(kiri) KH. Agus Zaki Hadzik, salah satu cucu Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, sedang menceritakan kecintaan Hadratussyaikh pada Al Quran, saat bedah buku di Ma’had Aly Hayim Asy’ari Tebuireng Jombang, (21/10/2018). (Foto: Najib)

Tebuireng.Online- Bedah buku yang dilaksanakan oleh tim Penerbitan Tebuireng dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2018, kali ketiga ini bertempat di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng (21/10/18). Buku yang dibedah kali ini adalah “Tafsir Pemikiran Kebangsaan dan Keislaman Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari”,  yang ditulis oleh Lathiful Khuluq, dengan dua pembanding yaitu KH. Agus Zaki Hadzik dan KH. Musta’in Syafi’i, serta dimoderatori oleh Ustadz Ahmad Roziqi.

KH. Agus Zaki Hadzik, sebagai pembanding memulai dengan pemaparan mengenai tafsir kebangsaan. “Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah ikut berjuang secara fisik, tidak ikut perang, tetapi beliau turut memberikan sumbangsih. Yang pertama baliau adalah ahli strategi yang membentuk Laskar Hizbullah untuk berjuang di medan perang. Yang kedua melalui pikiran yang beliau instruksikan. Menjadi demikian, karena pada tahun 1945, Hadratussyaikh telah berusia 73 tahun yang mana sudah tidak mampu untuk mengikuti perang,” ungkap cucu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari ini.

Menurutnya, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari adalah sosok yang sangat cinta terhadap Al Quran. Hampir semua menantu beliau yang menikah ketika beliau masih hidup, semuanya ahli Al Quran.

“Salah satu tanda bahwa Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari sangat cinta kepada Al Quran ialah ketika setiap ada tamu beliau bertanya kepada anak-anak kecil, “Sudah bisa baca Al-Quran atau belum? Jika sudah bisa, maka beliau memberinya uang sebagai bentuk penghargaan karena menghormati Al Quran,” jelas Gus Zaki.

Maka, lanjut Gus Zaki tidak bisa disamakan dengan zaman sekarang yang serba instan dan waktu singkat dalam pembelajaran dibandingkan dengan zaman dulu yang hanya belajar al-Fatihah saja membutuhkan waktu lama. Karena filosofi dari belajar di zaman sekarang mengandung unsur dari tidak bisa menjadi bisa.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Sementara belajar dengan waktu yang lama dan hanya fokus satu materi, selain mengandung unsur dari tidak bisa menjadi bisa, ia juga menjadi suka. Jika sudah suka,  maka akan mudah untuk selanjutnya,” imbuhnya.

Diceritakan bahwa suatu ketika Hadratussyaikh sangat terenyuh ketika berkunjung ke rumah sahabatnya, yaitu KH. Abdussalam didapati tengah mengajari anak-anak kecil mengaji,  karena saat remaja beliau bercita-cita untuk menjadi guru ngaji anak-anak kecil, namun belum berkesempatan dan terealisasi oleh sahabatnya sendiri.

“Selain itu, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari membangun semangat keislaman dengan jiwa yang teguh, keras terhadap dirinya, namun lemah lembut terhadap orang lain. Dari segi keislaman,  tentu tidak perlu diragukan lagi,” pungkas Gus Zaki.


Pewarta: Rafiqatul Anisah

Editor/Publisher: RZ