Tebuireng.online– Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak hadir dalam acara launching dan bedah buku “Gus Sholah Kembali ke Pesantren” pada Jumat (13/3/20)di hotel Santika Surabaya. Pada kesempatan memperingati 40 hari wafatnya Gus Sholah itu, Emil menceritakan beberapa peristiwa yang dialaminya bersama almarhum. Terutama sebelum Emil terjun di dunia politik. Dalam ceritanya, Emil diajak sowan oleh ayahnya kepada seseorang yang merupakan temannya, seseorang tersebut ternyata Gus Sholah.
“Dari situ saya melihat bahwa sosok Gus Solah adalah sosok teknokrat. Lulusan perguruan tinggi terbaik di Indonesia di bidang keinsinyuran. Dan saat bertemu beliau memang terpancar betul teknokratnya,” ungkap Wakil Gubernur Jatim yang mengakui kefasihan Gus Sholah dalam banyak bidang.
Menurutnya, Gus Sholah merupakan seseorang yang juga mendapat reputasi politik, beliau pernah menjadi Cawapres pada tahun 2004. Gus Sholah memiliki kompetensi di dunia politik sangat baik.
Saat ke pesantren, Emil Dardak melihat Gus Sholah sebagai sosok yang punya semangat besar bahwa pondok pesantren ini juga bisa menjadi tempat untuk membekali ilmu-ilmu yang tentunya berpacu dengan perkembangan zaman. Suami Arumi Bachsin itu menceritakan kedekatannya dengan Gus Sholah setelah menemani bu Khofifah menjadi Gubernur Jatim.
“Beliau mempunyai insting yang tajam mengenai politik, tapi juga punya idealisme-idealisme yang tinggi mengenai bagaimana beliau ingin melihat Jawa Timur dan NU. Ada yang mengatakan bahwa Jawa Timur ini tidak bisa dipisahkan dengan NU, bukan NU tidak dapat dipisahkan dengan Jawa Timur,” tegasnya.
Emil menyampaikan kesannya terhadap Gus Sholah dan keluarga, bahwa dimana saja berkiprah, Gus Sholah menerapkan bagaimana caranya menjadi orang baik, bukan paling pintar, paling lihai. Gus Sholah mengajarkan bagaimana bisa selalu memiliki idealisme kebaikan.
“Keinginan beliau dan keyakinan bahwa apapun hasilnya di dunia ini, selama kita sudah menjaga kebaikan insyaAllah hati kita akan selalu tenang, dan inilah yang mudah-mudahan bisa menjadi semangat kita terus,” ungkapnya.
Gus Sholah memberikan semangat sebagai sosok yang memiliki rasionalitas tinggi. Meski memiliki tanggung jawab di Jakarta, Gus Sholah tetap memperhatikan Pesantren Tebuireng. Bukan hanya itu saja, Gus Sholah juga memiliki dedikasi yang sangat tinggi untuk Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng (Unhasy), bahwa Gus Sholah bukan mengambil jalur kiiai, tetapi teknokrat.
Menurutnya, Gus Sholah mengasuh tidak harus jadi yang paling tahu tetapi harus membuka cakrawala paling luas. Ini dapat dilihat dari karya yang dibuat Gus Sholah melalui entrepreneur, film, kesastraan seperti buku dan lain sebagainya.
“Sebelum Gus Sholah meninggal beliau menekankan, salah satu yang ingin dituntaskan, memikirkan bangunan gedung Rektorat untuk Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy). Dedikasi dan komitmen Gus Sholah terlihat jelas membawa beliau kembali kepada pesantren,” terangnya.
Pesantren bukan suatu entitas yang musiman, pesantren harus mengakar di masyarakat tetapi tidak terbawa oleh arus masyarakat. Mengendalikan masyarakat serta perkembangan yang ada di masyarakat. “Sebagai tempat pendidikan, epicentrum ikut serta mendorong dari 1 (one) pesantren, 1 (one) prodak. Bukan berarti ekonomi yang lebih ke pesantren, tetapi justru pesantren ini relevan,” paparnya.
Di akhir sambutannya, Emil Dardak meminta hadirin berdoa bersama untuk Gus Sholah, kemudian diakhiri dengan pembukaan acara launching dan bedah buku serta penyerahan simbolis buku “Gus Sholah Kembali ke Pesantren” dari pihak panitia kepada Wakil Gubernur Jawa Timur.
Pewarta: Umdatul Fadilah