ilustrasi hukum bank asi, ibu memberikan air susu

ASI (air susu ibu) mengandung banyak nutrisi penting yang dibutuhkan bayi dalam pertumbuhan tubuhnya. Mulai dari vitamin, protein, lemak, karbohidrat, dan berbagai mineral penting lainnya. Pemberian kolostrum atau ASI yang pertama kali keluar sesaat setelah melahirkan, juga mengandung nutrisi dan antibodi untuk melindungi bayi dari infeksi. Selain itu kolostrum juga dapat membantu sistem pencernaan bayi agar berfungsi dengan baik.[1]

Dalam al-Quran juga terdapat anjuran untuk memberikan ASI kepada bayi sampai berumur dua tahun, pada ayat:

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَة

Artinya: “Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang menghendaki menyusuinya secara sempurna.” (Q.S. Al-Baqarah: 233)

Kebutuhan bayi terhadap ASI bisa terpenuhi jika memang seorang ibu bisa memberikannya dengan baik dan lancar. Ternyata tidak semua ibu bisa memberikannya dengan baik, memang seorang ibu pada umumnya mangalami surplus ASI atau mempunyai ASI yang melimpah, sehingga bisa memberikannya kepada bayi dengan baik. Lantas bagaimana dengan ibu yang mangalami krisis ASI?.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, kini muncul bank-bank ASI yang memenuhi kebutuhan ASI bayi seperti halnya bank yang mengatur dan menyediakan stok uang. Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari pendonor, biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri. Di sini para ibu bisa menyumbangkan air susunya untuk diberikan pada bayi yang membutuhkan.[2]

Hukum Bank ASI

Lantas, bagaimana hukum mengkonsumsi ASI dari Bank ASI tersebut dan bagaimana pula dampak kemahramannya?

Di antara kaidah ushul fiqh disebutkan, kalau ada “mashlahat”, dan tak ada dalil atau nash yang melarang, maka hukumnya boleh (dilakukan). Apalagi memberikan air susu ibu (ASI) untuk bayi yang bukan anaknya sendiri, dengan menyusukan bayi itu secara langsung.[3]

Hukum boleh tersebut tidak mutlak, melainkan mempunyai syarat untuk dilakukan dengan musyawarah antara orang tua bayi dengan pemilik ASI, agar terjadi kesepakatan dari kedua belah pihak. Ibu yang mendonorkan harus dalam keadaan sehat dan tidak hamil. Bank Asi tersebut mampu menegakkan dan menjaga ketentuan syariat Islam.[4] Serta adanya pendataan yang jelas mengenai hasil dari donor bank ASI agar tidak terjadi percampuran nasab.

Pengertian Radha’

Sebelum membahas kemahraman, kini terlebih dahulu membahas mengenai persusuan (radha’). secara etimologi Radha’ adalah proses menyedot puting dan meminum susunya. Sedangkan secara terminologi adalah sampainya (masuknya) air susu perempuan yang berumur sembilan tahun pada lambung bayi yang belum berumur dua tahun. Sebagaimana dijelaskan oleh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya:

الرضاع المحرم وصول لبن آدمية بلغت سن حيض، ولو قطرة، أو مختلطا بغيره – وإن قل – جوف رضيع لم يبلغ حولين يقينا خمس مرات يقينا عرفا[5]

Artinya: Persusuan yang menyebabkan kemahraman adalah sampainya susu seorang perempuan yang mencapai usia haid (9 tahun), meskipun hanya setetes atau bercampur dengan lainnya, meski sedikit, pada lambung bayi yang belum mencapai usia dua tahun secara yakin, sebanyak lima kali dengan yakin secara urf.

Dikutip dari kitabnya syaikh Ibrahim A-Baijuri bahwa alasan dari adanya dampak kemahraman sebab radha’ adalah adanya penyerupaan susu murdhi’ah (perempuan yang menyusui) kepada maninya murdhi’ah, yang nantinya menjadi bagian dari tubuh radhi’ (anak yang menyusu).[6] Dan hal tersebut menyebabkan adanya kemahraman atau keharaman untuk menikah.

