Makarim Wibisono, pendiri Foundation for International Human Right Reporting Standards (FIHRRST) foto bersama jajaran pengasuh PPUW Jombang usai menyampaikan berbagai hal tentang HAM di STIT UW pada Senin (05/03/2018). (Foto: Dok. panitia)

Tebuireng.online— Dalam acara Halaqah Islam Ramah HAM yang dilaksanakan di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah al-Urwatul Wutsqo (STIT UW) Jombang, Makarim Wibisono dari Foundation for International Human Right Reporting Standards (FIHRRST) berkesempatan menyampaikan berbagai hal tentang HAM.

Sebelum itu, terlebih dahulu ia menceritakan kenangaannya bersama KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. ”Di Jombang saya teringat Gus Dur dimakamkan. Sebelum kesini tadi saya terlebi dahulu ziarah ke makam Gus Dur. Karena Gu Dur dan saya luar biasa terkesan. Gus Dur suka membaca, sehingga waktu saya mendirikan perpustakaan di New York, karena  saya teringat beliau lalu saya namakan perpustakaan KH. Abdurrahman Wahid yang terdapat lebih dari lima ribu buku dan menjadi perpustakaan nomer satu di New York,” ungkapnya mengewali penjelasannya pada Senin (05/03/2018).

Menurut pria yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk PBB periode 2004-2017 itu, halaqah ini merupakan sebuah gagasan bersama antara Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM NU (Lakpesdam NU) dan  Foundation for International Human Right Reporting Standards (FIHRRST). Dalam halaqah ini, lanjutnya, juga bisa banyak saling berdiskusi seputar HAM, karena banyak sekali kearifan-kearifan lokal yang muncul yang bisa memperkaya HAM itu sendiri.

“Misalnya ada manusia yang agamis. Dengan adanya halaqah ini jadikan bahan diskusi agar kita ke depan lebih maju dan bagaimana kita bergandengan tangan untuk mengatasi masalah ke depan,’’ pungkas Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika periode 2002-2004 itu.

Senada dengan hal tersebut, H. Rumadi Ahmad, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) juga mengatakan bahwa menjadi masyarakat desa bukan berarti harus buta terhadap berbagai persoalan yang dihadapi di dunia internasional.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Kita akan mempelajari hal-hal yang ada di perjanjian sehingga ada persoalan-persoalan yang didiskusikan, karena setiap ada persoalan ada berbagai macam pula tipe masyarakat dalam meyikapi persoalan tersebut. Misalnya ada yang menerima apapun yang datangnya dari internasional dan ada juga yang  menolak apapun yang datangnya dari Internasional,” ungkapnya.

Dalam kesempatan membuka acara, ia mengatakan, halaqah ini akan membahas lebih lanjut relasi HAM dan Islam dalam perspektif Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) an Nahdliyah. Mudah-mudahan membawa manfaat bagi Nahdlatul Ulama (NU), warga, bangsa dan negara,” ujarnya.

Sebelum membacakan doa, Pengasuh Pesantren al Urwatul Wutsqo, KH. M. Qoyim Ya’qub menjelaskan bahwa pesantren yang ia pimpin adalah perpaduan antara kampus dan pondok perjuangan menegakkan Al Quran. “Bagaimana Al Quran itu bisa mudah dipelajari dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Al Urwatul Wutsqo (UW) bukan sekedar kampus, tapi UW adalah  pejuang Al Quan. Usul fiqih UW bukan sekedar fikih, tapi pejuang Al Quran, Hak Asasi Manusia (HAM) juga bukan sekedar HAM tapi pejuang Al Quran. Mudah-mudahan terkena barakahnya,” ujar putra KH. M. Ya’qub Husein tersebut.

Dalam Halaqah Islam Ramah HAM, selama tiga hari peserta diajak untuk mengikuti diskusi terkait HAM yang dikaji dari berbagai perpsektif, yaitu Sejarah dan Filosofi Dasar HAM, HAM di Negara-Negara Islam, HAM dalam Konteks Internasional, HAM dalam konteks Hukum Nasional, dan HAM dalam Perspektif NU.


Pewarta:            Izzatul Mufiadati

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin