oleh: Ustad Sutan Alambudi*
Assalamu’alaikum
saya ingin bertanya :
- Apakah sah salat dengan cepat itu? (seperti salat sunnah)
- Jika sah, apakah bacaannya? (terutama saat tasyahud awal dan akhir).
Wassalamualaikum
-Kusaeri, Malang-
Terima kasih kepada penanya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amin. Adapun ulasan jawaban pertanyaan tersebut sebagai berikut;
Salat dalam kategori sunnah maupun wajib, mempunyai tatacara atau rukun yang tidak jauh berbeda, hanya dibedakan dalam hal niat saja. Dalam kitab Kasyifatu as-Saja karya Muhammad Nawawi al-Jawi as-Syafi’i yang men-syarahi kitab Safinatu an-Naja, dijelaskan di halaman 211;
وَالْمُعْتَمَدُ مَا فِيْ (الْمِنْهَاجِ) وَغَيْرِهِ مِنْ جَعْلِهَا ثَلَاثَةَ عَشَرَ، بِجَعْلِ الطُّمَأْنِيْنَةِ هَيْئَةً تَابِعَةً لِلرُّكْنِ : ثَمَانِيَةً أَفْعَالًا، وَهِيَ : النِّيَّةُ، وَالْقِيَامُ، وَالرُّكُوْعُ، وَالْإِعْتِدَالُ، وَالسُّجُوْدُ، وَالْجُلُوْسُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ، وَالْجُلُوْسُ الْأَخِيْرُ، وَالتَّرْتِيْبُ. وَخَمْسَةً أَقْوَالًا : تَكْبِيْرَةُ التَّحْرِيْمِ، وَالْفَاتِحَةُ، وَالتَّشَهُّدُ، وَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَالسَّلَامُ
“Pendapat yang dipegangi adalah pendapat di kitab Minhaj dan yang lain, menjadikan rukun-rukun salat ada 13 -dengan menjadikan thuma’ninah adalah keadaan yang mengikuti terhadap rukun- : Delapan rukun fi’il (berupa pekerjaan) yaitu; niat, berdiri, ruku’, I’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk terakhir, dan tertib. Lima rukun qoul (berupa ucapan) yaitu; takbiratul ihram, al-fatihah, tasyahhud, sholawat kepada Nabi Saw. dan salam.”
Terlepas dari apakah salat itu dilaksanakan dengan waktu singkat atau lama, seorang musholli (orang yang sedang salat) tidak boleh meninggalkan salah satu rukun dari salat. Melihat pertanyaan pertama, seseorang yang melakukan salat dengan cepat akan menimbulkan prasangka bahwa ia tidak melakukan thuma’ninah di dalam rukun salat.
Pembahasan mengenai thuma’ninah di dalam salat, dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah terbitan wizarah al-awqaff wa syu’un al-islami – Kuwait di halaman 89 juz 29;
اِخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي حُكْمِ الطُّمَأْنِيْنَةِ فِي الصَّلَاةِ، فَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَأَبُوْ سُوْسُفَ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ وَابْنُ الْحَاجِبِ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ إِلَى أَنَّ الطُّمَأْنِيْنَةَ رُكْنٌ مِنْ أَرْكَانِ الصَّلَاةِ، لِحَدِيْثِ الْمَسِيْءِ صَلَاتُهُ وَهُوَ (أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ، فَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أَحْسَنُ غَيْرَهُ، فَعَلَّمَنِىْ، فَقَالَ: إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلَاتِكَ كُلِّهَا)
“Fuqoha’ berbeda pendapat dalam hukum thuma’ninah di dalam salat. Ulama Syafi’iyyah, Hanabilah, Abu Yusuf dari Hanafiyah, dan Ibnu Hajib dari Malikiyah, bermadzhab bahwa thuma’ninah adalah rukun dari salat. Berdasar hadis seseorang yang rusak (tidak bagus) salatnya yaitu; ‘Sesungguhnya seorang lelaki masuk masjid lalu salat, kemudian dia datang dan mengucap salam kepada Nabi SAW maka nabi menjawab dia, kemudian bersabda: kembalilah, lalu salatlah, sungguh dirimu belum salat (dengan sah). Lelaki itu melakukan (salat) sampai tiga kali. Kemudian dia berkata: Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran yang memberi kebaikan pada lainnya, maka ajarilah aku. Nabi bersabda: ketika kamu mendirikan salat, maka takbirlah. Lalu bacalah ayat yang mudah dari Al Quran. Lalu ruku’lah hingga kamu thuma’ninah dalam keadaan ruku’. Lalu angkatlah badan hingga kamu I’tidal dalam keadaan berdiri. Lalu sujudlah hingga kamu thuma’ninah dalam sujud. Lalu angkatlah badan hingga kamu thuma’ninah dalam duduk. Lalu sujudlah hingga kamu thuma’ninah dalam sujud. Lalukanlah itu semua dalam keseluruhan salatmu.”