Mengenai dampak kemahramannya, ternyata donor ASI tersebut berpotensi mengakibatkan status mahram atau keharaman nikah karena persusuan. Sebab asupan untuk bayi dari bank ASI setara dengan asupan Asi dari seorang ibu secara langsung, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abu Bakar Syatho’ dalam kitabnya:

(قوله: وصول الخ) سواء كان بمص الثدي أم بغيره، كما إذا حلب منها ثم صب في فم الرضيع[7]

Artinya: “Ucapan syarah ‘Sampainya…’ baik sampainya susu itu (ke rongga anak) dengan jalan mengisap puting (langsung) atau dengan jalan lainnya seperti apabila ASI diperah dari perempuan lalu dituang ke mulut bayi.

Sebab Mahram dalam Radha’

Adanya donor ASI berpotensi menyebabkan mahram, jika memenuhi beberapa syarat meliputi: murdhi’ah (perempuan yang menyusui) harus berumur (kira-kira) sembilan tahun dan masih hidup saat diambil susuya, meskipun susu tersebut diminum saat pemiliknya sudah mati. Untuk umur (radhi’) anak yang menyusu harus berumur kurang dari dua tahun. serta pengambilan dan pemberian susu tersebut, masing-masing harus sebanyak lima kali.

Ketika anak tersebut menyusu, kemudian ia melepaskan isapannya karena kenyang dan tanpa ada paksaan, maka itu sudah dihitung 1 kali susuan. Jika dia menyusu lagi setelah satu atau dua jam kemudian, maka itu terhitung 2 kali susuan, dan begitu seterusnya sampai 5 kali susuan. Tapi, jika anak tersebut berhenti menyusu karena ingin bernafas atau menguap, lalu kembali menyusu lagi, maka itu belum dihitung 1 susuan, melainkan susuan (tadi) yang belum selesai.

Dapat diketahui bahwa yang dimaksud 5 kali pemberian susu adalah 5 kali aktivitas menyusu, bukan 5 kali isapan. Dalam konteks donor pada bank ASI, berarti perempuan pendonor harus mengeluarkan minimal 5 kantong ASI, kemudian anak tersebut harus menyusu minimal 5 kali dari kantong susu perempuan tersebut, agar nanti terjadi hubungan mahram di antara keduanya.[8]

Hikmah dari jumlah persusuan sebanyak lima kali adalah panca indera yang digunakan itu berjumlah lima, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, perasa dan sentuhan. Seolah-olah setiap susuan menjaga satu panca indera. Seperti yang dijelaskan oleh Imam Abu Bakar Syatho’:

والحكمة في اعتباره خمس مرات أن الحواس التي بها الإدراك خمس: وهي السمع والبصر والشم والذوق والمس، فكأن كل رضعة تحفظ حاسة[9]

Ketika memang terjadi hubungan mahram di antara keduanya, lalu sejauh mana batas-batas mahram mereka? Ternyata hubungan mahram sebab adanya radha’ (persusuan) sama dengan hubungan mahram dengan nasab. Sehingga, perempuan pendonor ASI menjadi ibu persusuan dari anak yang meminum susunya, dan suami pendonor ASI menjadi ayah dari anak tersebut, dan seterusnya.


[1] https://ayosehat.kemkes.go.id/4-manfaat-pemberian-asi-bagi-kesehatan-ibu

[2] Pandangan Yusuf Qardhawi tentank Bank ASI, hal 28.

[3] https://halalmui.org/hukum-menyusui-bayi-dengan-bank-asi-dan-kemahramannya

[4] Pandangan Yusuf Qardhawi tentank Bank ASI, hal 47.

[5] Fathul Muin, hal 457

[6] Al-Baijuri, hal 338.

[7] I’anatut Thalibin, hal 329.

[8] I’anatut Thalibin, hal 330.

[9] I’anatut Thalibin, hal 330.


Ditulis oleh Moch. Rafli Nazillur R, Mahasiswa An-Nur II Al Murtadlo Malang.