Buya HAMKA. Foto: wikipedia

Hamka dilahirkan tahun 1908, di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, dan wafat di Jakarta 24 Juli 1981. Beliau adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rosul, pelopor Gerakan Islah (‘pembaharuan’) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.

Pendidikan

Hamka mendapat pendidikan sekolah rendah di Maninjau hingga kelas dua. Ketika usianya mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib Padang Panjang. Di situ, Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid, yang disampaikan oleh ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, AR Sultan Mansur, dan lain-lain.

Pada tahun 1927, Hamka bekerja sebagai guru agama di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Pada tahun 1929, Hamka menjadi guru agama di Padang Panjang. Hampir 30 tahun kemudian, dia dilantik sebagai dosen Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Padang Panjang (1957-1958). Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam Jakarta, serta mendapat gelar Profesor dari Universitas Dokter Mustopo Jakarta. Tahun 1951-1960, beliau di tunjuk sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia.

Karir

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Hamka (17 Februari 1908 – 24 Juli 1981) adalah seorang ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia. Ia berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia sempat berkecimpung di politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya. Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.

Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasehat pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantiknya menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia.

Perjalanan Politik

Kegiatan politik Hamka bermula tahun 1925, ketika beliau menjadi anggota partai politik Serekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia.

Beliau menjadi anggota konstituante Masyumi dan menjadi juru kampanye utama dalam pemilihan umum 1955, hingga Masyumi di haramkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Tahun 1964-1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-malaysia. Semasa dipenjarakan, beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka siangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.

Wafat

Kesehatan Hamka menurun setelah mengundurkan diri dari jabatan ketua MUI. Mengikuti anjuran dokter Karnen Bratawijaya, dokter keluarga Hamka, Hamka diopname di Rumah Sakit Pusat Pertamina pada 18 Juli 1981, bertepatan dengan awal Ramadan.

Pada hari keenam dirawat, Hamka sempat menunaikan salat Dhuha dengan bantuan putrinya, Azizah, untuk bertayamum. Siangnya, beberapa dokter datang memeriksa kondisinya, menyatakan bahwa ia berada dalam keadaan koma. Tim dokter menyatakan bahwa ginjal, paru-paru, dan saraf sentralnya sudah tidak berfungsi lagi, dan kondisinya hanya bisa dipertahankan dengan alat pacu jantung. Pada pukul sepuluh pagi keesokan harinya, anak-anaknya sepakat untuk mencabut alat pacu jantung, dan tidak lama setelah itu Hamka menghembuskan napas terakhirnya.

Hamka meninggal dunia pada hari Jumat, 24 Juli 1981 pukul 10:37 WIB dalam usia 73 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumahnya di Jalan Raden Fatah III. Antara pelayat yang hadir untuk memberi penghormatan terakhir yakni Presiden Soehart dan Wakil Presiden Adam Malik, Menteri Negara Lingkungan Hidup Emil Salim, dan Menteri Perhubungan Azwar Anas yang menjadi imam salat jenazahnya. Jenazah Hamka dibawa ke Masjid Agung Al-Azhar dan disalatkan lagi, sebelum dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, dipimpin Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara.

Ditulis oleh Faaizah Iltizamul Khoiriyyah, *Santriwati Pondok Pesantren Ma’had Tahfidz Raudhatul Mojokerto.