Ilustrasi oleh M. Najib

Oleh: Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari*

Tingkatan-tingkatan Haji dan Umrah

Tingkatan-tingkatan haji dan umrah ada 5:

Tingkatan pertama: sah muthlak

Syaratnya adalah Islam dan waktu, bagi wali dapat melakukan ihram untuk anak kecil sekalipun dia sudah mumayyiz. Untuk orang gila dengan cara diniatkan ihramnya untuk keduanya, maka dengan demikian keduanya telah menjadi orang yang ihram tanpa disyaratkan kehadiran keduanya pada saat wali niat ihram. Akan tetapi disyaratkan dalam kehadiran anak kecil yang belum mumayyiz di tempat wukuf kemudian mengikuti thawaf dalam keadaan suci, shalat dua rakaat thawaf dilakukan oleh wali, kemudian diajak melaksanakan sa’i, diambilkan batu untuk melempar jumrah, jika ia mampu melakukannya sendiri, tetapi  jika ia tidak mampu, maka dilemparkan oleh walinya, sedangkan bagi yang sudah mumayyiz, maka ia mengerjakan sendiri amalan-amalan hajinya

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tingkatan kedua: sah melaksanakan haji

Syaratnya adalah Islam, tamyiz dan waktu, bagi anak kecil yang telah mumayyiz dapat melakukan ihram dengan seizin walinya dan melaksanakan sendiri amalan-amalan hajinya

Tingkatan ketiga: nadzar

Syaratnya adalah Islam, tamyiz, baligh dan waktu.

Tingkatan keempat: telah melaksanakan kewajiban Islam

Syaratnya adalah Islam, tamyiz, baligh, merdeka dan waktu meskipun tidak mampu. Maka hajinya orang miskin dianggap sebagai haji dalam Islam meskipun dia haram bepergian jika sangat membahayakan

Tingkatan kelima: Wajib sebagaimana yang telah dijelaskan syarat-syaratnya

Rukun-rukun Haji

Rukun-rukun haji ada 6, yaitu:

  1. Niat Ihram

Caranya yaitu niat ihram haji karena Allah SWT. dengan syarat dilakukan pada bulan-bulan haji yaitu: Syawal, Dzul Qa’dah sampai dengan terbitnya fajar hari nahr (Hari Raya Idul Adha). Sunnah melafalkan niat dengan lisan seperti:

Untuk dirinya sendiri membaca:

        نويت الحج وأحرمت به لله تعالى

Untuk orang lain membaca:

نويت الحج عن فلان وأحرمت به عنه لله تعالى 

Kemudian membaca talbiyah :

لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك

Kemudian membaca shalawat Nabi SAW. dan berdo’a memohon ridla Allah dan surga-Nya.

Orang laki-laki yang hendak ihram harus melepaskan pakaian yang menutupi badannya seperti baju, jubah dan kaos kakiDisunnahkan baginya mandi dengan niat mandi ihram dan memakai wangi-wangian setelah mandi dan sebelum ihram.

Orang laki-laki memakai sarung dan selendang dan diutamakan yang warna putih dan memakai sandal, sedangkan orang perempuan memakai pakaian lengan panjang. Kemudian shalat dua rakaat dengan niat shalat sunnah ihram dengan membaca surat al-Kafirun pada rakaat pertama dan surat al-Ikhlash pada rakaat kedua Disunnahkan menghadap ke qiblat pada saat niat ihram dan banyak membaca talbiyah selama ihram

  1. Wukuf di Arafah

Waktunya mulai tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzul Hijjah sampai dengan terbitnya fajar pada hari raya idul adlha

Ketentuan-ketentuan wukuf:

  1. Wukuf harus berada di tanah Arafah meskipun sebentar
  2. Wukuf harus dilakukan oleh orang yang sah ibadahnya, karena itu tidak sah wukufnya orang gila, tidak sadar, atau mabuk
  3. Disunnahkan wukuf dengan menghadap qiblat, bersuci dari hadas dan najis, berada dibawah terik matahari kecuali ada udzur, khusyu’, menghadirkan hati bersama Allah dan menangis, menjauhi cacian dan permusuhan dan berprasangka baik terhadap Allah, berusaha agar makanan, minuman dan pakaiannya diperoleh dari cara halal yang terhindar dari syubhat, banyak membaca tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, membaca talbiyah, membaca al-qur’an, shalawat nabi, bersedekah meskipun sedikit, baik siang maupun malam.

