Sumber gambar: liputan 6.com

Oleh: Rara Zarary*

Waktu mengajaknya bertarung dengan segala cuaca, panas, dingin, cahaya, gelap: ia lalui tanpa lelah, takut, tak mau kalah. Sebab padanya, ia berharap seseorang yang dicintainya kelak hidup layak seperti teman sepermainan dan bahagia layaknya anak dari orang-orang berpunya.

Masa mengajarinya soal segala macam rasa: kecewa, sedih, sesal, bahagia, suka: hingga ia tahu bagaimana harus kuat bertahan melindungimu yang masih benar-benar lelap dalam pangkuan, dipeluk kekurangan, dikejar ketakutan, dihimpit kekhawatiran.

Hingga kau besar, lalu melompat dari pangkuan.

Lalu kau dewasa, bisa bicara seperti layaknya tuan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kemudian hidup di luar rumah mengajarkan mu banyak hal. Keberhasilan, kegagalan, kesengsaraan, hingga pada taraf kehancuran yang tak pernah terbayangkan.

Kau mulai dewasa, pintar mencari alasan dan menilai tentang kelebihan dan kekurangan. Kau lihat teman sebaya yang penuh kecukupan. Berkendara mobil, dengan mudah mendapatkan keberuntungan, dan tanpa proses panjang memperoleh gelar begitu membanggakan. Sedangkan kau, masih saja dengan proses klasik, masih jauh di jalan menepi, masih tak menemukan apa dan siapa.

Hingga hari ke hari membuatmu lelah dan menunduk lesu. Pikiranmu kemana mana, menebak dirimu sendiri, menyalahkan Tuhan hingga keluarga yang melahirkan, kau pikir sial berasal dari ayah ibu yang tak lebih dari berkecukupan.

Kau tubuh ibumu tak pernah mendoakan.

Kau tubuh ibumu tak memperjuangkan.

Kau tubuh ibumu tak mendukung impian.

Kau tuduh ia awam dan tak tahu apa-apa soal perjuangan dan impian masa depan.

Wahai,

Bagaimana ibumu terluka dan menangis darah mendapatkan seorang anak yang dulu dibesarkan dengan berdarah-darah, kini jadi bumerang bahkan menuduh ibunya sendiri alasan gagal dan hidupnya tak punya arah?

Berhentilah menyalahkan ibumu.

Cukup, Jangan pernah menjadikan orang tua alasan kegagalanmu.

Sebab, tak ada ayah dan ibu yang mencelakakan anaknya sendiri.

Peluk lah ibumu. Barangkali kegagalan ini, adalah peringatan kau tak bersyukur dan selalu membandingkan ibumu dengan ibu ibu orang lain yang kau pikir lebih sempurna dan selalu membantu.

Tebuireng, 2019