Mengenai seberapa kadar thuma’ninah dalam salat, para ulama fikih juga berbeda pendapat. Dari pendapat Jumhur Ulama, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, menjelaskan bahwa paling sedikit kadar thuma’ninah adalah diamnya anggota badan. Sedang pendapat Hanafiyah berargumen bahwa paling sedikit thuma’ninah adalah ketenangan anggota badan dengan kadar tasbih.
Bisa diambil jawaban, boleh melakukan salat sunnah atau wajib dengan cepat tetapi dengan kadar thuma’ninah yang telah ditentukan oleh para ulama fikih. Disamping dari aturan tersebut, thuma’ninah di dalam salat memang memberi efek tersendiri bagi musholli, semisal menstabilkan konsentrasi atau khusyu’ dalam salat, dan sebagainya. Jika dilakukan dengan tergesa-gesa, maka salat hanya bermakna sebagai gerakan jungkir-balik dan menggugurkan kewajiban saja, tidak lebih.
Beranjak pertanyaan nomer dua, mengenai bacaan tasyahud awal dan akhir, ada keterangan dalam kitab Shifat sholat an-Nabi Saw. min takbir ila taslim kaannaka taraha karya Muhammad Nashiruddin al-Bany di halaman 162, dijelaskan macam-macam shighat tasyahud, salah satunya adalah;
تَشَهُّدُ ابْنِ عَبَّاسِ: قاَلَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا التَّشَهُّدَ كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّوْرَةَ مِنَ الْقُرْآنِ، فَكَانَ يَقُوْلُ : (التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلهِ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ. وَفِي رِوَايَةٍ: عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ)
Seperti tertulis dalam Hadis di atas, at-Tahiyyatu sampai akhir adalah shighat tasyahud yang kita kenal dan kita baca saat salat. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu ‘Uwanah, As-Syafi’i, dan An-Nasa’i. Dalam beberapa riwayat yang lain juga menerangkan macam shighat tasyahud yang tidak jauh berbeda dalam matan-nya.
Satu rukun setelah tasyahud adalah bershalawat kepada Nabi SAW dalam kasyifatu as-Saja, Syarqawi berpendapat paling sedikit bacaan sholawat atas Nabi SAW dan keluarganya adalah:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ
Bacaan tasyahud dan shalawat adalah rukun dari salat, saat membacanya harus terdengar ke telinga musholli seperti halnya membaca al-Fatihah. Dan dijelaskan bahwa shalawat akan lebih sempurna jika ditambahkan shalawat Ibrahimiyyah. Itu adalah paling utama shighot sholawat.
Pertanyaan penanya mengenai bacaan tasyahud awal dan akhir, yang lazim dipraktikkan atau dibaca di tasyahud awal adalah seperti shighot tasyahud di atas, lalu diteruskan dengan bacaan shalawat. Dan di tasyahud akhir membaca tasyahud, shalawat Nabi, dan disempurnakan dengan shalawat Ibrahimiyyah.
Bisa ditarik kesimpulan, seorang yang sedang salat sunnah maupun wajib dengan selang waktu yang cepat atau lama, tidak boleh meninggalkan rukun salat. Termasuk harus ada kadar thuma’ninah dalam setiap gerakan salatnya. Dan untuk bacaan atau shighot tasyahud, seperti keterangan di atas. Kita mengikuti aturan dari ulama fikih. Salat dengan cepat, tetap harus mengindahkan shighot tasyahud dan sholawat yang baik dan benar. Untuk keterangan lebih detail, bisa dibaca dalam kitab-kitab fikih (dalam cakupan empat imam madzhab). Kurang lebih terima kasih.
*dijawab oleh ustad muda di Tebuireng sekaligus mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.