seperti hari ini, eman-eman uangnya (apalagi uang untuk biaya-biaya seremonial itu juga hasil dari Alumni, dari IKAPETE di daerah-daerah, itu amanah), sebaiknya ke depan dibuat kegiatan yang lebih mengena, orang lain sudah banyak yang lari kencang, bikin bank, bikin ini itu, IKAPETE masih belum bisa berbuat banyak, Tebuireng ini tempatnya orang-orang hebat sejak dulu kala, mari kita berbuat dan bersatu demi kejayaan dimasa depan.”

Lebih lanjut curhatan beberapa senior IKAPETE melalui chat japri yang saya terima: “Tebuireng itu sejak zaman dulu kala, bahkan sebelum Indonesia Merdeka, sudah banyak didatangi orang-orang penting karena sosok hebatnya Hadraussyaikh, dilanjut pada zaman Orde Baru, apalagi yang pernah mondok zaman tahun 1970-an, 1980-an, lalu lanjut pada tahun 1990-an, setingkat Menteri, Wapres, hilir mudik gantian datang ke Tebuireng itu sudah biasa, tidak ada sesuatu hal yang baru. Zaman Pengasuh Romoyai Yusuf Hasyim (walau saat itu Tebuireng selalu menjaga jarak dengan pemerintahan) tapi setingkat Menteri hilir mudik datang ke Tebuireng. Dulu Pak Sudharmono Wapres RI, lalu Pak Soetrisno Wapres juga datang ke Tebuireng, hanya Pak Harto sang Penguasa Orde Baru yang belum pernah ke Tebuireng.”

Bahkan, pada masa Presiden BJ. Habiebie, Tebuireng kerawuhan Presiden, berwujud Masjid Ulul Albab yang saat saat ini masih berdiri tegak kokoh di samping Komplek Pondok Puteri Tebuireng. Hebatnya Tebuireng, setiap Pengasuh mempunyai style dan tipologi kepemimpinan yang tidak sama satu sama lainnya.

Saya masih ingat betul, menurut salah satu sumber yang sangat terpercaya, bahwa saat Pengasuh Tebuireng dipegang oleh Romoyai Yusuf Hasyim, beliau pernah menyampaikan: “Bapak (maksudnya; Pak Ud), tidak pernah mengajukan semacam Proposal atau menandatangani permohonan bantuan terkait Sarana Prasarana Pesantren Tebuireng, bahkan apabila masih ada semacam kwitansi dana dari pemerintah, pihak pondok diminta mengembalikan kepada pihak Pemerintah”.

Begitu hebatnya beliau menjaga marwah dan martabat pesantren, sampai sedemikian sangat menjaganya hal-hal yang berkaitan langsung dengan pemerintah. Sehingga, pada masa kepengasuhan Romoyai Yusuf Hasyim, keaslian dan sarana prasarana pesantren cenderung biasa-biasa saja, bangunan asrama, komplek dan gedung-gedung unit masih sangat asli tidak ada perubahan berarti.

Beda style dengan pengasuh setelah beliau, yaitu pada masa Gus Sholah. Suatu waktu, saat saya menjadi Ketua PW IKAPETE Jawa Timur periode 2006-2009 : Saya diajak satu mobil oleh Gus Sholah yang saat itu juga baru menjadi Pengasuh TBI, perjalanan dari Pondok TBI menuju Surabaya, kebetulan Gus Sholah menghadiri undangan di Telkom Drive V di sekitar Ketintang.

Dalam perjalanan Gus Sholah menyampaikan kepada saya. Bahwa sudah waktunya semua Sarana-Prasarana di Tebuireng ini dibenahi, direnovasi total, sudah waktunya Tebuireng ini menagih atau meminta kepada pihak-pihak, termasuk kepada pemerintah. Jasa Tebuireng ini kepada negara ini sangat besar. Wajar dong kalau Tebuireng meminta, toh bukan untuk pribadi, tapi juga untuk kemaslahatan Ummat, Bangsa dalam artian Tebuireng mencerdaskan Bangsa ini sudah tidak terbantahkan”.

Dawuh Gus Sholah itu ternyata bukan isapan jempol belaka. Dalam kepengasuhan Gus Sholah, Tebuireng secara tampilan fisik bisa dikatakan telah berubah 99%.

Setiap Pengasuh Tebuireng memang punya style kepemimpinan tersendiri. Memiliki Ijtihad sendiri, tidak sama satu sama lain. Itulah hebatnya Tebuireng, selalu menjadi rujukan dan kiblat bagi dunia pesantren, modernisasi selalu muncul dari Tebuireng sejak masa kepengasuhan KH. Wahid Hasyim, Ayahanda Gus Dur dan Gus Sholah.

Jutaan Alumni Tebuireng yang sudah tersebar di hampir semua lini, semua tempat, sudah mengakar dan beranak pianak, membuktikan bahwa Tebuireng yang di dirikan Hadratussyaikh sekaligus sebagai Pendiri NU, adalah anak kandung saudara lebih tua dari NU yang baru berdiri 1926.

Keduanya, Tebuireng dan NU adalah sama-sama anak kandung Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Sedang Tebuireng sendiri berdiri tahun 1899, usia pesantren yang sudah dikatakan tua, karena sudah lebih dari satu abad (bahkan saat ini sudah mencapai 123 tahun).

Menurut banyak riwayat yang shohih, bahkan diawal-awal NU didirikan, Hadratussyaikh lebih banyak mengutus para santri Tebuireng yang sudah mutkhorrijien, untuk menjadi Ketua Cabang NU Kabupaten/Kota dan Provinsi di penjuru tanah air.

Selamat & Sukses, Pelantikan sekaligus Pengukuhan Pengurus Baru Presidium Nasional IKAPETE. Jayalah selalu, di darat, udara, dan laut. Wallahu A’lam

*Santri Tebuireng 1989-1999. Pendiri & Ketua Umum Gerakan Nasional Generasi Indonesia Bersarung-GIB. Ketua PW IKAPETE Jawa Timur Periode 2006-2009. Khadim PP. Al Aula Kombangan Bangkalan Madura.