3. Thawaf Ifadlah

Dilaksanakan setelah meninggalkan Arafah yang waktunya mulai tengah malam hari raya idul adlha

Syarat-syarat sahnya thawaf ifadlah ada 12, yaitu:

Pertama: dilakukan sebanyak 7 kali, jika kurang dari  itu meskipun sedikit, maka tidak sah, jika ia ragu mengenai bilangan thawafnya, maka harus mengambil bilangan yang lebih sedikit

Kedua: setiap akhir putaran menghadap ke Hajar Aswad sebagaimana pada saat memulai dan maju sedikit lurus dengan pintu Ka’bah untuk sempurnanya putaran

Ketiga: dilaksanakan di dalam masjid meskipun di atasnya atau atapnya, jika thawafnya di luar masjid maka tidak sah

Keempat: dilaksanakan di luar Ka’bah. Yang termasuk Ka’bah adalah Syadrawan[1] dan Hijir Ismail. Maka orang yang thawaf harus berada di luarnya

Kelima: menutup aurat bagi yang mampu, jika tidak menutup aurat, maka thawafnya tidak sah, aurat bagi laki-laki dan budak (sudah tidak ada) adalah antara pusar dan lutut dan bagi perempuan adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangan

Keenam: suci dari hadas kecil, hadas besar dan suci dari najis baik badan, pakaian ataupun tempat yang dipakai untuk thawaf. Maka tidak sah thawaf jika tidak suci dari yang telah disebutkan, apabila mampu melakukannya

Ketujuh: tidak ada sesuatu yang memalingkan. Jika ia berjalan dengan cepat karena khawatir disentuh oleh wanita atau untuk melihat temannya, maka thawafnya tidak sempurna

Kedelapan: mengawali dari Hajar Aswad. Jika mengawali dari yang lainnya seperti pintu, maka thawafnya yang sebelum Hajar Aswad tidak dihitung, jika telah sampai di Hajar Aswad, maka ia baru mengawali thawafnya

Kesembilan: seluruh anggota tubuh sisi kiri harus lurus dengan seluruh atau sebagian Hajar Aswad. Jika seseorang memulai thawafnya dari hajar aswad akan tetapi tidak semua anggota tubuh sisi kirinya menghadap ke Hajar Aswad, misalnya sebagian lurus ke pintu, maka thawafnya tidak dihitung sampai seluruh tubuh sisi kirinya lurus dengan Hajar Aswad.

Kesepuluh: berjalan ke depan, jika seseorang berjalan mundur, maka thawafnya tidak sah.

Kesebelas: posisi Ka’bah berada dis ebelah kirinya.

Keduabelas: berniat mengelilingi Ka’bah, jika seseorang mengelilingi Ka’bah tetapi ia tidak mengetahuinya, maka thawafnya tidak dihitung.

Semua syarat diatas berlaku tidak hanya untuk thawaf ifadlah, akan tetapi untuk seluruh thawaf (Ifadlah, Qudum, Wada’).

Sunnah-sunnah Thawaf:

Ada beberapa hal yang disunnahkan pada waktu thawaf, di antaranya berjalan kecuali ada udzur seperti sakit, kontinyu, tenang, tidak tergesa-gesa, tidak berbicara kecuali yang baik seperti mengajari orang bodoh, dekat dengan Ka’bah jika tidak memberatkan karena berdesak-desakan, mencium hajar aswad dan mengusapnya dengan tangan, berlari-lari kecil bagi orang laki-laki pada tiga putaran pertama yang dilanjutkan dengan sa’i.

