Siswa hingga Mahasiswa di lingkungan Pesantren Tebuireng ikuti seminar kepenulisan yang diadakan oleh HMP PBSI Unhasy, Rabu (30/8). (foto: ist)

Tebuireng.online—Rendahnya tingkat literasi bangsa Indonesia menjadi salah satu PR besar bagi pesantren sebagai lembaga keilmuan dan lembaga yang melahirkan banyak penulis, terutama bagaimana peran santri di dalamnya. Hal tersebut disampaikan oleh Redaktur Tebuireng Online, Rara Zarary dalam forum pelatihan kepenulisan yang diinisiasi oleh Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unhasy, Jombang.

Forum ilmiah yang mengangkat tema ‘Menumbuhkan Minat Literasi dalam Mencetak Generasi Bangsa yang Intelektual’ ini berlangsung khidmat dan lancar di auditorium Museum Islam Indonesia Haysim Asy’ari (Minha), Tebuireng Jombang pada Rabu (30/8/2023).

Pada kesempatan itu, pemateri tunggal yang merupakan alumnus Pondok Pesantren An-Nuqayah itu mengajak peserta seminar yang terdiri dari siswa hingga mahasiswa untuk membiasakan diri dekat dengan membaca dan menulis.

“Paling tidak kita mampu mengimplementasikan tiga hal di bidang literasi, seperti membaca, menulis, dan diskusi. Tiga hal ini bisa saling membantu, menguatkan,” ungkapnya pada puluhan peserta.

Selain menjadikan kebiasaan baik, proses membaca dan menulis katanya juga bisa dilakukan sebagai salah satu terapi dalam kehidupan sehari-hari.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Membaca atau menulis juga bisa menjadi terapi. Bagi teman-teman yang bosan, stres, gelisah, ingin menyampaikan gagasan dan banyak hal, bisa memanfaatkan media menulis dan membaca sebagai obat,” ungkapnya.

Foto bersama antara peserta, panitia dan pemateri seminar kepenulisan.

Materi tentang kepenulisan dan fungsi merawat atau membudayakan literasi itu disambut antusias oleh peserta dengan mengajukan beberapa pertanyaan, salah satunya bagaimana bersaing di era teknologi, memunculkan ide, hingga bagaimana cara untuk percaya terhadap diri sediri dalam mengeksplor kreativitas.

“Jangan minder, percayalah setiap tulisan akan menemukan jodoh pembacanya. Tetaplah membaca dan menulis semampu kita, tidak perlu menyaingi orang lain yang hanya akan membuat kita down. Boleh punya idola, tapi jangan jadikan standart hidup kita,” ungkapnya memberi motivasi pada beberapa peserta yang kesulitan dan merasa kurang berani untuk mulai menulis.

Di sesi terakhir, perempuan yang saat ini berada di meja editor website Pesantren Tebuireng itu mengajak peserta untuk tidak hanya menjadi pembaca, namun bergerak menjadi penulis.

“Jangan hanya jadi pembaca, mari menulis. Jangan cuma jadi penonton, mari jadi pemeran,” tutupnya mengakhiri sesi seminar kepenulisan siang itu.

Pewarta: Nuril Zulfa