
Perubahan orientasi dan karakteristik akibat adanya kebijakan politik etis kolonial Belanda mempengaruhi kondisi sosial politik bangsa Indonesia pada saat perjuangan kemerdekaan. Perubahan itu ditandai dengan kemunculan organisasi-organisasi sosial yang lebih ditujukan untuk mengetengahkan tuntutan-tuntutan sosial dari golongan tertentu di masyarakat.
Menurut penulis, kondisi sosial politik inilah yang melatarbelakangi pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari dalam kitab Al Muqaddimah Al Qanun Al Asasi Li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’. Terutama yang berkaitan dengan tema besar persatuan. Ketika pemerintah kolonial Belanda bersikap melunak dalam mengeluarkan kebijakan dan sedikit memberi ruang kebebasan bagi rakyat Indonesia, maka sudah semestinya, rakyat bersatu untuk mengupayakan kemerdekaan melalui jalur pergerakan kooperatif diplomatik. Tidak terkecuali umat Islam Indonesia. Mereka juga harus bersatu mengupayakan kemerdekaan Indonesia.
Semangat Persatuan
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asyari penyemangat di bidang “persatuan”. Terdapat dua jenis persatuan, pertama, persatuan kebangsaan yang artinya persatuan yang dilandasi dengan kesamaan kebangsaan. Kedua, persatuan keagamaan yaitu persatuan yang dilandasi kesamaan agama. Sebenarnya, pemikiran tentang persatuan dalam kitab tersebut lebih cenderung diarahkan dalam ruang lingkup keagamaan.
Hal ini tentunya dikarenakan kitab tersebut memang hanya diperuntukkan bagi kalangan NU yang notabene merupakan organisasi keagamaan. Meski secara tersirat, pemikiran tentang persatuan kebangsaan tidak terdapat dalam kitab ini, namun jika kita melakukan penelaahan lebih dalam, kita akan menemukan bahwa yang dimaksud persatuan dalam kitab ini ialah termasuk persatuan kebangsaan dalam ruang lingkup negara.
Sebagaimana dinyatakan “manusia pasti harus bemasyarakat, bercampur dengan yang lain; sebab seorangpun tak mungkin sendirian memenuhi segala kebutuhan-kebutuhannya. Dia mau tidak mau dipaksa bermasyarakat, berkumpul yang membawa kebaikan bagi umatnya dan menolak keburukan dan ancaman bahaya dari padanya. Karena itu, persatuan, ikatan batin satu dengan yang lain, saling bantu menangani satu perkara dan seia sekata adalah merupakan penyebab kebahagiaan yang terpenting dan faktor paling kuat bagi menciptakan persaudaraan dan kasih sayang.
Persatuan tidak diikuti dengan kata yang lain. Yang artinya, kata persatuan bermakna mutlak atau dalam arti umum. Namun jika melihat efek dari persatuan berupa negara yang menjadi makmur, maju dan lain sebagainya, dapat dipahami bahwa persatuan yang dimaksud ialah persatuan kebangsaan yang dapat mengakibatkan kesuksesan dan kemajuan bangsa dan negara.
Melalui deskripsi di atas, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari mencoba untuk mengajak semua kalangan dalam umat Islam untuk bersatu dalam naungan sebuah organisasi bernama Nahdlatul Ulama’. Tak dipungkiri, dari namanya saja, organisasi ini berarti kebangkitan Ulama’. Artinya, organisasi ini bertujuan antara lain, ingin menghimpun dan membangkitkan para kiai/ulama serta kelompok-kelompoknya yang selama ini masih berdiri sendiri, tetapi telah memiliki banyak kesamaan.
