Sumber: http://makampetilasankeramat.blogspot.co.id

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Empat Madzhab, baik Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali sepakat berpendapat Bahwa hukumnya tidak Sah, dan akad nya fasid alias rusak bilamana ada seseorang yang menikahi perempuan yang satu saudara, saudari sekandung dan satu Wali Nikah”.

Selengkapnya mari kita lihat pandangan para Madzahib sebagaimana dijelaskan dalam Kitab al Fiqh ‘ala al Madzahib al Arba’ah, Juz 4, Halaman 68-74, terbitan Daar el Fikr:

  1. Madzhab Hanafi :

“Kalau yang dimaksud tersebut adalah mengumpulkan dua orang perempuan yang bersaudari kandung, maka hukumnya tidak boleh atau tidak halal. Tetapi kalau yang dimaksud itu, mengumpulkan dua akad dengan perempuan yang berbeda, beda Wali Nikah, beda Mahar maka Madzhab Hanafi membolehkannya atau sah nikah nya”.

Contoh :

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Misalnya ada seorang Laki-laki menikah-i seorang perempuan yang punya anak perempuan dari suami sebelum nya, karena akibat perceraian atau si suami sebelum nya itu meninggal. Lalu si laki-laki ini menikah-i perempuan itu dan anak dari perempuan itu sekaligus. Maka karena ini beda Wali Nikah dan beda nasab. Maka yang demikian ini boleh dikumpulkan menjadi satu pernikahannya. Karena hal ini, keduanya (perempuan itu dan anak perempuan nya), bagi si laki-laki itu adalah wanita Ajnabiyah, perempuan lain.

  1. Madzhab Maliki:

Dalam Madzha Maliki menyebutkan, kalau yang dimaksud mengumpulkan dua bersaudari sekaligus, maka Mutlak Keharaman nya, atau tidak Sah pernikahan nya. Akad yang di anggap aah, adalah akad yang pertama, sedangkan akad setelahnya termasuk akad yang fasid atau rusak dan tidak sah.

Bagaimana kalau seorang laki-laki menikahi seorang perempuan karena ditinggal mati atau bercerai, yang punya anak perempuan, lalu keduanya dinikahi si laki-laki itu? Madzhab Maliki mengatakan bahwa hal seperti itu haram atau tidak sah pernikahannya, karena menikahi anak dari perempuan itu sama saja haram kalau ibunya juga di nikahi nya. Intinya, Madzhab Maliki tidak membolehkan.

  1. Madzhab Syafi’i :

Dalam Madzhab Syafi’i, kalau yang dimaksud adalah mengumpulkan dua bersaudari sekaligus dan menikahinya maka mutlak keharamannya, atau akad nya tidak sah. Bagaimana jika seperti kasus di atas, misalnya menikahi seorang perempuan yang punya anak perempuan. Keduanya dinikahi oleh si laki–laki itu? Madzhab Syafi’i berpandangan bahwa yang sah itu adalah akad nikah yang pertama. Kalau yang dinikahi itu lebih dulu si ibu dari anak perempuannya, maka akadnya yang sah yang pertama, begitu juga sebaliknya misalnya yang dinikahi itu anak perempuannya terlebih dahulu baru ibu dan anak perempuan itu belakangan, maka yang dianggap sah adalah akad dengan anak perempuan tersebut.

  1. Madzhab Hanbali:

“Kalau yang dimaksud mengumpulkan dua bersaudari sekaligus dalam satu skad nikah, maka hukumnya Mutlak Haram, tidak Sah skad nya,” begitu pendapat Madzhab Hanbali.

Bagaimana kalau Akad tersebut berturut-turut, dalam waktu yang berbeda atau si Laki-laki itu tidak tahu atau tidak mengerti kalau kedua wanita yang dinikahi itu satu saudari kandung? Kalau belakangan si laki-laki itu mengerti dan paham kalau keduanya bersaudari, maka harus di ceraikan kedua-duanya sekaligus. Kalau si laki-laki itu tidak mau mencerai-kan, maka hakim yang harus turun tangan.

*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


*Disarikan dari Kitab Dhaul Misbah fi Bayani Ahkam an Nikah, karya Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari  dan Kitab Madzahib al Arba’ah karya Imam Abdurrahman Al Juzairy.