sumber gambar: theasianparent

Oleh: Moh. Minahul Asna*

Membangun rumah tangga bukan hal yang mudah namun juga tidak sulit, jika anggota keluarga bisa saling mengerti dan saling mendukung satu sama lain. Sungguh sangat disayangkan kebersamaan 2 orang yang telah mengikat janji dalam satu akad hilang begitu saja karena masalah yang mungkin hanya karena tidak saling mengerti dan sabar.

Asy Syaikh Muqbil bin Hadiy rahimahullah berkata:

السعادة لا تكون بين الزوجين إلا بصبرهما على بعضهما البعض، وبتعاونهما على الخير، وعلى تربية أبنائهما، والله المستعان

“Kebahagiaan antara suami istri tidak akan terwujud, kecuali dengan: saling bersabarnya mereka berdua terhadap (kekurangan) yang lain, dan saling tolong-menolongnya mereka dalam kebaikan, serta dalam mendidik anak-anak mereka. [Anaqidul Karomah, hlm. 77]

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Rumah tangga sebagai institusi sosial, diharapkan menjadi tempat interaksi yang hangat dan intensif antar para anggotanya, tempat menanamkan nilai-nilai sosial. Sebagai institusi hukum, rumah tangga diharapkan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua anggotanya, saling melindungi, saling menghormati, saling mencintai sehingga tumbuh kebahagiaan yang kekal. Namun sebaliknya justru rumah tangga menjadi ajang tindak kekerasan. 

Syaikh Sulaiman Ar-ruhaili menjelaskan  kunci-kunci  kebahagiaan rumah tangga:

Pertama, mengokohkan keimanan dan amal saleh. Konsep iman dan amal saleh tergambar dari ayat-ayat Al Quran, Allah Swt sering menyebutkan dengan menggandengkan kata iman dan amal saleh. Seperti dalam firmanNya surat An-Nahal 97: “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Kedua, menghidupkan rumah dengan dzikrullah. Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara yang hidup dengan yang mati”. (HR.Muslim). Jadikanlah rumah kita bercahaya dengan berbagai macam zikir, baik itu zikir dalam hati maupun dengan lisan, salat, atau membaca shalawat dan Alquran, atau mempelajari ilmu-ilmu agama.

Ketiga, suami menjalankan fungsinya sebagai pemimpin. Allah Swt. berfirman dalam surat An-Nisa.34: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. Di antara makna pemimpin yang dimaksud dalam ayat di atas adalah sebagai pendidik, sandaran kokoh bagi keluarga, orang bertanggung jawab menafkahi, dan orang yang memutuskan keputusan penting dalam keluarga. 

Keempat, menjalin kasih sayang dan mu’asyarah bi al-ma’ruf. Para ulama menetapkan hukum melakukan mu’asyarah bi al-ma’ruf  sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh para suami agar mendapatkan kebaikan dalam rumah tangga. Imam At-Thabari ketika menjelaskan makna dari mu’asyarah bilma’ruf adalah kewajiban suami memperlakukan isteri dengan baik, karena para isteri telah taat kepada Allah dan suaminya. 

Kelima, tolong menolong dalam kebaikan dan ketaatan.

Kebahagiaan bergantung pada masing-masing muslim bagaimana mereka menjaga diri sendiri dan menjaga satu sama lain. Setiap manusia memiliki kesalahan. Seberapa besar kesalahan manusia dalam kehidupan maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf.

Selayaknya kita bisa berusaha mengerti dan mengingatkan pasangan kita hingga Sabar dan Istiqomah. Semoga kita bisa mendapatkan pasangan yang terbaik untuk kita dan bisa membangun keluarga yang Sakinah Mawaddah wa Rahmah. Amiin.

*Alumnus Mahad Aly Hasyim Asy’ari.

**Artikel ini disusun dengan mengambil dari beberapa sumber.