sumber ilustrasi: kompasiana.com

Oleh: Al Fahrizal*

Bisik-bisik tetangga, kini mulai terdengar selalu di telinga, hingga menusuk di hatiku.

Demikian kata ratu dangdut Elvy Sukaesih, saat mendendangkan lagu berjudul seperti penggalan judul tulisan ini, Bisik-Bisik Tetangga.

Berbisik adalah berkata dengan suara pelan. Berbisik merupakan salah satu cara membagikan informasi. Biasanya informasi yang dibagikan dengan cara berbisik, bersifat rahasia, tidak untuk diketahui hal layak umum.

Tak semua prilaku “berbisik” itu salah dan arahnya buruk, akan tetapi “berbisik” biasanya digunakan untuk mentransfer informasi yang negatif. Karena negatif itulah, kemudian seseorang akan “berbisik” agar informasinya hanya diketahui antara si pembisik dan orang yang dibisiki.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Bukan lagi jadi rahasia, atau bahkan sering jadi konten-konten hiburan di platform media sosial, saat 2 orang emak-emak yang dilihat dari gestur tubuhnya sedang transfer informasi yang sangat rahasia. Lirik kanan-kiri, saat dirasa aman, nada dan volume dipelankan, wajah tampak serius, berkemungkinan agaknya sedang membicarakan seseorang dari sisi buruknya. Atau bahasa Islamnya, sedang “ghibah.”

Ternyata dalam Al-Qur’an fenomena “berbisik” itu sudah disinggung oleh Allah Swt. Simak QS An-Nisa’: 114:

 لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍ ۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا

Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka (berbisik), kecuali (pada pembicaraan rahasia) orang yang menyuruh bersedekah, (berbuat) kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang berbuat demikian karena mencari rida Allah kelak Kami anugerahkan kepadanya pahala yang sangat besar.

Melalui ayat ini, Syaikh Ibn ‘Asyur memberikan tafsir bahwa fenomena atau keadaan tentang berbisik dan berbicara, baik secara lantang atau pun dirahasia, juga telah banyak dibahas pada ayat-ayat Al-Qur’am sebelumnya.

Prilaku demikian itu dimaksudkan untuk merencanakan, menyembunyikan, atau mengusahakan  pengkhianatan kala itu. Oleh karena itu, sikap yang tepat untuk diambil adalah mendefinisikan dan menyindir perbuatan “berbisik” tersebut, agar menjadi pelajaran, mendidik, dan menjadikan hal tersebut bagian dari syariat.

Sisi lain, prilaku berbisik sangat akrab dengan manusia, lebih-lebih saat umat Islam mulai muncul di negeri Madinah. Perbuatan ini kadang dilakukan oleh kaum-kaum munafiq, Yahudi, dan sebagian muslim yang kurang loyal terhadap agamanya. Sedangkan prilaku berbisik-bisik ini, marak dilakukan dengan tujuan buruk, seperti menanamkan keraguan atau ketakutan yang memungkinkan dapat mempengaruhi pikiran umat kala itu. Maka dari itu berbisik-bisik sering disindir beberapa kali dalam Al-Qur’an. Lihat Al-Qur’an (58:8), (17:47), (58:10), dan lainnya.

Berbisik Salah?

Lantas kemudian dengan sepenggal ayat di atas dan apa yang sampaikan oleh Ibn ‘Asyur, lalu berbisik menjadi terlarang.

Tidak ada yang salah dengan berbisik atau arti populer di banyak terjemahan Al-Qur’annya, pembicaraan rahasia. Namun, sesuai dengan jargonnya, Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, harmonis bagi alam semesta, maka Islam sangat perhati fenomena-fenomena yang berkaitan dengan moral attitude. Islam bukan hanya tuntunan man to god, tapi Islam juga memperhatikan attitude man to man, hingga menjangkau prilaku yang bahkan se-“remeh” bisik-bisik.

Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menyindir prilaku berbisik ini, berangkat dari situasi mental umat Islam kala itu. Di mana umat Islam yang hadir membawa ajaran-ajaran revolusi bagi masyarakat, kerap kali mendapatkan tekanan dan upaya penolakan, tujuannya tidak lain untuk merusak dan menghancurkan kekuatan umat Islam.

Maka saat agama Islam itu sudah menjadi sebuah kekuatan politik (fase Madinah), banyak muncul pengkhianatan-pengkhianatan dari dalam. Saat itulah Al-Qur’an mengambil sikap tegas terkait orang-orang yang melakukan pembicaraan rahasia atau berbisik-bisik ini, agar tidak terjadi problem besar kemudian harinya.

Dalam ayat yang ditampilkan di atas, Allah Swt juga mengecualikan prilaku berbisik itu menjadi kebajikan ketika menyuruh dalam bersedekah, kebaikan, atau dalam rangka mendamaikan manusia. dalam konteks ini, Allah Swt bahkan menjanjikan ganjaran yang besar ketika diiringi dengan mengharap ridaNya.

Adab “Berbisik” dalam Islam

Hadis dengan status sahih, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah Saw memperhatikan adab manusia ketika berbisik.

عَنِ ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا كَانُوا ثَلَاثَةٌ فَلَايَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الثَّالِث

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila berkumpul tiga orang maka janganlah dua orang di antara mereka itu berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ke tiga.”

Di antara adab yang ditekankan oleh Islam adalah seperti yang disingung oleh An-Nawawi Rahimahullah dalam kitabnya Riyadh As-Shalihin pada bab tentang larangan dua orang berbisik-bisik tanpa keikut sertaan orang ke tiga.

Maka dari itu, berbisik pada dasarnya bukanlah menjadi prilaku yang terlarang. Namun, segala sesuatu dapat menjadi dosa ketika melanggar ketentuan syariat tanpa alasan. Sama halnya dengan berbisik saat dilakukan dalam rangka kebaikan, tidak ada masalah, tetapi saat dilakukan untuk hal negatif yang berpotensi menyakiti orang lain, itulah yang menjadi dosa. Wallahu’alam…

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari, Tebuireng Jombang.