Lelaki di tengah hujan.

Oleh: Lian*

Hidup selalu mengajarkan kita tentang banyak hal seperti bersyukur, mengikhlaskan, berbagi, dan masih banyak lainnya. Seseorang pernah berkata kepadaku “people come and go”  kalimat yang selalu kuingat beberapa tahun terakhir ini, kalimat itu mengajarkan untuk aku selalu bersyukur sekaligus mengikhlaskan. Terkadang Tuhan mempertemukan seseorang bukan untuk saling memiliki, melainkan untuk belajar dan menghargai sebuah pertemuan dan perpisahan.

Aku masih ingat betul saat-saat itu, dimana suara hujan menenangkan di malam hari, dan bayangannya masih selalu menghantuiku. Jika dia berpikir aku telah bahagia di sini, maka dia salah. Aku selalu menahan air mata agar tidak membasahi pipiku setiap aku mengingatnya, hatiku masih sakit  setiap kali aku melihatnya bersama yang lain. Barangkali itu definisi bahwa aku belum ikhlas melepas.

Malam itu di cafe Bunga, aku menanti kehadirannya, aku memesan 2 kopi kesukaan kami berdua, dan tidak lama dia datang dengan menggunakan jaket hitam kesukaan dan kaos putih polosnya dan tak lupa dengan celana jeans selutut yang selalu dia pakai, baginya kostum begitu membuat nyaman.

“hai cantikku, sudah lama menunggu ya?” sapanya sembari melemparkan senyum yang hangat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“enggak lama kok, ini kopinya masih panas, duduk sini,” sahutku sambil mempersilahkan lelaki itu duduk.

“so? Kita mau bicarakan apa nih?” tanyanya dengan nada yang antusias dan tak lupa dengan senyumnya yang manis

“hubungan kita sampai sini aja ya?” kataku dengan nada yang begitu yakin.

Mendengar perkataanku senyum yang menghiasi wajahnya itupun menghilang dan digantikan oleh tatapan tajam dan wajah yang datar, lalu dia menundukkan kepalanya seperti menahan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya.

“Vin? kamu nggak apa-apa kan?” tanyaku dengan nada yang sedikit cemas karna melihat reaksi dia yang seperti itu.

“aku tidak baik-baik saja,” ucapnya sambil mengangkat kepalanya dan menatapku dengan tajam.

“maafin aku ya Vin, aku tau ini berat, tapi ini pilihan yang terbaik bagi kita berdua, aku tau soal wanita yang mau dijodohkan denganmu, aku juga tahu kamu menungguku untuk mengatakan hal ini. Maaf karna aku telat mengetahuinya. ” ucapku untuk menyakinkan Vino.

“aku bisa pindah agama demi kamu, aku bisa batalin semuanya demi kamu, aku bisa tinggalin semuanya demi kamu,” sahutnya dengan nada yang bergetar dan mencoba nahan air matanya.

“Vin.. jangan tinggalkan siapapun demi aku, kamu masih punya mamimu, adekmu yang sangat menyayangimu. Bayangkan bagaimana perasaan mereka jika tau kamu mau meninggalkan mereka demi aku? dan Wanita itu juga punya perasaan Vin, dia bakal sakit hati kalo kamu tinggalin gitu aja. Dia sayang banget sama kamu,” ujarku yang juga menahan air mata.

“lalu bagaimana dengan dirimu Ra?” sahut Vino, dia masih memikirkan perasaanku.

“aku akan baik-baik saja, aku akan bahagia dengan sendirinya nanti, dan aku akan mendapatkan lelaki yang baik suatu saat nanti,” ucapku yang lagi-lagi menahan air mata agar tidak jatuh.

“kamu tau Ra? Aku bener-bener sayang sama kamu, kamu yang sudah merubah hidupku untuk menjadi manusia yang lebih baik seperti sekarang. Kata-katamu selalu menjadi penyemangat dan penguat ku ra.. aku tau hal ini akan terjadi, dimana kamu menginginkan ini semua berakhir. Makasih sudah mau menerimaku waktu itu, aku tau itu keputusan terberaatmu saat itu. Bolehkah aku meminta satu permohonan ke kamu, Ra?” Ucap vino dengan nada yang masih bergetar.

