tebuireng.online— Lima Dasar Pesantren Tebuireng harus diyakini dan diamalkan oleh Keluarga Besar Pesantren Tebuireng dan para pengikut Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Lima Dasar tersebut adalah Jujur, Ikhlas, Tanggung jawab, Kerja Keras, dan Toleran. Satu-satu persatu dari lima tersebut akan dikupas dalam Diklat Kader Pesantren Tebuireng angkatan kedua.
Hari ini (22/09/2016) para peserta mendapatkan materi “Nilai Keikhlasan” yang disampaika oleh motivator internasional dan Pendiri Katahati Institute, Erbe Sentanu. Penulis buku “Quantum Ikhlas“ tersebut memberikan pelatihan kepada peserta untuk bisa membalik semua masalah menjadi proyek yang dicarikan solusi, bukan dipikir dan menjadi beban, mengganti logika otak menjadi logika hati.
Menurut Pak Nunu, panggilan akrab beliau, manusia harus membuat program besar dalam hidup dengan Brainwave Management (sadar pikir), Heartwave Management (sadar rasa), Goal Praying Softwere (sadar niat). Teori yang Pak Nunu temukan ini dinamakan Teknohati. Selain menjadi penutur beragam teori sukses, Pak Nunu juga adalah spiritual motivation dan personal transformation coach yang mengutamakan intuisi, kata hati, dan direct experience.
Di dalam konsep sadar pikir menggunakan empat jenis gelombang otak yaitu Beta yang menggerakkan otak kiri, logika, prasangka, dan cepat stress, Alpha yang menggerakkan otak kanan khusuk, ikhlas, tenang, dan menimbulkan rasa senang, Theta dapat menumbuhkan kreatifitas, intuisi, hidayah, dan mimpi, serta Delta yang dapat membaut orang tidur lelap tanpa mimpi.
Dalam sesi kedua, peserta diajak untuk latihan melakukan praktek mengolah kesadaan pikir dengan melakukan duduk yang nyaman, bisa di atas kursi atau duduk bersila, menutut mata, fokus pada telinga, dan pelan-pelan dengan dipandu musik gelombang Alpha-Theta. Secara perlahan peserta diarahkan untuk mengingat semua masalah dan mengikhlaskan pikiran dan perasaan.
Pada sesi ketiga, peserta melakukan praktek kembali sebagai lanjutan dari praktek sebelumnya. Bedanya, pada sesi kedua, peseta diminta menggenggam kayu sebagai simbol permasalahan yang dihadapi. Peserta harus menggenggamnya erat, dengan mendengarkan musik bergelombang sama, tetapi berbeda irama dan duduk seperti sesi pertama. Dalam praktek kedua ini, peserta diarahkan untuk mengingat kembali masalahnya, fokus pada rasa, mengakui, mengizinkan dan merelakan masalah itu dibuang. Ketika sudah rela, maka peserta harus membuang kayu tersebut sebagai simbol mereka sudah merelakan masalah itu dibuang dan dibalik menjadi solusi.
“Kesadaran bisa mengubah energi menjadi sesuatu yang nyata,” ungkap anggota Computing Research Group dan Heartmath Institute di Amerika Serikat itu. Terakhir Pak Erbe Sentanu mengataka bahwa generasi muda harus menghilangkan sikap-sikap alay, yaitu lebay, lalai, dan abai yang dapat menimbulkan pesimistis, lemah, pikiran buruk, dan tidak percaya diri. Materi ditutup pada pukul 14.30 WIB dengan foto bersama. (Abror)