sumber gambar: https://portal.solent.ac.uk/support/wellbeing-team/wellbeing-hub.aspx

Siapa yang tidak pernah merasakan cinta? Hampir semua orang yang pernah jatuh cinta merasakan apa yang dirasakannya. Menurut Ibnu Athoillah perasaan itu (cinta) tidak akan bisa dikeluarkan, diusir dari dalam hati, kecuali jika kamu memiliki 2 hal.

Pertama, rasa cinta kepada Allah yang luar biasa, yang menggetarkan hatimu. Sehingga ketika yang ada di hatimu adalah Allah, yang lain dengan sendirinya menjadi kecil dan terusir. Kedua, rasa rindu kepada Allah yang dahsyat sampai hatimu merasa merana. jika kau merasa merana karena rindu kepada Allah, kau tidak mungkin merana karena rindu kepada yang lain. Jika kau sudah sibuk memikirkan Allah, kau tidak akan sibuk memikirkan yang lain.

Saat hati seseorang miskin oleh cinta dan rindu kepada Allah, maka hati itu akan dijajah oleh cinta dan rindu pada yang lain. Jika kau mencintai seseorang ada dua kemungkinan; diterima atau ditolak. Namun jika kau mencintai Allah pasti diterima. Jika kau mencintai Allah, engkau tidak akan pernah merasakan kehilangan.

Senada dengan hal itu, dalam konsep cinta (mahabbah), seorang Sufi terkemuka yakni Imam Al-Ghazali juga terkenal akan munajatnya kepada Allah SWT. Bagaimana Ia menawarkan sebuah konsep cinta dalam buku Keluarga Sakinah (Abdul Qodir Jaelani, Keluarga Sakinah, 57), yang mengungkapkan bahwa “Cinta adalah satu sifat khas bagi makhluk hidup yang berperasaan. Cinta tak akan ada pada kayu, batu, dan makhluk yang mati. Manusia memiliki segala sesuatu yang sesuai dengan tabiatnya, lalu cenderung mencintainya. Tak mungkin ada cinta sebelum sesuatu itu dikenal atau dilihat.”

Menurutnya ada empat hal yang bisa dipahami tentang cinta, Pertama, yang dicintai oleh manusia adalah dirinya sendiri. “cinta diri” ini berarti ingin terus hidup, dan tidak mau rusak atau binasa. Ia suka keabadian dan kesempurnaan wujud dirinya, dan ini merupakan tabiat yang ditentukan oleh Allah SWT alias sunnatullah. Manusia suka keselamatan dirinya, harta bendanya, anak istrinya, kaum kerabatnya. Itu semua merupakan kelengkapan bagi wujud dirinya sendiri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kedua, manusia mudah tertarik hatinya oleh perbuatan orang baik dari orang lain. Ini juga merupakan suatu tabiat yang tak dapat diubah. Karena itu, manusia kadang  kadang cinta kepada seseorang yang tidak ada hubungan famili dengan dia. Ia cinta kepada dokter yang menyembuhkan penyakitnya. Dan hal ini, apabila kita tinjau lebih dalam, akan kembali pada sebab yang pertama, yaitu cinta kepada diri sendiri.

Ketiga, manusia mencinta sesuatu karena memang zat tercinta itu sendiri. Inilah cinta sejati yang dapat dipercaya. Cinta semacam ini antara lain seperti cinta terhadap keindahan, kebagusan dan kecantikan. Semua itu merupakan nikmat tersendiri.

Keempat, manusia yang terbatas pandanganya dalam ruang lingkup materi, mengira bahwa keindahan itu hanya pada; muka yang manis, kulit putih kunig atau kemerah-merahan, badan langsing dan lainya. Bagi manusia yang mempunyai pandangan yang jauh, indah itu mempunyai pengertian yang lebih lengkap, yaitu segala sifat-sifat kesempurnaan yang melekat pada benda atau makluk itu. Kuda yang bagus dan indah adalah kuda yang memiliki sifat  sifat yang lengkap, seperti rupanya, bentuk badanya, kecepatan larinya dan tenaganya.

Keindahan dan kecantikan itu bukan pada bentu materinya, tetapi karena sifat-sifat yang melekat pada materi tersebut, yang secara inderawi tidak dapat dilihat atau dirasa, tetapi secara rohani ia benar-benar menumbuhkan rasa cinta yang dalam. Sifat-sifat itu antara lain; kebijaksanaan, kecerdasan, keberanian, kemurahan hati, ketaqwaan, rendah hati. “Cinta kepada orang yang bersifat seperti itu disebut cinta sejati.”  (Al Ghazali, Cinta dan Bahagia)


Ditulis oleh Rif’atuz Zuhro, asal Jombang alumni STIT UW.