Menguatkan Solidaritas Muslim
Solidaritas sesama muslim (ukhuwah Islamiyah) pada masa itu tidak hanya tumbuh di dalam negeri Indonesia, tetapi juga tumbuh hingga ke luar negeri. Bahkan solidaritas muslim tidak mengenal batas negara dan suku bangsa. Hal ini ditandai dengan seorang tokoh Islam Syaikh Mohammad El Amin El Husaini, seoang bekas mufti besar Baitul Maqoddas (Yerussalem) menjabat ketua Kongres Muslim seluruh dunia dan pindah ke Jerman telah mengetuk perdana menteri Dai Nippon Kaiso, yang dikirim melalui seseorang yang bernama tuan Oshima kedutaan besar Dai Nippon di Jerman.
Dalam surat tersebut berisi tentang permintaan akan perlunya diperhatikan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 60 Juta jiwa itu, yang sebagian besar ialah beragama Islam. Karena sudah selayaknya kalau ketua kongres muslimin seluruh dunia mengharap pada Perdana Menteri Kaiso untuk memberikan kemerdekaan umat Islam di Indonesia, walaupun butuh waktu untuk mempersiapkan kemerdekaan.
Memperkuat Persatuan Umat
Seruan Persatuan dimulai pada tahun 1930 an, terbangun atas dasar pedoman Kitab Suci al Quran dalam Surat Al Imron ayat 103 yang berbunyi: “Berpegang teguhlah pada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. Dalam hadits muslim: Al Mu’minu karrojulin waahidin inistakaa ro’suhu isytaka kulluhu wa inissytaksa yaminuhu isytakaa kulluhu “orang-orang mukmin laksana satu tubuh, jika kepalanya sakit, maka sakitlah seluruh tubuhnya, jika sakit pula matanya menderitalah seluruh tubuhnya.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Perpecahan dan konflik antara Islam tradisionalis dan Modern mengenai khilafiyah dan furu’ pada tahun 1930 bisa dikatakan mulai mereda. Mereka telah menyadarinya akan melemahnya kekuatan umat Islam dari dalam.Bahkan di suatu kesempatan besar kongres Nahdlatul Ulama di Banjarmasin tahun 1935, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asyari mengeluarkan sebuah sirkuler yang menyeru semua ulama, para undangan, peserta kongres dan masyarakat untuk mengesampingkan semua pertikaian, membuang perasaan ta’assub (fanatik) dalam berpendapat, melupakan segala cacian dan celaan, terhadap sesama serta segera menegakkan persatuan.
Usaha persatuan tersebut membuahkan hasil yang membanggakan. Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh maka akan memperoleh hasilnya. kelompok Islam modernis nampaknya juga sama-sama mendambakan persatuan. Diantara mereka merasakan keasingan sebagai umat Islam,bahkan bosan dengan pertikaian-pertikaian mengenai khilafah dan furu’ yang pada faktanyameruntuhkan kekuatan Islam dari dalam, merugikan, dan menjauhkan dari kesatuan dan persatuan umat.
Baca Juga: Implementasi Resolusi Jihad di Zaman Degradasi Adab
Syariat Islam sekalipun diterima sebagaiamana umat Islam di Indonesia akan tetapi memalingkan ikatan persatuan maka itu menjadi sia-sia, sebaliknya sekalipun umat islam di Indonesia tidak menerapkan syariat Islam tetapi rasa persatuan sesama umat itu menguat maka Islam jauh lebih sempurna jalannya.
Dalam Qanun Asasi juga beliau mempertegas pentingnya persaudaraan dan persatuan: “Amma ba’du. Sesungguhnya pertemuan dan saling mengenal persatuan dan kekompakan adalah merupakan yang tidak seorangpun yang tidak mengetahui manfaatnya.
Persatuan dan kekompakan adalah modal besar perjuangan Islam hingga diera sekarang. Bahkan karena persatuan dan kekompakan itulah pula perjuangan para rosulullah dengan para sahabat mampu membendung kekuatan kafir qurays yang secara kuantitas jauh lebih besar daripada jumlah kaum muslim pada masa itu. Unsur manfaat dan keberkahan dalam persatuan dan kekompakan menjadi senjata tersebumnyi kekuatan umat Islam. Rasulullah bersabda, Tangan Allah bersama jamaah, Apabila diantar jamaaah itu ada yang memencil sendiri maka syetan pun akan menerkamnya seperti halnya serigala menerkam kambing.
