Oleh : Umdatul Fadhilah*

Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT untuk mahluk-Nya yang paling sempurna yakni manusia. Akal memiliki fungsi sebagaimana mestinya, manusia yang berakal haruslah mampu berbuat maupun mengambil keputusan berdasarkan akal pikiran yang dimiliki. Dalam KBBI akal berarti daya pikir (untuk memahami sesuatu dan sebagainya). Daya pikir yang sehat dibutuhkan untuk memahami nila-nilai positif kehidupan daripada nilai-nilai hidup yang bersifat negatif. Seperti mengikuti ajaran nenek moyang yang belum jelas seluk beluk dalilnya. Ada baiknya manusia yang berakal mampu memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang bathil.

Allah telah menurunkan ayat yang maknanya “Kami tidak mengutus sebelummu, melainkan orang laki-laki yang kami wahyukan kepada mereka di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka berpergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka dan sesungguhnya negeri akherat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu berakal?” (Q.S Yusuf ayat 109). Ayat diatas merupakan salah satu ayat yang mengingatkan manusia untuk menggunakan akal dengan tujuan mencari pengetahuan serta mengambil hikmah agar terhidar dari segala keburukan.

Menurut Adam Smith manusia merupakan makhluk egois. Dalam KBBI egois yakni orang yang selalu mementingkan dirinya sendiri. Manusia cenderung melakukan sesuatu berdasarkan apa yang dia butuhkan. Dalam tingkatan tinggi manusia bisa menjadi lebih egois ketika tidak dapat menerima kritikan maupun saran dari sesamanya. Dalam buku yang di tulis Munita Yeni menyebutkan bahwa egois menjadi salah satu bentuk dari kebencian terhadap diri sendiri. Sehingga ia tidak mau terlihat salah dan selalu ingin sempurna menurut versinya. Hal ini memungkinkan dirinya selalu berargumen jika ada pendapat yang benar namun tidak sesuai dengan apa yang dia ketahui.

Egoisme telah membakar sebagian akal sehat manusia. Manusia sepintar dan secerdas apapun bila tidak bisa mengendalikan sisi egoisnya dapat berdampak bagi akal sehat. Seluruh pengetahuan yang ia punya seolah luruh oleh perasaan egois. Tentu sangat menurunkan nilai manusia yang dikenal memiliki ilmu pengetahuan seluas samudra. Hal ini dapat menyebabkan berbagai persoalan yang cukup mengganggu pikiran. Seperti cibiran dari orang lain atas sikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri, pudarnya kepercayaan akan ilmu yang dimiliki, perasaan resah akibat selalu mementingkan diri sendiri dan tidak mau mendengarkan nasihat orang lain.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Jika terlahir sebagai manusia yang memiliki egois, mari gunakanlah akal dalam mencengkramnya. Ajaklah hati untuk berdialog dengan akal, bahwa sebagai manusia yang bersyukur, sudah seharusnya menggunakan anugrah yang diberikan oleh Allah SWT semaksimal mungkin, untuk meredam egois dalam tingkatan skala yang lebih kecil. Mudah-mudahan kita senantiasa diberi pengetahuan dan kesadaran untuk mau berpikir serta ber-muhasabah agar selalu diberi hati yang lapang dan mampu menerima hidayah-Nya. Sehingga selalu berada dalam keberkahan-Nya.

Wallahu’alam bishowab.


*Mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari