tebuireng.online— Abdullah Wong kembali meluncurkan novelnya yang kedua, setelah sebelumnya sukses dengan novel pertamanya “Mada”. Novel Keduanya “Mata Penakluk, Manakib Abdurahman Wahid”, didiskusikan untuk pertama kalinya sejak diterbitkan, di Pesantren Tebuireng Jombang kemarin Jum’at siang (27/03) di Gedung Yusuf Hasyim lantai 2.

Diskusi novel ini adalah awal dari tournya ke Jawa Timur untuk memperkenalkan novel keduanya tersebut. Selain Abdullah Wong acara ini juga dihadiri oleh Sastrawan dari STIKIP PGRI Jombang, Anton Wahyudi dan Penyair ternama Binhad Nurrohmat yang juga memimpin jalannya diskusi sebagai moderator.  Acara yang dimulai pada pukul 14.00 WIB tersebut berjalan meriah. Selain karena narasumber dan moderator yang sangat interaktif dan menarik, para peserta juga sangat antusias untuk bertanya.

Ketua Panitia, M. A. Rosyidin dalam sambutanya sangat bersyukur atas kerjasama dari setiap elemen yang berpartisipasi, baik panitia, narasumber, dan peserta. Rosyid menegaskan bahwa Tebuireng Media Group atau Unit Penerbitan akan berusahan  membuat acara-acara yang bermanfaat yang bisa meningkatkan pengetahuan dan wawasan, khususnya yang berhubungan dengan media.

Binhad Nurrohmat dalam plorognya menyatakan bahwa diskusi novel di Tebuireng ini adalah yang pertama sejak diterbitkan. Alasan pemilihan tempat adalah karena Tebuireng merupakan tempat yang tidak bisa dipisahkan dari sosok Abdurarahman Wahid. Abdullah Wong, menurutnya, ingin menjelaskan siapa Abdurrahman Wahid melalui novel.

Anton Wahyudi yang merupakan pembanding dalam diskusi tersebut memberikan pandangannya terhadap novel tersebut. Menurutnya Abdullah Wong berusaha bersembunyi dibalik kekakuan yang ia buat mewakili Gus Dur. Itulah kenapa dalam novel ini, Wong menggunakan sudut pandang orang pertama. Bahkan menurut Anton, lewat “Mata Penakluk” ini Abdulloh Wong memposisikan diri seakan-akan sebagai Gus Dur.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Abdullah Wong mengaku dalam penggarapan novel ini, ia menggunakan penelitian dan penggalian data yang valid. Itulah kenapa ia berani mempertanggung jawabkan data yang ada di dalam novelnya tersebut. Wong juga menceritakan bahwa dalam penggarapannya, tidak jarang ia terbawa alur cerita yang ada. “Kalian yang membaca bisa nangis, saya terkadang sambil menulis tidak terasa air mata ini mengalir”, ujar Wong. Sebagai stetemen penutup, Wong membacakan surat Gus Dur kepada sang istri, Shinta Huriyah, dan dibalas dengan decak kagum para hadirin.

Setelah mendiskusikan novelnya Tebuireng, Abdullah Wong akan melanjutkan Tour Jatim-nya di dua tempat. Hari ini (28/03) di STAIN Kediri dan Gedung PWNU Jawa Timur di Surabaya pada Ahad besok (29/03). Novel Mata Penakluk sudah tersedia di beberapa daerah di Indonesia. Panitia juga menyediakan novel tersebut dengan via online atau datang langsung ke Tebuireng Bookstore lorong makam Gus Dur Tebuireng Jombang. (abror)