Dr. Mohamad Anang Firdaus bersama rekannya foto bersama usai acara penutupan Daurah. (dok. pribadi)

Tebuireng.online—  Salah satu kiai muda Tebuireng, Dr. Mohamad Anang Firdaus, yang juga merupakan Dosen Mahad Aly Hasyim Asy’ari tengah menjalani Program Daurah Makhtutat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Program tersebut diadakan di Ma’had al-Makhtutat al-‘Arabiyah di Universitas Liga Arab (al-Dual al-‘Arabiyah), Mesir, yang memberikan kesempatan langka bagi para peserta untuk mempelajari ilmu makhtutat, ilmu tahqiq teks Arab, serta ilmu bibliografi dan indeksasi.

Dr. Anang merupakan salah satu dari 20 kiai muda yang terpilih mengikuti program ini, yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Aceh, Riau, Lampung, Bandung, Wonosobo, Kendal, Jombang, Jember, Banyuwangi, Probolinggo, dan Kalimantan Barat.

Program Daurah ini bertujuan untuk mendalami kajian Turats Arab, ilmu yang sangat penting bagi kalangan pesantren di Indonesia. Indonesia sendiri, berdasarkan database, tercatat sebagai negara dengan koleksi manuskrip terbanyak di dunia, masuk dalam 20 negara teratas.

“Alhamdulillah, semua perjalanan saya difasilitasi oleh Kemenag, mulai dari perjalanan lokal hingga internasional, dan didukung penuh oleh Pesantren Tebuireng serta Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng,” ungkap Direktur Media Tebuireng Media Group itu, menceritakan pengalamannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Penulis buku Kiai Sufi itu melanjutkan, “sesampainya di Mesir, saya sangat takjub dengan Mesir. 11-12 jam perjalanan pesawat tak terasa lelah karena saking senangnya. Sampai saya punya kerentek, sujud pertama saya di tanah Kinanah harus di Jami’ Al-Azhar. Alhamdulillah kesampaian.” Ia menceritakan bagaimana perjalanan spiritual dan intelektualnya di Mesir sangat berkesan, termasuk saat ia mengikuti khutbah di Jami’ Al-Azhar yang materi khutbahnya sangat cocok dengan apa yang ingin ia tulis.

Program Daurah Makhtutat ini juga tidak hanya memberikan pelatihan teori, tetapi juga praktik tahqiq dan ta’liq manuskrip Arab. Dr. Anang dan peserta lainnya diminta untuk mempraktikkan tahqiq, yakni penelitian dan otentifikasi teks-teks Arab klasik. Program ini juga memiliki misi untuk memperkenalkan khazanah pesantren di dunia Islam dan menghubungkan para pengkaji Indonesia dengan para pakar tahqiq dunia.

Ustadz Anang saat mengikuti pembukaan daurah.

Selama di Mesir, Pengkaji Studi Keislaman itu merasa sangat bersyukur bisa belajar langsung dengan para pakar, termasuk Dr. Ahmad Athiyah, pakar tahqiq dari Museum Makhtutat di Perpustakaan Iskandariyah, yang menawarkan kesempatan untuk berdiskusi tentang makhtutat.

“Saya ingin sekali bisa berbagi ilmu tahqiq kepada teman-teman di Indonesia. Semoga dimudahkan oleh Allah, dan saya sangat bersyukur bisa mendapat kesempatan ini,” ujarnya.

Dr. Anang juga mengungkapkan pengalaman berziarah yang sangat berkesan selama di Mesir, termasuk ke makam ulama besar seperti al-Syafi’i, al-Suyuthi, dan al-Izz Ibn Abdissalam.

“Ada kiai di kamar saya yang kebetulan membeli kitab Qawaid al-Ahkam, karya Sultan al-Ulama al-Izz Ibn Abdissalam, yang saya cari. Padahal, siangnya saya baru saja berziarah ke makam beliau. Itu semua seperti takdir yang sangat indah,” ungkapnya dengan penuh haru.

Dr. Anang mengakhiri cerita pengalamannya dengan sebuah pesan inspirati, “setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Allah memiliki seribu cara untuk mewujudkan impian orang yang berusaha dan berdoa. Saya merasa sangat diberkahi bisa mendapatkan kesempatan ini dan semoga bisa berbagi ilmu ini kepada teman-teman di Indonesia.”

Dengan mengikuti Program Daurah Makhtutat ini, Dr. Anang berharap dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan kajian Turats Arab di Indonesia, sekaligus memperkenalkan khazanah pesantren yang kaya akan ilmu pengetahuan kepada dunia Islam.



Pewarta: Albii