Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menyebutkan beberapa hasil survei terkait pendidikan di Indonesia kepada peserta Halaqoh Aswaja, dalam rangka memperingati Harlah ke-96 NU dan Harlah ke-67 Pergunu Jatim, di Pesantren Tebuireng, Sabtu (23/3). (Foto: Amin Zein)

Tebuireng.online– Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menyebutkan bahwa manusia merupakan unsur terpenting dalam membangun suatu bangsa. Hal ini disampaikan dalam acara Halaqoh Aswaja dan Bedah Kitab Ta’lim wa al-Muta’allim karya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, yang diselenggarakan oleh Persatuan Guru Nahdhatul Ulama (Pergunu) Jawa Timur dan Pusat Kajian Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, di Pesantren Tebuireng, Sabtu (23/3).

“Hakikat sesungguhnya suatu bangsa adalah manusia yang membentuk bangsa itu, untuk bisa maju maka menurut lagu Indonesia Raya kan ‘Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya’, tanpa membangun tubuh dan jiwa manusia Indonesia, mustahil kita bisa menembus bonus demografi, mewujudkan Indonesia emas tahun 2045,” ungkap cucu Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari ini.

Untuk membangun kedua unsur itu (badan & jiwa), lanjut Gus Sholah tentunya pendidikanlah yang memiliki peran terbesar, “dalam hal itu, Indonesia menghadapi masalah yang sangat besar. Saya banyak sekali membaca tentang masalah-masalah pendidikan di Indonesia. Bahkan ada sebuah tulisan yang judulnya itu ‘Gawat Darurat Pendidikan Indonesia’. Berarti betapa daruratnya pendidikan kita?” papar Gus Sholah dengan tegas.

Adik Gus Dur ini kemudian memaparkan bahwa pendidikan Indonesia banyak tertinggal dari negara-negara maju. Bahkan di Asia tenggara sendiri, kualitas pendidikan Indonesia berada di bawah negara Singapura, Malaysia, Vietnam, China, Singapura, dan Filiphina.

“Banyak yang mengatakan termasuk  menteri keuangan, bahwa peningkatan anggaran untuk pendidikan dari tahun 2010, tidak diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan. Saya setuju jika dikatakan bahwa anggaran habis hanya untuk gaji pegawai, perjalanan dinas, dan rapat-rapat,” imbuh Gus Sholah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Rektor Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng ini menekankan  bahwa harusnya anggaran yang ada, dialokasikan untuk peningkatan mutu dan kesejahteraan guru, sebab itulah penyebab utama masalah yang kita hadapi, “masalah utama pendidikan adalah rendahnya mutu guru dan kesejahteraan guru,” tuturnya.

Gus Sholah banyak memaparkan tentang hasil survei dan penelitian yang menunjukkan tentang rendah kualitas pendidikan di Indonesia, baik dari sisi siswa maupun guru, diantaranya; Salah satu hasil penelitian kemampuan Matematika siswa di 13 provinsi menunjukkan bahwa, kemampuan Matematika siswa masih jauh dari standar kemampuan Matematika yang seharusnya. Hanya 11% dari siswa SMA, Aliyah dan SMK yang mampu menjawab soal Matematika yang harusnya diperuntukkan anak kelas 4 SD.

Hasil Uji kompetensi menunjukkan bahwa kualitas guru kita sangat memperihatinkan. Diantaranya penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa penguasaan bahasa dan persepsi 140.000 guru bahasa Indonesia dan 140.000 guru bahasa Inggris di Palembang, Jogja, Sleman dan Surabaya masih jauh dari memuaskan. Hampir separuh dari sampel guru bahasa Indonesia yang tidak bisa mengurai esai 3 paragraf  sesuai bahasa yang benar, “itu guru bukan murid, bahkan banyak guru yang belum bisa mengurai arti kata paragraf,” tambah Gus Sholah.   

Pada 2018 Pesantren Tebuireng memasang iklan mencari guru untuk ditempatkan di SMP Sains yang baru saja dibangun. Jumlah pendaftar 120 orang, yang ikut tes 180 sekian. Ketika pihak pesantren memasang standar nilai 80, tidak ada satupun peserta yang lolos, kemudian standar nilai dirubah menjadi 70, tetap  tidak ada yang lolos, dan dirubah ke 60, yang lulus hanya 10 orang.

“Kami kira ini bukan realita yang hanya terjadi di Tebuireng, melainkan merata seara nasional,” ungkapnya.

Tahun 68, survei menunjukkan beberapa provinsi kekurangan guru, dan beberapa provinsi kelebihan guru, dan sampai sekarang pun, setelah 50 tahun kemudian tetap sama, “terus bagaimana caranya agar 50 tahun ke depan kualitas pendidikan kita lebih baik? Inilah yang harus kita  jawab bersama,” tegas Gus Sholah.

Gus Sholah menjelaskan bahwa pendidikan memiliki 3 aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurutnya, pendidikan kita terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif atau pengajaran. Walaupun demikian seperti yang sudah dijelaskan diatas pencapaian di bidang pengajaran umumnya sangat rendah.

“Lantas bagaimana dengan aspek afektif di negara kita?. Beginilah aspek afektif dimulai sejak kecil oleh para orang tua.  Guru membantu pembinaan oleh para orang tua, kini kita melihat bahwa minat masyarakat pada pesantren meningkat,” ungkapnya.

Gus Sholah menjelaskan, bahwa keunggulan pesantren ialah 24 jam di pondok. Karenanya Pesantren Tebuireng mulai tahun 2016 mengadakan pusat pelatihan pembinaan bagi para calon pembina kamar (atau biasa disebut pengurus di pesantren lain) selama 4 bulan, dengan rincian satu bulan magang di pesantren luar. “Mudah-mudahan Pergunu bisa memberikan pelatihan yang baik bagi para anggotanya dan kami merasa sangat senang jika bisa melakukan kerjasama antara Tebuireng dengan Pergunu, karena kami sering melakukan pelatihan bagi para guru,” pungkas Pengasuh Pesantren Tebuireng ini.

Pewarta: Nailia Maghfiroh
Publisher: RZ