Sumber gambar: http://dwcorp.blogspot.com/2015/03/hukum-membuat-foto-pre-wedding-menurut.html

Oleh: Silmi Adawiya*

Menikah  adalah menyatukan dua cinta dalam satu ikatan janji suci. Acara pernikahan banyak dinanti oleh setiap pasangan guna melanjutkan hubungan pada jenjang yang lebih serius. Oleh karena itu, calon pengantin sibuk mempersiapkan beberapa hal  guna memeriahkan acaranya. Salah satunya dengan foto prewedding (prewed) yang bisa ditampilkan dikartu undangan, di ruang foto booth acara atau dipajang di pintu masuk gedung acara.

Lantas, benarkah kebiasaan anak muda jaman now tersebut? Sedikit kita menelaah fenomena tersebut dalam kajian Islam. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sebelum akad nikah terucap, calon mempelai pria adalah belum halal untuk mempelai wanita. Layaknya hukum haramnya pria memeluk wanita yang nonmahram.

Begitu pula dengan foto prewed yang biasa melakukan pose layaknya suami istri yang sudah menikah sekian lama. Foto tersebut tidak diperbolehkan karena statusnya belum sah. Sehingga berdua-duaan, saling berhias, dan bersentuhan yang berlebihan masih belum diperbolehkan, kita tahu bahwa segala perantara yang mendekati zina itu dilarang oleh Allah. Tersurat dalam QS: Al-‘Isra ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

Meskipun dalam proses foto prewed tersebut calon mempelai wanita menggunakan hijab, namun tetaplah Islam tidak memperbolehkan ikhtilat, yaitu bercampurnya laki-laki dan perempuan dengan tujuan tertentu tanpa adanya batas yang memisahkan mereka. Dari ‘Umar bin Al-Khattab, ia berkhutbah di hadapan muslim di Jabiyah, lalu ia membawakan hadits nabi berikut:

لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا وَمَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiapa yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.”

Pose yang diarahkan dalam proses prewed kebanyakan menunjukkan keromantisan sebuah pasangan. Jarak yang minim antar keduanya membuat kulit bersentuhan dengan sangat sengaja. Bahkan sebagian menganggapnya hal yang biasa jika menggunakan pose layaknya suami istri, karena mereka akan segera menikah. Iya mereka akan menikah, bukan telah menikah. Sehingga hukum suami istri akan halal jika ia sudah menikah. Bukan akan menikah.

Ancaman yang cukup berat dalam hadits sebagai berikut:

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.”

Quraish Shihab sedikit memaparkan pembelajaran perihal ini dalam tayangan “tafsir Al-Misbah” di Metro TV. Menurutnya walaupun seseorang tersebut akan menikah, seyogyanya mereka harus memperhatikan aturan dalam Islam. Terlebih bagi sang fotografer seharusnya tidak mengarahkan pada pose saling peluk memeluk, mungkin bisa megarahkan hanya duduk-duduk yang disaksikan orang lain. Dengan begitu, mereka lebih menjaga dan tidak menyalahi aturan.

Sekali lagi Quraish Shihab menekankan, bahwa yang menjadi persoalan bukan pada foto prewednya. Melainkan, pose kedua insan, yang statusnya di mata agama masih belum resmi menjadi suami istri. Sehingga, dua insan berlainan jenis tetap harus menjaga diri.

Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Irfan Helmi di Cilandak Jakarta. Bahwa hakikatnya pemotretan prewedding yang banyak dilakukan oleh seorang fotografer adalah haram. Hal itu disebabkan dalam pemotretannya selalu menggambarkan perilaku khalwat, ikhtilat, dan seringnya kasyful aurat. Adapun faktor yang paling puncak yang menyebabkan banyaknya calon pengantin mendatangi fotografer untuk pemotretan adalah tren.

Namun, yang perlu digarisbawahi, pemotretan prewedding boleh dilakukan jika pasangan tersebut sudah melakukan akad, alias sah secara agama dan negara. Kemungkinan mereka hanya menunggu waktu seremonial resepsi saja. Kalau dalam kasus ini, maka boleh dan tidak diharamkan, asalkan keduanya memperhatikan aurat yang batasnya sudah digariskan syariat.

Jadi buat anda yang ingin mencantumkan foto pra resepsi, sebaiknya melangsungkan akad dulu agar sah dan resmi suami istri. Semoga para calon suami dan istri yang akan melangsungkan pernikahan dijadikan Allah keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Amin.


*Alumnus Unhasy Tebuireng dan PP. Walsongo Cukir Diwek Jombang, kini menempuh S2 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.