Hal-hal yang dimakruhkan pada waktu thawaf:

Meletakkan tangan dibelakang punggung dengan bersidekap, meletakkannya dimulut kecuali saat menguap, menggandengkan jari-jari tangan kanan dengan jari-jari tangan kirinya, makan atau minum saat thawaf, tertawa, menahan kencing, buang air besar atau kentut.

  1. Sa’i antara Shafa dan Marwah

Syarat sahnya sa’i ada 6:

Pertama: dilakukan tujuh kali dihitung dari Shafa ke Marwah satu kali dan dari Marwah ke Shafa satu kali

Kedua: menempuh seluruh jarak sa’i

Ketiga: berada di dalam tempat sa’i sebagaimana yang diketahui sekarang ini

Keempat: dilakukan setelah thawaf ifadlah dan thawaf qudum, apabila orang yang sa’i belum wukuf di Arafah setelah thawaf qudum. Jika ia telah wukuf di Arafah setelah thawaf qudum dan sebelum sa’i, maka sa’inya tidak sah kecuali setelah thawaf ifadlah

Kelima: tidak ada sesuatu yang memalingkan dari sa’i, jika sa’i dengan niat mencari orang yang punya hutang atau untuk lomba, maka sa’inya tidak sah

Keenam: memulainya dari Shafa untuk hitungan ganjilnya yaitu kesatu, ketiga, kelima dan ketujuh dan dari Marwah untuk yang genap yaitu kedua, keempat dan keenam

Sunnah-sunnah sa’i:

Sunnah-sunnah sa’i antara lain, keluar sa’i dari pintu Shafa setelah selesai shalat dan mengusap Hajar Aswad, menutup aurat, suci dari hadats dan najis, berjalan bagi yang mampu, mengawali dan mengakhiri berjalan dengan pelan-pelan, kontinyu (terus-menerus) antara sa’i yang pertama sampai dengan yang terakhir. Namun, jika tidak kontinyu, maka tidak apa-apa. Naik ke bukit Shofa dan Marwah bagi laki-laki setinggi badannya, memperbanyak dzikir kepada Allah, istighfar dan berdo’a dan lebih utama dengan do’a yang ma’tsur (bersumber dari Rasulullah SAW), menghindari mengganggu orang lain, tidak melakukan hal-hal yang mengganggu kekhusyukan hati seperti melihat orang lain yang sa’i.

Hal-hal yang makruh pada waktu sa’i

Berdiri ditengah tempat sa’i atau duduk di bukit shafa dan marwah jika tida ada udzur

  1. Memotong rambut kepala dan bukan rambut yang lain

Tidak mencukupi jika memotong rambut yang ada di wajah atau yang lainnya. Minimal mengambil tiga helai rambut kepala sekalipun terpisah-pisah dan tidak boleh kurang dari tiga helai rambut.

  1. Tertib

Yaitu dengan mendahulukan ihram dari pada rukun yang lainnya, mendahulukan  wukuf di Arafah dari pada thawaf dan memotong rambut, mendahulukan thawaf dari pada sa’i jika ia belum sa’i setelah thawaf qudum

Rukun-rukun haji diatas tidak dapat diganti dengan membayar dam

Rukun-rukun Umrah

Rukun-rukun umrah ada 5, yaitu:

  1. Niat Ihram umrah
  2. Thawaf mengelilingi Ka’bah
  3. Sa’i antara shafa dan marwah
  4. Memotong rambut kepala
  5. Tertib, yaitu mengurutkan rukun-rukun yang 4 diatas dengan melakukan niat kemudian thawaf, sa’i dan memotong rambut

*Diterjemahkan dari Kitab al Manasik Sughra li Qashidi Ummi al Qura karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari


[1]Dinding yang mengelilingi Ka’bah yang berada dalam bagian bangunan yang berbentuk melengkung di bawah dinding Ka’bah sampai permukaan tanah kecuali di Hijr Ismail.