sumber gambar: http://www.muslimedianews.com

Oleh: Silmi Adawiya*

Perbedaan khatib (orang yang berkhutbah) di masjid membuat beberapa muslim bertanya-tanya, apakah hukum memegang tongkat saat khutbah tersebut? Benarkah sunnah Rasulullah atau sekedar bid’ah belaka?

Jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah menganjurkan berkhutbah dengan memegang tongkat. Hal tersebut disunnahkan berdasarkan hadist Nabi Muhammad.

عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ

Dari Syu’aib bin Zuraidj at-Tha’ifi ia berkata, ”Kami menghadiri shalat Jumat pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka  Beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur”. (Sunan Abi Dawud hal. 824).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ibnu Sa’ad memaparkan dalam Tahabaqat al-Kubra, bahwa Rasulullah memegang tongkat dalam khutbah-khutbahnya. Dari Abullah menceritakan:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ وَبِيَدِهِ مِخْصَرَةٌ

“Dari Abdullah bin Zubair, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menyampaikan khutbah, sedangkan di tangan beliau memegang tongkat.” (HR al-Baghawi dalam Syarh al-Sunnah [1070], Tammam dalam al-Fawaid [650], dan Ibnu Sa’ad dalam al-Thabaqat al-Kubra).

Hadits di atas memberikan kesimpulan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga memegang tongkat ketika berkhutbah, sebagaimana dipahami dari pernyataan al-Baghawi.

عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قُلْتُ لِعَطَاءٍ: أَكَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْمُ إِذَا خَطَبَ عَلىَ عَصًا ؟ قَالَ: نَعَمْ كَانَ يَعْتَمِدُ عَلَيْهَا اِعْتِمَادًا

“Dari Ibnu Juraij: “Aku berkata kepada ‘Atha’: “Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila berkhutbah selalu berdiri pada tongkat?” Ia menjawab: “Ya. Beliau selalu berpegangan pada tongkat.” (HR Abdurrazzaq [5246] dan Imam al-Syafi’i dalam al-Umm juz 1 hlm 177).

Begitu juga dengan Imam Syafi’i yang turut menjelaskan perihal tersebut. Dalam kitabnya beliau al-Umm beliau mengatakan:

قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى) بَلَغَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصَى. وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُعْتَمِدًا عَلَى عُنْزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَالِكَ اِعْتِمَادًا. أَخْبَرَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ أَخْبَرَناَ إِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عُنْزَتِهِ اِعْتِمَادًا

Imam Syafi’i RA berkata: Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah saw berkhutbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Ar-Rabi’ mengabarkan dari Imam Syafi’i dari Ibrahim, dari Laits dari ‘Atha’, bahwa Rasulullah SAW jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan”. (al-Umm, juz I, hal 272).

Hikmah disunahkannya memegang tongkat adalah untuk lebih fokus saat menyampaikan khutbah. Sehingga khatib tidak memainkan tangannya saaat khutbah berlansung. Begitulah yang dijelaskan Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin

فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَر

“Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jamaah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain.”

Al-Khatib As Syarbaini dalam Mughni al-Muhtaj menambahkan bahwa diantara hikmah berkhutbah dengan memegang tongkat adalah isyarat bahwa Islam adalah agama yang tegak dan perjuangan dengan banyak pengorbanan. Sehingga umat Islam harus senantiasa kuat dan waspada dari berbagai ancaman luar, serta senantiasa mempersiapkan jasmani dan rohani yang kuat guna membela Islam.


*Penulis adalah mahasiswa S2 UIN Jakarta, alumnus Unhasy dan Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.