Saudara Sugiharto di Medan sering ditanya anaknya yang masih duduk dibangku TK, “Allah itu apa sih, Pak?” Dia tidak tahu persis apa yang mendorong anaknya itu bertanya demikian. Sugiharto sering memberikan jawaban seadanya namun tampaknya ia tidak puas. Mungkin jawabannya tidak mengena diakal kanak-kanaknya.

Suatu ketika anaknya yang suka menonton film kartun itu membandingkan Allah dengan tokoh hero dalam film seperti Superman. “Mana yang lebih jago: Allah atau Superman?” tanyanya.

Terkadang ia pura-pura tidak mendengar pertanyaan anaknya yang berulang-ulang itu. Tapi ia masih gamang juga. “Apakah sikap saya ini akan mengurangi keimanan anak saya kepada Allah?” Tanya Sugiarto.

Sering amaknya bermain di rumah teman-temannya yang tidak beragama Islam. Rupanya ia telah melihat patung dan gambar yang ada disana. Ahirnya ia tahu itu gambaran tuhan dari agama temannya. Nah, jika mereka berkelahi, mereka saling mengejek tuhan dari agama masing-masing. Ya, namanya juga anak-anak.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Jawaban

Masalah yang Anda tanyakan, sangat penting karena menyangkut akidah. Sayang Anda tidak menjelaskan berapa usia anak Anda. Tapi baiklah akan saya coba membantu pertanyaan anak Anda itu.

Bila anak Anda masih kanak-kanak mempertanyakan soal siapa Allah, tentu cara menjelaskan harus disesuaikan dengan daya pikirnya dan dunia anak-anak. Adalah tidak benar jika Anda tidak menjawab atau mendiamkannya saja. Anda adalah orang tuanya sehingga sudah kewajiban Anda memberikan jawaban yang memuaskan. Bukan tidak mungkin jika dia mendapatkan jawaban dari orang lain. Kalau jawabannya benar tidak masalah. Bagaimana kalau tidak benar? Perlu dicatat bahwa unsur yang mempengaruhi anak itu tidak hanya dari dalam rumah tangga tetapi juga dari pergaulan diluar rumah.

Tentu cara ini tidak sama dengan memberi jawaban kepada mereka yang sudah dewasa. Diperlukan suatu cara yang efektif. Bila anak Anda senang dengan mainan mobil-mobilan atau rumah, ini bisa dijadikan alat peraga untuk didialogkan tentang siapa penciptanya. Misalnya Anda katakana mainan itu tidak akan muncul dengan sendirinya. Pasti ada yang membuat. Mungkin anak Anda akan mengatakan mainan itu dibuat oleh manusia. Dari situ Anda masuk dengan mengatakan, ternyata pencipta itu tidak sama dengan hasil ciptaannya. Jadi Allah tidak sama dengan manusia atau mahluk-mahluknya.

Bila ia sudah bisa diyakinkan, itu bisa dijadikan kaidah dalam memberikan penjelasan selanjutnya. Untuk langkah selanjutnya Anda dapat berbicara tentang keberadaan lingkungan yang sering ia lihat seperti sungai, gunung, hewan dan benda-benda lain di alam semesta. Anda bisa menjelaskan secara rinci bahwa semua benda-benda itu ada yang menciptakan, tidak muncul begitu saja dan sipencipta itu tidak sama dengan hasil ciptaannya seperti mobil-mobilan atau rumah tadi. Setelah itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa alam dan jagat raya ini adalah ciptaan Tuhan, yaitu Allah subhanahu wata’ala. Untuk lebih jelasnya Anda bisa membukakan Al Qur’an dan membacakan ayat 11 surat Asy Syura.

ليس كمثله شيء

“Tidak ada satu apapun yang serupa dengan Dia”

Sebagai umat beragama, kita umat islam tidak boleh menghina agama lain. Sebab ii akan menggelitik agama lain untuk melakukan hal yang sama. Dalam Al Qu’an ada ayat yang melarang melecehkan sesembahan orang-orang kafir, seperti yang tercantum dalam surat al An’am ayat 108.

“Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. (Q.S Al An’am : 108)

Islam sangat menganjurkan agar kita menghormati agama lain dan pemeluknya. Seperti halnya Islam menghendaki pemelik agama lain tidak melecehkan kita, seperti yang tercantum dalam surat Al Kafirun ayat 7.

“Bagumu agamamu, dan bagiku agamaku” (Q.S al Kafirun : 7)

Itulah ajaran toleransi dalam Islam. Kitapun dilarang memaksa penganut agama lain untuk masuk Islam. Kita, bahkan juga rasul, hanyalah disuruh memberi penjelasan. Jangan melecehkan agama lain, menyakiti penganutnya pun tidak boleh. Kalau kita punya tetangga yang beragama lain, kita mesti menghormatinya. Tidak mengganggunya. Apa yang dilakukan anak Anda ketika bergaul baik dengan penganut agama lain, itu sudah baik. Hanya saja Anda selaku orang tua harus menjaga agar ia tidak terbawa kedalam agama temannya itu. Jadi, Anda harus waspada dan mengikuti perkembangannya terus-menerus. Pertanyaannya itu, mungkin timbul dari kegelisahan jiwanya setelah mengetahui “Tuhan” yang bermacam-macam. Jadi kewajiban Andalah untuk mengarahkannya.

Kembali kesoal pelecehan tuhan agama lain, mingkin Anda atau orang lain akan bilang, “ah namanya anak-anak”. Tapi saya kira itu tidak bisa dibiarkan. Tetapi sebaiknya Anda memberi pengertian anak Anda untuk tidak suka melecehkan tuhan agama lain.