
Oleh: Abror Rosyidin*
Sebelum Fajar menyingsing
aku membuka mata, menepi
melihat indahnya sepasang bola mata
ditemani cicak yang mencecak
dan ayam berkokok
Dalam sepi Ia menata sajadah menggulung selimut putih
menengadah kepada Yang Maha Menyelimuti
Setapak menapaki jalan ke depan
curam menekuni sepanjang hari
dari mega merah kepada langit yang menghujam
Hingga kembali bertemu matahari menghilang terbenam atas kerelaan penuh,
haturan syukur tersulam di sepertiga malam
Ikrar suci atas anjuran kekasih Tuhan
telah diutarakan dengan keringat bercucuran
diudarakan doa demi doa,
sakral nan mengharukan menjemput cinta yang lama terpendam di bawah bui keterkungkungan
Hingga disambut nada pujian terlantun indah nian
Hari-hari seumur jagung,
bersambung nada-nada syahdu,
memutar tasbih menyambut ketenangan kalbu
Syahdan, rasanya tak mau pergi dari genggaman sendu
teruslah menjadi tali pengikat rasa rindu,
bilamana nanti telah kembali pada dzat pemberi rindu.
*Santri Tebuireng.