Judul Buku: Filosofi Teras

Penulis: Henry Manampiring

Penerbit: Penerbit Buku Kompas

Tahun Terbit: 2019

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tempat Terbit: Jakarta

Tebal Buku: xxiv +320 halaman

Harga Buku: Rp 98.000,00

Peresensi: Anisa Faiqotul Jannah*

Membaca buku ini seperti menemukan sebuah ketentraman dengan cara bebas dari emosi negatif seperti sedih, marah, cemburu, curiga, baper, dan lain-lain. Selain itu, buku ini juga memiliki tujuan bagi pembacanya dalam menjalani kehidupan dengan bijak. Dalam buku ini dijelaskan bahwa, ada empat kebijakan utama, yaitu kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan menahan diri.

Bukah hanya itu saja, dalam buku ini kita diajarkan untuk dapat hidup menggunakan nalar. Penyebabnya dalah karena yang membedakan manusia dengan hewan adalah nalar, akal sehat, rasio, dan kemampuan dalam menggunakan kebijaksanaan. Mengapa sebagus itu penulis mengemasnya? Karena di dalam buku filosofi teras ini menawarkan ilmu filsafat stoa. Yang mana filsafat stoa adalah nama dari sebuah aliran filsafat Yunani yang diciptakan oleh Zeno. Stoa adalah tempat favorit Zeno dalam mengajar filosofinya kepada muridnya (kaum stoa) sehingga nama filsafatnya disebut dengan stoisisme. Alasan penulis memberi judul Filosofi Teras karena terdapat banyak orang yang sulit menyebutkan “stoisisme” sehingga menggunakan terjemahan dari kata stoa, yaitu teras.

Buku ini terdiri dari dua belas bab dan satu penutup yang isinya daging semua bagi pembacanya. Yang meliputi survei khawatir nasional, sebuah filosofi yang realistis, hidup selaras dengan alam, dikotomi kendali, mengendalikan interpretasi dan persepsi, memperkuat mental, hidup di antara orang yang menyebalkan, menghadapi kesusahan dan musibah, menjadi orang tua, citizen of the world, tentang kematian, dan penutup. Materi yang diajarkan pada buku Filosofi Teras ini tidak menuntut pembacanya untuk diterapkan dalam kehidupannya sehingga pembaca dibebaskan mau menerapkan ataupun tidak.

Dalam dua belas bab yang terdapat di buku filosofi teras ini, terdapat satu bab yang sangat menarik dan sangat berguna bagi pembaca, yaitu ajaran dikotomi kendali. Dikotomi kendali adalah sebuah materi yang menerangkan bahwa dalam hidup ini terdapat hal yang bisa kita kendalikan juga yang tidak dapat kita kendalikan. Jika kita hanya berfokus dengan sesuatu yang tidak dapat kita kendalikan maka, hidup kita tidak akan bahagia, tidak akan tentram. Akan tetapi, jika kita mengubah pola pandang kita dengan berfokus pada suatu hal yang kiranya dapat kita kendalikan maka, kebahagiaan dan ketentraman akan menyertai kehidupan kita.

Bahkan dalam ilmu filsafat stoa menjelaskan bahwa kebahagiaan sesungguhnya adalah ketika kita terbebas dari emosi negatif. Jika manusia membiarkan emosi negatif itu sampai mengendap bahkan sampai menyatu dalam dirinya, dapat berdampak rasa khawatir, cemas dang berlebihan. Karena timbulnya rasa khawatir ini biasanya disebabkan oleh orang lain dengan opini yang tidak rasional. Padahal opini orang lain adalah suatu hal yang tidak dapat kita kendalikan. Oleh karena itu, sebaiknya kita memulai untuk meredam emosi negatif dengan muali menerima hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan untuk menghindari setres.

Dari sini dapat kita ketahui bahwasanya memang, buku filosofi teras  memang berisikan ajaran filsafat dengan menggunakan gaya bahasa yang disajikan oleh penulis cukup santai sehingga dapat mudah dipahami oleh pembacanya. Selain itu buku ini disajikan sesuai dengan hal-hal yang memang dialami oleh generasi milenial saat ini. Dalam buku ini, ilustrasi yang ditampilkan sangat menarik dan isi bukunya juga didapatkan dari data survei, psikiatri, bahkan wawancara dengan praktisi media sosial.

Namun, isi dan beberapa pembahasan dari buku ini diulang-ulang sehingga dapat membuat pembaca menjadi bosan. Terlepas dari kekurangan yang dimilikinya, buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa yang ingin menjadikan hidupnya lebih tenang, terutama para generasi milenial yang sering merasa cemas. Dengan menerapkan ajaran filsafat stoa dalam keseharian kita, dapat membuat hidup lebih tenang.


*Mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari