Foto: Salma

Tebuireng.online- Penggagas Pesantren Sains (Trensains) kini menyandang gelar Guru Besar setelah dikukuhkan dalam sidang terbuka pada tanggal 25 November 2020. Sebelumnya, selama 12 tahun beliau berkeliling kota untuk mengenalkan karya besarnya yang diuraikan dalam buku Ayat-Ayat Semesta (AAS) dan Nalar Ayat-Ayat Semesta (NAAS) sebagai prototype baru dalam dunia pendidikan, serta  gagasan baru dalam dunia kepesantrenan yang kemudian dikenal sebagai konsep Pesantren Sains. Gagasan ini kemudian diamini oleh KH. Salahuddin Wahid dengan mendirikan SMA Trensains Tebuireng.

Pengukuhan Prof. Agus Purwanto bersama dengan 7 kawan sejawatnya di ITS. Prosesi ini dihadiri oleh Rektor, Ketua, dan Sekretaris Dewan Professor serta para Professor yang dikukuhkan dipandu oleh duta tama, Prof. Agus Zainal Arifin, S.Kom, M.Kom. Pada kesempatan ini, orasi ilmiah yang disampaikan berjudul “Teori Kuantum: Dari Al-Ghozali Hingga Einstein, Dari Kehendak Bebas Tuhan Hingga Teleportasi Multi-Qubit” yang diawali dengan penjelasan mengenai fisika teori;

“Fisika teori jika diibaratkan kota bisa dibagi menjai beberapa sekat yaitu bidang material, nuklir, dan partikel yang memiliki 2 pendekatan, secara eksperimen dan teori. Fisika secara umum terdiri dari fisika klasik yang mana diungkapkan oleh Galileo-Newton hingga akhir abad 19 yaitu Mekanika-Newtonia, Maxwellian yang bersifat deterministik. Selanjutnya, fisika modern dimulai abad 20 membahas kuantum dan relativitas yang bersifat probabilistik. Fisika sejatinya identk dengan Natural Philosophy dalam pengembangan sainsnya tidak sekedar berbicara teknis saja,” ungkap Prof. Agus Purwanto, guru besar pertama di bidang fisika teori ini.

Sesuai dengan judul orasi ilmiah yang dibuat, beliau menjelaskan terkait teleportasi kuantum dalam Islam yaitu pemindahan istana Ratu Bilqis di hadapan Nabi Sulaiman AS. Dalam kitab “Tahafutul  Falasifah” karya Abu Hamid Al-Ghozali yang artinya, “Bahwa apa yang kita terima sebagai sebab-akibat bukan dari sesuatu yang niscaya pada kami. Ini bukan itu, itu bukan ini. Keberadaan sesuatu tidak meniscayakan keberadaan yang lain. Ketiadaan sesuatu tidak meniscayakan ketidakberadaan yang lain”.

Disimpulkan, jika ada sesuatu yang mengalami keruntutan, Tuhan menakdirkan bukan ada di dalam dirinya sendiri. Kuantum sendiri adalah sesuatu yang melanggar kausalitas atau kehendak Tuhan. Tuhan berkehendak bebas, maka Tuhan pensiun setelah menciptakan alam semesta. Oleh sebab itu, pemikiran fisika klasik relevan dengan modern.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Masyarakat di era ini terpaku pada sebuah ungkapan untuk tidak belajar sains “kelak saya mati tidak akan ditanyai Hukum Newton, Boyle, dan lain-lain”. Maka dibutuhkan pendekatan secara agama dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah dirangkumnya dalam Buku Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta.

Sebagai pesan untuk Institusi yang menaungi Kyai Sains ini, hendaknya ITS melibatkan pesantren dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Sejarah Pesantren di Indonesia dimulai 500 tahun lalu dengan berbasis salaf kemudian bermetamorfosa menjadi pesantren modern, selanjutnya pesantren sains. Pesantren sains adalah pesantren yang mengembangkan dialektika sains dan agama, seperti yang disampaikan ulama sains kealaman, KH. Agus Purwanto.

“Sejarah Pesantren di Indonesia dimulai 500 tahun lalu dengan berbasis salaf kemudian adanya kesadaran akan perlawanan kolonial lahirlah pesantren modern yang melahirkan tokoh-tokoh nasional. Untuk gagasan-gagasan diatas tidak hanya wacana dan rasa-rasanya masih ada yang kurang dari santri, maka dibangunlah pesantren bergenre baru, pesantren sains yang ada di Sragen dan Jombang. Selanjutnya, pesantren sains adalah pesantren yang ada dialegtika sains dan agama. Sehingga, tidak aneh bila santri untuk mendapat nobel, santri tidak hanya berbicara halal/haram maupun politik, tapi juga mengemban ilmu pengetahuan. Maka, hendaknya ITS melibatkan pesantren dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,” harapnya.


Pewarta: Nadiah Salma

Editor: Abdul Ghofur