Oleh: KH. Junaidi Hidayat*
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه، اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، وَالۡعَصۡرِ، اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ، اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡر
Pada khutbah ini mari kita memperkuat amal ibadah yang kita lakukan secara sungguh-sungguh. Kita jalankan apa yang diperintahkan oleh Allah, yakni hal-hal yang memang harus dilakukan (المأمورات الدينية الواجبات), maupun yang bersifat hal-hal yang dianjurkan melakukannya (المأمورات الدينية المندوبات).
Begitupula kita harus meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah (al-manhiyat), baik larangan tersebut harus benar-benar kita tinggalkan (ما يقتضي اقتضاء جازما) , atau sesuatu yang sebaiknya kita tinggalkan (yang dianjurkan untuk ditinggalkan) yang disebut dengan al-makruhat.
Tindakan tersebut yang menjadi modal utama bagi setiap manusia untuk bisa mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dalam kehidupan dunia saat ini dan kehidupan akhirat nanti.
Ma’asyira al-Muslimin Rahimakumullah.
Kita harus menyiasati hidup ini dengan ilmu, agar kita bisa memahami terhadap kehidupan yang sesunguhnya. Dan untuk mendapat ilmu tidak hanya diperolah melalui sekolah. Sekolah itu salah satu cara untuk berilmu, tapi bukan berarti berilmu itu harus berada di sekolah.
Sekolah merupakan salah satu cara untuk mendapatkan ilmu dan melakukan belajar memahami kehidupan. Tapi madrasah yang sebenarnya tidak dibatasi oleh dinding kelas. Madrasah yang sesungguhnya adalah kehidupan ini. Dengan kata lain, alam ini merupakan madrasah yang paling kongkrit.
Persoalannya, pelajaran dengan teori dan bacaan terkadang tidak dibutuhkan dalam kehidupan. adakalanya ilmu itu perlu kita pahami melalui cinta, perasaan dan pengalaman. Dan hal-hal tersebut bersifat mubasyarah (praktek langsung) tanpa melalui buku-buku dan teori. Oleh karenanya, kita harus mempelajari buku yang tidak terbatas, yakni kehidupan.
Bencana yang terjadi saat ini merupakan bagian daripada kehidupan, juga madrasah yang sesungguhnya. Seharusnya kita dapat menarik pelajaran dari sana, agar diri kita terdidik menjadi pribadi yang peduli dan berempati. Namun banyak dari kita tidak mau tahu tentang ini. Sebab kita terlalu mengurung diri bahwa belajar itu hanya di sekolah. Sekolah hanya salah satu dan bagian tahapan mencari ilmu.
Problem kita sekarang, para siswa dibebani teori terlalu banyak. Ditambah pengesampingan pendidikan karakter. Ketika melihat pada zaman dulu, para orang tua tidak sekolah secara formal, namun mampu mengantarkan anaknya meraih sarjana. Tapi belum tentu orang orang yang berpendidikan saat ini, bisa membawa anak-anaknya agar punya karakter. Di situlah peran pesantren sebagai wadah paling kuat untuk pendidikan karakter.
Jauh sebelum itu Nabi telah mendidik karakter umatnya melalui beberapa tindakan kecil. Contoh, menjenguk orang sakit (عِيَادَةُ المَرٍيض), mendoakan orang yang bersin (تَشْمِيْتُ العَاطِس), (امَاطَةُ اللأَذَاة عَن الطَريق) menyingkirkan sesuatu yang menyakitkan dari jalanan. Hal-hal yang digambarkan dengan bahasa yang sangat sederhana, namun punya implikasi yang sangat luar biasa. kadang hal-hal kecil yang kita anggap sepele, itu adalah hal yang sangat berkarakter.
Tak hanya itu, Nabi pun menganjurkan siwak.
(لَوْلاَ اَنْ اَشُقَّ عَلي اُمَّتِيْ لَاَمَرْتُكُمْ بِالسِواك مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ (رواه البخاري
Jika tidak memberatkan umatku, maka aku perintahkan mereka agar bersiwak tiap sholat. (HR. Bukhari). Artinya Nabi mendidik umatnya agar selalu menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh, dimulai dari tindakan kecil, yakni siwak.
Melalui pendidikan karakter, pribadi-pribadi sukses akan terbentuk. Pribadi yang sukses itu tidak semata-mata orang yang pandai, tapi orang yang sukses itu adalah pribadi yang mampu memahami orang lain. Tetapi diperlukan syarat untuk memahami orang lain, yakni pemahaman diri sendiri dan mengetahui potensi positif dalam diri yang diberikan Allah. Lalu mewujudkannya, sehingga mempu memahami orang di sekililing kita, serta alam raya kita.
Ketika kita mampu bersikap baik pada tetangga, peduli pada orang meninggal, dan menghargai kemanusiaan. Dari situlah dimulai proses pemahaman orang lain. Sehingga berimplikasi pada persatuan. Maka persatuan hanya omong kosong jika kita tidak memperhatikan tindakan-tindakan kecil tersebut.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Pentraskrip: Yuniar Indra