ilustrasi belajar

Mantiq atau biasa disebut ilmu logika, memiliki pengertian ilmu yang membahas tentang pengetahuan yang berupa tasawwur (gambaran) dan tashdiq (penilaian). Ilmu ini sudah diketahui sebagai jalan yang dapat mengantarkan kita menuju pengetahuan tasawwur dan tashdiq lain yang belum diketahui.

Dari definisi ini dapat disimpulkan, ilmu mantiq adalah ilmu tentang cara berpikir yang mencakup proses penggambaran objek dan menilainya dengan benar untuk mencapai pemahaman berbagai hal.

Mengenai kebolehan mempelajari ilmu ini, para ulama masih mempermasalahkannya. Banyak di antara mereka yang mengharamkannya, karena dianggap sebagai ilmu yang tidak bermanfaat dan hanya mendatangkan musibah. Hal ini termaktub dalam kutipan syair berikut:

قُلْ لِلْحَكِيْمِ الْفِلْسُوْفِ الْمَنْطِقِيّ # عِلْمٌ حَرَامٌ دَرْسُهُ لاَ تَنْطِقِ

Katakan pada seorang hakim yang ahli filsafat (Mantiq) # Ia (Mantiq) ialah ilmu yang haram dipelajari, maka jangan membahasnya.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

إِحْفَظْ عِنَانَكَ عَنْ مَنَاهِجِ دَرْسِهِ # إِنَّ الْبَلأَ مُوَكِلٌ بِالْمَنْطِق

Jagalah pikiranmu dari metode pembelajarannya # Karena sesungguhnya suatu musibah tersimpan di dalamnya.”

Serta maqolah Imam Syafi’i:

مَا جَهُلَ النَّاسُ وَلاَ اخْتَلَفُوْا إِلاَّ لِتَرْكِهِمْ لِسَانَ الْعَرَبِ وَمَيْلِهِمْ إِلَى لِسَانِ إَرِسْطَا طِلِيْس

Tidak mungkin manusia menjadi bodoh dan terjadi perselisihan di antara mereka kecuali karena mereka meninggalkan bahasa dan cenderung kepada logika Aristoteles.”

Dapat dipahami dari dua ungkapan di atas, belajar ilmu mantiq sebenarnya tidak diharamkan secara mutlak. Ilmu mantiq yang diharamkan adalah mantiq yang telah tercampur dengan pemikiran filsuf, karena tiga pemikiran filsuf berikut bertentangan dengan agama Islam.

Pertama, pengingkaran mereka terhadap pengetahuan Allah yang terperinci (عِلْمٌ بِجُزْئِي.) Kedua, pengingkaran mereka bahwa alam semesta sesuatu yang baru ada (حُدُوْثُ عَوَالِم.) Ketiga, pengingkaran mereka mengenai adanya kehidupan setelah kematian (حَشْرٌ-لِأَجْسَأدٍ وَكَانَتْ مَيِّتَة )

Maqolah Imam Syafii tentang larangan mempelajari ilmu mantiq muncul sebab para ahli logika, seperti Ahmad at-Tayyib as-Asyarakhsi, cenderung mengunggulkan logika dan menganggapnya lebih penting daripada bahasa. Akan tetapi gelombang logikawan berikutnya, seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, menyadari bahwa antara logika dan bahasa memiliki keterkaitan.

Sebelumnya dijelaskan, ilmu mantiq yang tidak boleh dipelajari ialah mantiq yang telah bercampur dengan pemikiran-pemikiran filsuf. Sedangkan mantiq yang murni, seperti dalam kitab Mukhtasar Assanusi dan Assyamsiyah, kebolehan mempelajarinya tidak diperselisihkan. Bahkan, tidak sedikit ulama yang menganjurkan mempelajarinya.

Hujjatul Islam Syeikh Abu Hamid Al-Ghozali pernah berkata:

مَنْ لاَ يَعْرِفُ عِلْمَ الْمَنْطِقِ لاَ يُوْثَقُ بِعِلْمِهِ

Barangsiapa tidak memiliki pengetahuan tentang logika, maka pengetahuannya belum dapat dipercaya.”

Pernyataan lebih tegas disampaikan oleh Imam Taqiyuddin As-Subki. Beliau menyatakan, orang yang memandang ilmu mantiq sebagai kekufuran atau keharaman, ialah orang bodoh yang tidak mengetahui hakikat kufur maupun halal dan haram. Beliau juga mengatakan bahwa ilmu mantiq merupakan salah satu ilmu terbaik dan paling bermanfaat dalam segala bidang (مِنْ أَحْسَنِ الْعُلُوْمِ وَأَنْفَعِهَا فِيْ كُلِّ بَحْث.).


Ditulis oleh Maqdum Alifur Rofiq, Mahasantri Ma’had Aly PP An-Nur II “Al-Murtadlo” Malang.