“boleh, permohonan apa?” tanyaku dengan heran.

“minggu depan temui aku di sini lagi ya? Di jam yang sama seperti saat ini.” Ujarnya. Lalu dia pergi meninggalkanku yang masih menahan perasaan ini semuanya.

*****

Setelah kejadian di cafe itu aku tak lagi melihat sosoknya yang selalu menunggu di pagar untuk menjemputku setelah seharian bekerja, dan aku tak mendapatkan satupun notifikasi darinya, yang biasanya dia selalu bercerita dan mengabariku lewat chat. Dia benar benar menghilang saat itu. Semuanya terasa kosong dan sepi, andai dia tau aku sangat merindukan dia.

Satu minggu kemudian akhirnya hari yang ditunggu datang, aku berangakat ke cafe itu untuk menemuinya. Di meja ujung aku melihatnya sedang duduk dan meminum kopinya, entah kenapa aku merasa bahagia saat melihatnya lagi, aku segera menghampirinya dan menyapanya.

“hai Vin, apa kabar?” sapaku dengan penuh bahagia.

“baik kok Ra. Kamu sendiri gimana kabarnya?” jawabnya.

“aku alhamdulillah baik…” balasku.

Hari itu Vino terlihat begitu aneh, Vino yang aku kenal selalu tersenyum ramah dan hangat. Hari ini dia terlihat begitu berantakan, rambut yang terlihat acak-acakan yang dirapikan sealakadarnya, baju yang juga berantakan, aku melihat dia makin kurus dengan tulang pipi yang terlihat jelas dan matanya yang sayup. Aku berpikir apakah dia semenderita itu? Aku sebenarnya khawatir dengan keadaannya.

“Ra, kalau aku menikah dengan orang lain kamu akan gimana?” ucapnya sambil menatapku sayup.

“aku akan ikut bahagia dan aku akan mendoakan kamu agar kamu selalu bahagia,” sahutku.

“Ra, apa kita beneran nggak bisa sama-sama lagi? Aku masih berharap kita masih bisa bersama untuk waktu yang lebih lama lagi,” tanya vino dengan nada lirih.

“Vin, cobalah untuk bisa menerima faktanya, aku yakin kalo kamu bisa menerima faktanya kamu akan bahagia,” ucapku.

“apa kamu sudah bahagia, Ra?” tanya lirih.

“iya, aku bahagia dengan semuanya, jadi kamu harus ikut Bahagia. Bahagia tidak harus memiliki, Vin,” ucapku.

“Ra, hari ini aku pergi kegereja dan menemui pasthur, dia teman almarhum papi ku dan aku sudah menganggapnya seperti papiku sendiri, aku bercerita semuanya dan dia bilang  people come and go manusia itu datang dan pergi, aku akan pergi Ra. Bersama dia. Kamu  akan baik baik saja kan?” tanya Vino dengan nada bergetar.

Aku hanya bisa mengangguk untuk menjawabnya, Entah  kenapa aku tidak bisa berkata-kata lagi, rasanya sakit dan  sesak didada,  aku hanya ingin pulang dan menangis saat itu juga. Aku tidak  bisa mendengarkan perkataan dia lebih jelas lagi karna aku sudah nggak sanggup. Malam itu terasa Panjang saat Bersama dia.

“jaga dirimu baik-baik ya, aku yakin kamu akan menemukan orang yang jauh lebih baik dariku, aku pamit ya” Kalimat terakhir yang dia ucapkan sebelum dia benar benar meninggalkanku.

Aku tidak tau kabar dia yang sekarang, tapi terakhir yang aku tahu keadaannya adalah saat dia baru pulih dari tipesnya, iya tepat 3 hari setelah kita berbetemu di cafe Bunga itu.

*Mahasiswa KPI Unhasy.