wanita ujian bagi laki-laki

“Sore itu, Fajri dan Ujang sedang nongkrong di taman pinggir jalan kota. Fajri adalah lelaki lajang yang tak kunjung menikah, padahal usianya saat itu sudah sangat cukup. Sedangkan Ujang merupakan pengantin baru yang masih ‘hangat-hangatnya’. Sebagai sehabat karib, Ujang ingin ngobrol kepada Fajri agar segera berumah tangga. Di tengah-tengah obrolan, melintas di hadapan mereka wanita asing yang sangat cantik. Sontak obrolan keduanya ngrem mendadak, menyaksikan bidadari yang barusan lewat. “Puji Tuhan,” ujar keduanya dengan mata terbelalak dan raut wajah terperangah menyaksikan makhluk ciptaan Tuhan yang begitu indah.”

Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan, temasuk manusia, ada laki-laki dan perempuan. Keduanya diberi anugerah untuk saling suka dan cinta satu sama lain. Tanpa diajarkan, mereka berdua tetap dapat merasakan dan mencurahkan perasaan tersebut. Karena memang rasa cinta, kasih, suka, dan sayang antara laki-laki dan perempuan sudah tertanam dalam dirinya masing-masing. Inilah yang disebut sifat alamiah manusia, atau naluriahnya sebagai manusia.

Perasaan suka yang timbul terhadap lawan jenis tersebut, merupakan perasaan yang wajar dan mau tidak mau, pasti akan terjadi. Maka dari itu, perasaan suka dan cinta terhadap lawan jenis itu tidak salah, yang salah adalah bagaimana ia mengungkapkan, melampiaskan, mengutarakan perasaan tersebut. Apakah dengan cara yang benar atau salah?

Pernikahan. Islam memberikan jawaban bagaimana umatnya melampiaskan perasaan tersebut. Namun, pernikahan bukanlah final. Setelah nikah pun, akan dihadapkan dengan ujian yang tak kalah menantang. Seperti cerita dua orang sahabat di atas. Maka, Rasulullah mengajarkan bagaimana seharusnya seorang mukmin bersikap baik dan benar.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً ؛ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ ؛ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

Wanita itu menghadap ke depan terdapat gambar setan, dan menghadap ke belakang terdapat gambar setan. Maka ketika salah seorang dari kalian melihat seorang wanita, maka temuilah segera istrinya, karena sesungguhnya yang demikian itu dapat membalikkan (gejolak nafsu) di dalam dirinya. (HR Muslim no. 1403).

Hadis di atas tidak bermaksud merendahkan kaum wanita, yang seolah-olah dirinya selalu dikelilingi oleh rupa-rupa setan. Tetapi memberi tuntunan bagaimana Islam sangat mengerti hubungan perempuan dan laki-laki. Bahwa seluruh bagian tubuh perempuan dapat mengundang syahwat laki-laki dan Islam memperhatikan hal tersebut, dengan memberi rambu-rambu bagaimana seorang lelaki dan perempuan bagaimana seharusnya bersikap.

Di sisi lain, hadis di atas memberikan solusi terhadap lelaki yang punya istri. Menjawab kasus Ujang, lantas bagaimana dengan Fajri. Maka, Rasulullah juga memberikan tuntunan tentang sikap apa yang harus dilakukan bagi kaum jomblo.

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda!, siapa di antara kalian yang sanggup untuk menikah, maka menikahlah. Karena menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang belum sanggup menikah, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah benten baginya. (Muttafaq ‘Alaih)

Tidak beda dengan laki-laki, Islam juga memberikan rambu kuning kepada kaum wanita tentang tubuhnya, bahwa setiap bagian dari tubuh wanita tersebut adalah indah dan dapat menarik dan memikat laki-laki, dengan hadis berikut,

اَلْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

Wanita itu adalah aurat. Maka ketika ia keluar setan akan mempercantik dirinya (di mata laki-laki). (HR Tarmidzi no. 1176)

Demikianlah, Islam memberi tuntunan kepada manusia tentang bagaimana seharusnya sikap sepasang manusia tersebut. Islam datang bukan dengan semangat mengekang kebebasan manusia, tapi Islam datang membawa misi dan semangat rahmatan lil ‘alamin, harmonisasi semesta.


Ditulis oleh Alfahrizal, mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari