Bernama lengkap Waliyuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrahman bin Khaldun.[1] Ibnu Khaldun lahir 27 Mei 1332 di Tunis, Tunisia, Afrika Utara. Ia tumbuh dalam keluarga yang memiliki latar belakang ilmiah dan politik. Ayahnya, Muhammad Ibn Khaldun, adalah seorang yang terlibat dalam administrasi pemerintahan, sedangkan ibunya berasal dari keluarga terkemuka di Tunisia. Sejak kecil Ibnu Khaldun sudah diperkenalkan dengan pendidikan yang baik dan berbagai disiplin ilmu.
Beliau menyandang nama Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis keturunan kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Usman yang merupakan orang pertama dari keluarga mereka yang masuk ke Andalusia bersama para penakluk Arab. Sesuai tradisi Andalusia dan Maghribi yang menambahkan huruf “و” (waw) dan “ن” (nun) di akhir nama tokoh terkemuka sebagai bentuk penghormatan, nama Khalid berubah menjadi Khaldun.[2]
Pendidikan formal Ibnu Khaldun berlangsung selama 18 tahun di Tunisia (1332-1350 M). Ia memulai pendidikannya dengan mempelajari Al-Qur’an dan hadis secara intensif di bawah bimbingan orang tuanya. Setelah itu, ia melanjutkan studinya dengan metode halaqah, yaitu belajar dalam kelompok kecil di bawah bimbingan seorang ulama. Melalui metode ini, ia mendalami berbagai disiplin ilmu seperti bahasa Arab, tafsir Al-Qur’an, hadis, fikih, filsafat, dan matematika.[3]
Beberapa guru besar telah membimbingnya dalam mendalami ilmu Al-Qur’an, hadis, bahasa Arab, dan fikih, seperti Abu ‘Abdullah Muhammad ibnu Sa’ad, Abu al-‘Abbas Ahmad, Abu Abdillah bin al-Qushshar, Abu Abdillah Muhammad bin Bahr, Syamsuddin Muhammad, Abu Muhammad bin Abdul Muhaimin, Abu Abdillah Muhammad al-Jiyani, dan Abu al-Qasim Muhammad al-Qashir. Ibnu Khaldun juga mendalami kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik. Pendidikan yang diperolehnya membentuk dasar pemikiran kritis yang kelak sangat berpengaruh dalam karyanya.
Karier Ibnu Khaldun sangat beragam; ia menjabat sebagai penasihat, diplomat, dan bahkan sebagai menteri di beberapa kerajaan. Ia mengalami berbagai peristiwa politik yang memengaruhi pandangan dan pemikirannya. Selama hidupnya, ia berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, termasuk Tunis, Fez, dan Kairo, di mana ia mengamati dan mempelajari dinamika masyarakat dan negara.
Ibnu Khaldun mempunyai beberapa karya yang membahas tentang ilmu sejarah dan sosiologi sehingga namanya dikenal sebagai bapak ilmu sejarah dan sosiologi. Meskipun sejumlah karya Ibnu Khaldun belum teridentifikasi atau diterbitkan, karya-karya utama seperti al-‘Ibar, Muqaddimah, dan al-Ta’rif telah menjadi rujukan utama dalam kajian sejarah dan sosiologi Islam. Sebenarnya kitab al-Muqaddimah dan al-Ta’rif adalah bagian dari kitab al-‘Ibar yang terdiri dari tujuh jilid. Kitab al-Muqaddimah merupakan pengantar al-‘Ibar, dan al-Ta’rif merupakan bagian penutupnya.
Karyanya yang paling monumental adalah kitab “al-Muqaddimah” (Pengantar untuk Sejarah), yang ditulis pada tahun 1377. Dalam buku ini, ia mengembangkan teori tentang siklus kehidupan masyarakat, analisis tentang peradaban, dan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan bangsa. “Muqaddimah” dianggap sebagai salah satu karya paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran dan menjadi acuan bagi banyak ilmuwan dan sejarawan di kemudian hari.
Pemikiran Ibnu Khaldun sangat mendalam dan meliputi berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, dan sosial. Tidak hanya itu, di dalam kitabnya Al-Muqaddimah beliau juga menjelaskan tentang konsep pendidikan yang dianggap masih relevan jika diterapkan dalam pembelajaran bahasa pada masa sekarang. Ia menekankan pentingnya konteks sejarah dalam memahami peristiwa dan fenomena sosial. Konsep “Asabiyyah” (solidaritas kelompok) yang ia kemukakan menjadi landasan bagi analisis dinamika masyarakat dan kekuasaan. Karyanya memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan ilmu sosial dan sejarah, serta mempengaruhi pemikir di Eropa dan dunia Islam.
Ibnu Khaldun meninggalkan warisan intelektual yang abadi. Karyanya terus dipelajari dan dijadikan referensi dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk sejarah, sosiologi, dan antropologi. Pemikirannya tentang dinamika masyarakat dan perkembangan peradaban tetap relevan hingga saat ini, menjadikannya salah satu tokoh terpenting dalam sejarah pemikiran manusia.
Ibnu Khaldun wafat pada tahun 1406 di Kairo, Mesir. Keberanian intelektual dan inovasi pemikirannya telah menjadikannya sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah, dan karyanya tetap menjadi acuan bagi generasi mendatang dalam memahami kompleksitas masyarakat dan sejarah.
Baca Juga: Pandangan Ibnu Khaldun, Faktor di Balik Kebohongan Sejarah
[1] ʻInān, M. ʻ. A., & Enan, MA (2007). Ibn Khaldūn: Kehidupan dan Karyanya . The Other Press.
[2] Firdaus Syam, 2010, Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3, Ed. 1, Cet. 2, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 67
[3] Zaid Ahmad, 2003. The Epistemology of Ibn Khaldun, Routledge Curzon, London, hlm. 118
Penulis: Mohammad Bahrul Ulum, Santri Mansajul Ulum dan Mahasiswa IPMAFA