tebuireng.online—Dalam Seminar Nasional “Mahasiswa Menggugat, Brantas Korupsi, Tegakkan Konstitusi” yang diadakan BEM Fakultas Syari’ah Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Tebuireng Jombang, menghadirkan mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Kadiv Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Auditorium Gedung Rektorat lantai 3.
Dalam seminar tersebut, Abraham Samad menyoroti prihal tindakan korupsi yang semakin buruk. Di daerah dengan segala keotonomiannya, malah rawan terjadi praktik korupsi yang dilakukan oleh penguasa. Pembangunan dirasakan di daerah perkotaan dan sekitarnya, sedangkan di pelosok jalanan rusak, sekolah ambruk, puskesmas roboh, dan jutaan orang terancam kemiskinan dan anak-anak tak memperoleh pendidikan.
“Akhirnya kita berpikir, kemana hasil sumber daya alam yang di daerah itu?,” ungkap dia di depan ratusan peserta seminar. Abraham Samad menyimpulkan ada sebagian besar pengelolaan sumber daya alam yang tidak sebagaimana mestinya. Hasilnya dinikmati oleh segelintir orang, tapi tidak mensejahterakan masyarakat yang berada di daerah tersebut.
Segelintir orang tersebut, menurut Abraham Samad adalah pengkorupsi uang Negara yang seharunya digunakan untuk mensejahterahkan rakyatnya. “Saya tidak pernah bermimpi menghilangkan korupsi sama sekali. Namun, paling tidak kita terus mengupayakan pembarantasan korupsi,” lanjutnya semakin bersemangat.
Untuk itu, Abraham berpesan kepada mahasiswa agar memupuk nilai-nilai kejujuran dan integritas sebagai modal dasar mencegah dan memberantas korupsi. Kejujuran, menurutnya adalah modal utama mencegah terjadinya korupsi. Untuk kejujuran harus dibangun sedalam mungkin. Kejujuran itu ditanamkan dari lingkungan yang paling kecil yaitu keluarga.
Ia menyampaikan survey KPK di beberapa kota besar, remaja-remaja sudah tidak lagi menganggap orang tua sebagai pusat pendidikan nilai-nilai. “Karena itu yang meraka rujuk sebagai pusat pendidikan nilai adalah kelompok. Ketika kelompok memberikan rujukan nilai yang negatif, maka bahaya sekali,” tambahnya.
Ketika keluarga tidak mampu, disinilah peran pendidikan formal itu dibutuhkan. Menurutnya pendidikan di Indonesia yang menerapkan pendidikan karakter hanya sebatas tertulis. Namun, pada kenyataan yang terjadi adalah pendidikan yang mengutamakan nilai kognitif. Kerancuan ini membuat anak didik menjadi dipaksa secara injeksi mempelajari pelajaran-pelajaran tertentu tanpa disuguhi nilai-nilai kehidupan.
Untuk itu, KPK membuat sistem pendidikan antikorupsi mulai dari tingkat PAUD hingga SMA melalui mata pelajaran PKN. Untuk perguran tinggi di beberapa perguruan tinggi mengadakan mata kuliah antikorupsi. Pria yang mengaku sekarang sibuk mengisi seminar di beberapa tempat ini, lalu mengajak Unhasy untuk bekerjasama menerapkan kurikulum pendidikan antikorupsi di kampus yang berisi nilai-nilai kejujuran dan integritas. (Abror)