Sayyidina Ali berkata; “Kebenaran dapat menjadi lemah karena perselisihan dan perpecahan, juga kebathilan, sebaliknya dapat menjadi kuat dengan persatuan dan kekompakan”. Suatu umat bagaikan jasad lainnya. Orang-orangnya ibarat anggota tubuhnya. Setiap anggota punya tugas dan perananya. Seperti dimaklumi, manusia tidak dapat bermasyarakat bercampur dengan yang lain. Sebab, tidak seorangpun bisa sendirian memenuhi segala kebutuhan- kebutuhan. Dia mau tidak mau dipaksa bermasyarakat, berkumpul yang membawa kebaikan bagi umatnya dan menolak kebutuhan dan ancaman bahaya dari padanya. Karena itu, persatuan, ikatan batin satu dengan yang lainnya saling bantu menangani satu perkara dan seia sekata adalah merupakan penyebab kebahagiaan yang terpenting dan factor paling kuat bagi menciptakan persaudaraan dan kasih sayang.
Berapa banyak Negara-negara yang menjadi makmur, hamba-hamba menjadi pemimpin yang berkuasa, pembangunan merata, negeri-negeri menjadi maju, pemerintah ditegakkan, jala-jaan menjadi lancar, perhubungan menjadi ramai, dan masih banyak lagi manfaat-manfaat lain dari hasil persatuan yang merupakan keutamaan paling besar dan merupakan sebab dan sarana paling ampuh.”
Manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak bisa hidup tanpa keterlibatan orang lain dari kelahirannya hingga kematiannya. Itulah kenapa manusia dinamakan makhluk sosial. Manusia lalu membentuk perkumpulan-perkumpulan dan melakukan kerjasama dengan perkumpulan-perkumpulan yang lain. Mereka diikat dengan satu piagam perjanjian, baik itu berbentuk formal maupun informal guna meningkatkan kebaikan dan kebermanfaatn serta dapat mencegah ancaman bahaya baik kepada individu maupun kelompoknya.
Baca Juga: Nilai Toleransi dan Persaudaraan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari
Karena itu mempersatukan kelompok-kelompok daripada mereka merupakan unsur terkuat dalam menjaga kebersamaan, saling menghargai antar sesama. Sebab setiap manusia mempunyai hak sama baik kepada peraturan yang telah dibuatnya sendiri atau kepada hukum agamanya yang telah diyakininya semenjak manusia telah diciptakan. Dengan demikian dapat pula disaksikan berapa banyak yang mengalami kemajuan besar baik keadabannya maupun peradabannya. Begitu pula sebaliknya jika persatuan dalam suatu negara tidak bisa diselesaikan maka yang terjadi sebalknya keruntuhan negara dan kerajaan tinggal menunggu waktu saja.
Dengan demikian upaya persatuan dan kesatuan terus dilakukan. Dimana-dimana telah digalakkan, dimasjid-masjid dan dimajlis-masjlis pengajian disertakan untuk menumbuhkan sikap saling percaya antar seagama serta meninggalkan perasaan dan perilaku yang dapat memecah belah persatuan. Karya Qanun Asasi kemudian menjadi salah satu karya monumental beliau dalam meneguhkan persatuan dan karya ini menjadi pedoman penting aktifitas Nahdlatul Ulama di Indonesia atau bahkan di dunia, dengan demikian Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari disebut “tokoh pembaharu dan pemersatu dunia”.
Baca Juga: Konsep Silaturahmi KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab at-Tibyān
Penulis: Dr. Hj. Rofiatul Hosna, M.Pd
Dosen Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang