Hari ini pukul 13.45 Wib, Meiya menghubungi aku, dia mengatakan untuk tidak menjemputnya karna dia pulang lebih awal dan dia mau main bareng teman-temannya. Aku hanya membaca pesannya dan tidak membalasnya karna bagiku itu tidak penting, intinya aku bisa pulang agak malam karna aku tidak harus menjemput Meiya di sekolah.
Jam sudah menunjukkan pukul 21.12 Wib, aku sudah pulang ke rumah, aku melihat mama sendirian duduk di sofa ruang keluarga sambil sibuk dengan ponselnya.
“assalamu’alaikum…” ucapku sambil berjalan ke arah mamah.
“wa’alaikumsalam Fal..” sahut mamah dengan lembut.
“yang lain mana mah?” tanyaku heran karna tidak biasanya om Wijaya dan Meiya tidak di sekitar mamah.
“papah mu lagi lembur, dan adekmu belum juga pulang dari mainnya..” jawab mamah dengan santai.
“Fal, mamah boleh minta tolong enggak?”
“minta tolong apa mah?” tanyaku dengan heran.
“tolong jemput Mey di mall ya? dia mau dijemput,” ucap mamah dengan lembut.
“ada ojek online kenapa harus Naufal? Ada om Wijaya juga kan? Suruh dia aja yang jemput anaknya,” ucapku.
“Naufal, jangan bilang seperti itu, dia adikmu dan yang kamu panggil om itu adalah ayahmu, jadi jangan tidak sopan begitu, kalo kamu nggak mau jemput Meiya, biar mamah aja yang jemput dia pakai motor,” ujar mamah dengan nada yang agak tinggi.
Mamah mulai bangkit dari duduknya dan mulai mencari kunci motornya, mamah memang tidak bisa mengendari mobil dia hanya bisa mengendari motor, itupun dia bawa motor seperti emak-emak penguasa jalan yang sein kiri tapi belok kanan. Aku jadi keingat masa kecilku dulu, ketika mamah memaksakan diri naik motor dimalam hari untuk menjemputku dari rumah temanku, saat itu kita hampir saja ketabrak mobil karna mamah yang salah sein.
“biar Naufal aja yang jemput, mamah dirumah saja. Udah malam juga.” ucapku yang langsung pergi meninggalkan mamah.
Aku pergi ke mall yang dibilang mamah, sesampainya di parkiran aku menghubungi mey untuk menanyakan keberadaannya dan apakah masih lama?, cukup lama aku menunggu meiya diparkiran dan aku merasa kehausan. Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke mall dan pergi membeli air. Setelah aku membeli air mineral aku segera berjalan menuju parkiran lagi, tapi di tengah perjalanan pandanganku teralihkan oleh segerombolan anak SMP yang masih mengenakan seragam sekolahnya, dan aku melihat sosok Meiya ditengah gerombolan itu, bagiku dia sangat mudah dikenali karna rambut Meiya yang krinting panjang. Langkahku terhenti saat aku melihat sesuatu yang ganjal, dimana aku melihat Meiya sedang membawa tas teman-temannya dan nampak dia sedang kesusahan.
“kamu capek Mey? Ckckck masih bawa gitu aja dah ngeluh…” ucap salah satu temannya.
“kalo kamu capek, besok nggak usah ikut temenan lagi sama kita.” sambung salah satu teman lainnya.
Aku melihat raut wajah Meiya yang tertekan dan sedikit pucat, entah kenapa aku merasa kasian ke Meiya. Akhirnya aku berjalan mendekati segerombolan anak SMP itu, mereka kaget dengan kedatanganku begitupun dengan Meiya, dan tanpa memperdulikan mereka aku langsung mengambil semua tas ransel yang di tenteng Meiya semuanya, dan langsung membuangnya sembarangan. Aku langsung menarik tangan Meiya pergi dari sana.
Di dalam mobil, Meiya hanya terdiam dengan wajah yang pucat pasi. Sebenarnya aku ingin memarahinya karna dia bermain hingga larut malam dan bikin mama khawatir, tapi setelah melihat keadaannya aku mengurungkan niatku dan fokus untuk menyitir mobil. Keesokan paginya aku tidak melihat orang-orang rumah, rumah terasa kosong dan sepi. Tak lama handphone ku berbunyi dan itu dari mama.
“assalamu’alaikum ma.. ada apa kok pagi-pagi begini telpon Naufal?”
“wa’alaikumsalam Fal.. Meiya masuk rumah sakit sekarang, kamu tolong kesini ya.. sekalian bawain baju buat Meiya.”
Mendengar itu aku langsung bergegas menuju ke rumah sakit dimana meiya di rawat, sesaampainya dirumah sakit aku langsung menuju kamar yang sudah dikasih tau oleh mama sebulumnya. Segera Aku membuka pintu kamar itu dan mama yang sedang mengobrol dengan meiya kaget karna kedatanganku.
“eh, abang datang.” Aku langsung menghampiri ranjang Meiya dan duduk di kursi yang disediakan di dekat ranjang itu, segera melihat keadaannya, terlihat diujung matanya ada sedikit bekas air mata dan Meiya yang sedari tadi sibuk untuk mengusap air matanya sendiri. Mata yang sayup, wajah yang pucat pasi menghiasi wajahnya, Aku langsung mengulurkan tanganku ke dahinya untuk mengecek suhu badannya. Dan ternyata benar suhu badannya sangat tinggi. Entah kenapa aku sangat mengkhawatirkan dia dan bahkan aku tidak ingin kehilangan dia.
“abang jaga adek dulu ya… mama mau ketemu dokter dan ngambil obat dulu, kalian yang akur ya.”
Tak lama setelah itu mama pergi keluar dan tinggal aku dan meiya sendiri.
“abang nggak kuliah kah?” tanya meiya dengan nada yang begitu lemah.
“enggak, abang ijin kagak masuk, mau jagain mey aja di sini,” ucapku sambil mengusap dahinya.
“abang, mey sering nyusahin abang ya? Apa mey sering bikin abang enggak nyaman?” ucap meiya dengan lirih.
“enggak kok.. abang seneng meiya selalu disisi abang.”
“tapi abang selalu terlihat marah dan kesal tiap kali mey ajak ngobrol.” Ucapnya dengan raut wajah yang mulai sedih
“nggak juga,” sahutku untuk menenangkan dia.
”maaf soal malam itu karna tidak membantumu ya..” tambahku yang dibales oleh anggukan dari meiya.
“abang malu kah punya adek kayak meiya? Meiya nggak cantik, meiya nggak pinter, apalagi rambut meiya yang kriting kayak begini, teman-teman meiya aja malu kalo jalan sama meiya,” ucapnya sambil menahan air matanya.
Meiya memang mempunyai rambut kriting Panjang tapi bagiku itu yang bikin dia terlihat lebih lucu dan menggemaskan.
“enggak, siapa yang bilang abang malu punya adek kayak mey? Lagian meiya pintar, cantik, lucu, gemesin, apalagi rambut meiya yang keriting itu jadi makin gemes abang lihatnya,” sahut sambil mengusap kepala meiya.
“dengerin abang ya.. meiya cantik apa adanya, meiya nggak perlu merubah diri hanya untuk menyenangkan orang lain. kalo mereka bilang meiya buruk biarkan saja, setidaknya meiya terlihat luar biasa dimata abang.. ok?” ucapku lagi sambil mencolek hidungnya yang mungil.
Mendengar hal itu meiya hanya meneteskan air mata yang sedari tadi ia tahan-tahan agar tidak jatuh. Aku membantunya untuk menyeka air mata itu.
“hari ini meiya merasakan kehadiran sosok kakak laki-laki,” ujarnya sambil memelukku dan akupun membalas pelukannya.
“maaf karna abang sering mengabaikanmu, kalau ada apa-apa bilang aja ke abang. Kalau ada yang menyakitimu atau ada orang yang mengusikmu bilang langsung ke abang, Ok?” ucapku sambil melemparkan senyum kearah meiya.
“abang tau? Ternyata abang terlihat manis sekali kalau tersenyum seperti itu hehehe…”
“apa kamu ingin menggodaku heh? Dasar kamu ini,” ujarku sambil mengusak kepalanya.
Terlihat mama dan om wijaya yang sedari tadi berdiri dibelakang kami dan hanya memandang kami dari jauh sambil tersenyum.
“kalian sudah akur ternyata,” ujar mama sambil mendekat kearah kami
“kalau gini kan mama jadi seneng litanya.”
Kami menghiasi ruangan itu dengan senyum dan saling melempar pandangan hangat. Iya, aku baru merasakan kehangatan yang sesungguhnya dalam keluarga keduaku ini.
*Mahasiswa KPI Unhasy.