KH. Salahuddin Wahid saat menjado pembicara dalam SIlaturahmi Gubernur Riau dan Forum Komunitas Pondok Pesantren (FKKP) Riau di Kediaman Gubernur Riau di Jalan DIponegoro Pekanbaru pada Sabtu (05/08/2017). (Foto: Mujib)

Tebuireng.online— Pekanbaru Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Riau bersama Pemerintahan Provinsi Riau mengadakan silaturrahmi bersama Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) di kediaman Gubernur Riau Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, M.B.A. atau Andi Rachman di Jalan Diponegoro pada Sabtu (05/08/2017).

Dalam acara ini dihadiri juga dihadiri oleh Wagub Whan Thamrin Hasyim, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Riau, Drs. H. Mahyudin, MA, Ketua Badan Wakaf dan Zakat Provinsi Riau, Drs.Tarmizi Tohor, Ketua FKPP Riau, Prof. DR. KH. Akhmad Mujahidin, MA., dan seluruh anggota FKPP se-Provinsi Riau.

Dalam pertemuan ini, Gus Sholah memaparkan beberapa prestasi ulama dan pesantrennya di Indonesia. Gus Sholah menjelaskan bahwa ulama Indonesia terdahulu bisa menyebarkan slam di Indonesia dengan cara yang baik dengan memanfaatkan media dan budaya yang ada, sehingga Islam di Indonesia menjadi Islam yang rahmatan lil alamin.

Cara tersebut, sukses menjadikan Islam di Indonesia sebagai Islam yang lebih baik dari pada di negara-negara lain, yaitu Islam yang bisa hidup berdampingan dengan agama lain meskipun akhir-akhir ini ada kelompok-kelompok kecil yang mengganggu kestabilan itu. “Namun meskipun kecil harus kita waspadai bersama agar prestasi yang sudah kita capai di negara kita ini tidak seperti negara lain,” ungkap Gus Sholah.

Selain itu Gus Sholah juga menjelaskan, pendidikan pesantren itu merupakan model pendidikan yang tertua di Indonesia yang sudah dimulai sejak tahun 1740 di Pesantren Sidogiri, sedangkan sekolah model Belanda baru dikenal pada tahun 1840-an. Sekolah Belanda inilah sebagai cikal bakal pendidikan formal sekarang ini.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Selanjutnya Gus Sholah memaparkan, baru pada tahun 1940-an metode pembelajaran di pesantren mulai bervariasi, ada yang masih tetap memakai metode bandongan-sorogan dan ada yang membuka madrasah-madrasah yang pembelajarannya dengan cara klasikal. Tentunya setiap pesantren memiliki kriteria pendidikan yang berbeda-beda, ada yang kurikulumnya hanya agama saja, atau ada yang paduan antara agama dan umum.

“Tentunya ini tidak ada masalah karena sama-sama ilmunya Allah. Yang terpenting adalah niatnya jika ilmu umum dengan niat memajukan manusia, mensejahterakan manusia tentunya juga akan menjadi amal yang ukhrawi,” terang cucu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari itu.

Pesantren sekarang ini, lanjut beliau, juga sudah bisa menjawab tantangan zaman. Beliau memberikan contoh Pesantren Sidogiri yang sudah memiliki 200 cabang Bait al-Maal wa at-Tamwil (BMT) di seluruh Indonesia dengan omset belasan trilyun. “Ini merupakan contoh yang bagus bagi pesantren yang mampu menghadapi tantangan zaman. Dan tentunya pesantren pesantren lain mampu membuat potensi potensi yang dimiliki agar nantinya pesantren bisa mandiri secara ekonomi,” tambah beliau.

Menurut Gus Sholah, prestasi ketiga ulama dan pesantren adalah fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang bisa membuat semangat tentara dan masyarakat yang tentunya dengan fatwa itulah Indonesia bisa mempertahankan kemerdekaannya.

Setelah sambutan Gus Sholah selesai acara tersebut diakhiri dengan doa yang dibacakan oleh KH. Mursyid Pengasuh Pondok Pesantren Khoirul Umah Indragiri Hulu. Acara berakhir pada pukul 22.00 WIB dan dilanjutkan dengan ramah tamah. Hari ini (06/08/2017) Gus Sholah akan melanjutkan agenda peninjauan tanah Wakaf di Riau.


Pewarta:            Mujib Qodar

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin