batu nisan bertulis al-quran

Batu nisan bertuliskan al-Quran merupakan fenomena yang lumrah di Indonesia. Tujuan dari penulisan tersebut adalah memudahkan para peziarah untuk berdoa dan bermunajat. Namun, ketika kita melihat dampak negatifnya, al-Quran akan terhinakan dengan terinjak, najis dari tanah kuburan dan sebagainya.

Pebedaan Hukum Menulis Al-Quran di Batu Nisan

Berangkat dari hadis yang diriwayatkan Jabir:

“عَنْ جَابِرٍ قَالَ: «نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُجَصَّصَ القُبُورُ، ‌وَأَنْ ‌يُكْتَبَ ‌عَلَيْهَا، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهَا، وَأَنْ تُوطَأَ”

“Nabi Muhammad Saw melarang untuk mempelester, menulis di atas kuburan, membangun dan menginjak kuburan

Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Imam Ibnu Hajal Al-Asqolani menerangkan bahwa pelarangan ini hukumnya makruh dan besifat mutlak. Mutlak dengan arti baik yang dituliskan berupa al-Quran atau selainnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Meskipun Ashab Syafi’i memutlakkan tulisan, Imam Al-Adzroiy memiliki pendapat berbeda. Beliau lebih memilih hukum haram ketika tulisannya berupa al-Quran. Alasan Imam Al-Adzroiy tidak lain adalah munculnya efek negatif berupa terinjak, terkena kotoran dan najis dari nanah bangkai manusia ketika kuburan sering digali.

Dalam hal ini, Imam Sulaiman bin Amr menjelaskan:

“وَمَا ذَكَرَهُ الْأَذْرَعِيُّ مِنْ أَنَّ الْقِيَاسَ تَحْرِيمُ كِتَابَةِ الْقُرْآنِ عَلَى الْقَبْرِ لِتَعَرُّضِهِ لِلدَّوْسِ عَلَيْهِ وَالنَّجَاسَةِ وَالتَّلْوِيثِ بِصَدِيدِ الْمَوْتَى عِنْدَ تَكَرُّرِ النَّبْشِ فِي الْمَقْبَرَةِ الْمُسَبَّلَةِ مَرْدُودٌ بِإِطْلَاقِهِمْ لَا سِيَّمَا وَالْمَحْذُورُ غَيْرُ مُحَقَّقٍ”

Apa yang telah imam Al-Adzroiy paparkan (keharaman menulis di atas kuburan karena ada potensi terinjak dan terkena najis dari nanah bangkai manusia ketika sering digali) telah tertolak dengan kemutlakan Ashab (baik tulisan berupa Al-Quran atau tidak) dan dampak negatif yang dikhawatirkan masih belum tentu terjadi.” (Hasiyatul Jamal ala syarhil Minhaj)

Tidak berhenti di sini. Imam Ibnu Hajar Al-Haitamy memberikan dukungan kepada Imam Al-Adzroiy yang beliau abadikan dalam kitab Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro.

“وَمَا ذَكَرَهُ الْأَذْرَعِيُّ مِنْ تَحْرِيمِ كِتَابَةِ الْقُرْآنِ قَرِيبٌ وَإِنْ كَانَ الدَّوْسُ وَالنَّجَاسَةُ غَيْرَ مُحَقَّقَيْنِ لِأَنَّهُمَا وَإِنْ لَمْ يَكُونَا مُحَقَّقَيْنِ فِي الْحَالِ هُمَا مُحَقَّقَانِ ‌في ‌الِاسْتِقْبَالِ بِمُقْتَضَى الْعَادَةِ الْمُطَّرِدَةِ مِنْ نَبْشِ تِلْكَ الْمَقْبَرَةِ”

Pendapat haram yang Imam Al-Adzroiy tawarkan lebih benar. Meskipun dampak negatif tersebut belum pasti terjadi seketika, pasti akan terjadi di masa depan karena adat yang berlaku berupa sering digalinya kuburan.”

Namun, ketika kita melihat realitas di Indonesia, pendapat Imam Ibnu Hajar Al-Haytami kurang cocok. Kita lihat saja bahwa jarang sekali penggalian ulang kuburan di Indonesia untuk memasukkan mayat baru. Berbeda halnya di Arab sana. Dan juga warga Indonesia pun memiliki etika yang berlebih ketika dikuburan. Jangankan menginjak, lewat saja sudah amit-amit.

Pada permasalahan ini, penulis lebih condong pada pendapat makruh. Karena lebih cocok ketika diterapkan di Indonesia. Yang mana potensi efek negatif ini jarang terjadi.

Tindakan untuk Batu Nisan Bertuliskan al-Quran

Dengan melihat permasalahan ini, termasuk masalah khilafiyah (perbedaan pendapat ulama). Baik berangkat dari hukum makruh maupun haram tindakannya sama. Yakni kita biarkan saja. Tidak perlu kita kerhkan tenaga untuk menghapus tulisan yang terdapat di batu nisan. Bahkan menghancurkannya. Karena hal ini masih dalam ruang lingkup khilafiyah.

Dalam kiab Al-Asybah wa An-Nadhair milik imam As-Suyuti terdapat sebuah kaidah:

“لَا يُنْكَرُ المُخْتَلَفُ فِيْهِ وَإِنَّمَا يُنْكَرُ المَجْمُعُ عَلَيْهِ”

Perkara yang berisfat khilafiyah (perbedaan pendapaat) tidak bisa diingkari. Dan yang harus diingkari adalah perkara yang sudah disepakati.”

Maksud dari kaidah ini adalah ketika sebuah masalah berupa khilafiyah maka kita tidak bisa mengingkarinya. Berbeda ketika mujma’ alaih (disepakati semua ulama) kita harus mengingkarinya. Maksudnya, ketika ada hukum yang bertentangan dengan mujma’ alaih harus kita ingkri. Semisal ada yang berpendapat bahwa salat tidak wajib, maka kita wajib mengingkarinya.

Kesimpulannya, hukum menulis al-Quran di batu nisan ialah makruh atau haram tergantung mau mengikuti pendapat yang mana. Dan kita tidak perlu menghapus terlebih menghancurkan batu nisannya. Karena masih dalam lingkup khilafiyah. Sekian, semoga bermanfaat.


Ditulis oleh Mohammad Naufal Najib, Mahasantri Abadi Ma’had Aly An-Nur II Malang