tebuireng.online—Peringatan Haul Gus Dur ke-5 di Pesantren Tebuireng dimulai kemarin malam (04/01). Gema Shalawat Seribu Rebana mewarnai jalannya acara dari awal hingga usai. Agus Sunyoto yang juga hadir dalam acara tersebut mendapatkan kesempatan memberikan mau’idhoh hasanah tentang sejarah masuknya Islam di Nusantara.

Penulis Atlas Walisongo tersebut memberikan pembukaan dengan mengutip fatwa Mufti Arab Saudi, Syekh Abdul Aziz Al-Syekh. Ketua Dewan Ulama Senior Arab Saudi itu mengeluarkan fatwa yang sebenarnya tidak asing lagi, fatwa haram memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Menurut Agus Sunyoto fatwa seperti itu tidak usah digubris.

Agus Sunyoto mengatakan bahwa fatwa tersebut berseberangan dengan kenyataan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang sangat besar dan penuh pesona. Sehingga patut baginya untuk diperingati kelahirannya. “Kebesaran seseorang tidak bisa dipengaruhi oleh fatwa seseorang”, ungkapnya. Dia bahkan menjelaskan bahwa Nabi Muhammad dalam sehari disebut namanya dalam shalat fadhu dan sunnah sebanyak 102 hari/orang. Jika dikalikan dengan jutaan penduduk muslim di dunia menjadikannya adalah orang yang terbanyak disebut namanya.

Dia juga menegaskan bahwa Islam di Indonesia adalah Islam Kultural yang menjunjung tinggi nilai budaya dan tradisi. Menurutnya Nusantara ini terislamkan karena Walisongo yang secara mengejutkan mampu membumikan Islam di Nusantara. “Islam gagal masuk ke hati pribumi di Indonesia selama 800 tahun sejak masa Khalifah Mu’awiyah hingga datangnya para Walisongo”, ceritanya.

Dia juga mengatakan bahwa penduduk yang awal memeluk Islam di Indonesia adalah bukan penduduk pribumi, tetapi masyarakat Tionghoa di daerah pesisir. “Pribumi adalah kasta yang lebih tinggi atau Wong Yupi dari pada orang asing yang dimasukkan pada kasta Kilalan”, terangnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Karena para penyebar Islam pada era itu adalah orang asing maka sangat sulit untuk dipercaya oleh para pribumi. Ditambah lagi, lanjutnya, bahwa mereka adalah para pedagang yang menurut orang pribumi, para pedagang adalah kasta rendah sehingga lebih sulit lagi untuk dipercaya.

Dalam ceramahnya, Sejarawan Malang ini juga berpesan agar umat Islam di Indonesia tidak kehilangan jati dirinya sebagai Muslim Nusantara yang kultural dan tradisional. Itulah mengapa, pria kelahiran Surabaya tersebut mengatakan bahwa sehebat-hebatnya teori di Eropa tidak bisa diterapkan di Indonesia. (abror)