Oleh: Nazhatus Zamani*
Abdullah bin Rawahah atau yang sering dikenal dengan Abu Muhammad memiliki nama lengkap Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah Al-Anshari Al-Khazraji, ia merupakan paman dari sabahat besar Nu’man bin Basyir. Abu Muhammad merupakn salah satu dari dua belas pemimpin setelah tercapainya Bai’at ‘Aqabah II.
Setelah tercapainya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta kepada kaum Anshar untuk memilih 12 orang di antara mereka sebagai pemimpin kaum mereka. Kedua belas orang inilah yang nantinya akan bertanggung jawab untuk merealisasikan butir-butir yang tertera dalam bai’at Aqobah II. Pada saat itu terpilih dua belas orang pemimpin, sembilan orang dari suku Khazraj dan tiga orang dari suku Al-Aus.
Saat Nabi hijrah ke Madinah, ia adalah orang yang mula-mula menyambut kedatangan Beliau. Ia menuntun kendaraan beliau dan berkata, “Kemarilah, wahai Rasulullah, Anda akan mendapat penghormatan dan perlindungan.” Suatu hari, Nabi melintas di depan majlis Abdullah bin Ubah, pemimpin orang-orang munafik. Beliau duduk di majlis tersebut dan membaca Al Quran. Ibnu Ubay mengatakan kepada Nabi, “Hei, lebih baik kamu tinggal di rumahmu saja daripada kamu membaca Al Quran di sini. Jika ada orang yang datang kepadamu, maka sampaikanlah Al Quran itu kepada mereka, tapi kalau tidak ada orang yang datang kepadamu, maka janganlah kamu mendatangi majlisnya dengan apa-apa yang tidak disukainya dari kamu.” Mendengar ucapan Ibnu Ubay ini, Ibnu Rahawah bangkit sambil menghunus pedangnya dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya apa yang Anda katakan adalah kebenaran yang tidak ada kebatilan yang datang dari arah depan dan belakangnya. Demi Allah, sesungguhnya apa yang Anda bacakan tadi adalah sesuatu yang paling aku sukai. Maka, datanglah Anda ke majlis dan rumah kami, karena bacaan Al Quran itu sesuatu yang paling kami sukai.”
Dalam perang Badar, ia menantang orang-orang Quraisy bertarung dengan senjata pedang (anggar). Saat itu ia keluar bersama dua orang Anshar Tetapi orang-orang Quraisy menolak tantangannya. Orang-orang Quraisy meminta kepada Nabi untuk mengutus petarung yang sepadan dengan mereka. Asir bin Zaram, seorang warga Yahudi, pernah mengorganisir beberapa kabilah untuk melawan Rasulullah. Kemudian Beliau mengutus Ibnu Rawahah bersama beberapa orang pasukan berkuda untuk menumpas Asir bin Zaram. Mereka berhasil menumpas pasukan Asir dan membunuh, kemudian mereka kembali dan melapor kepada Rasulullah. Beliau mengatakan kepada mereka, “Allah telah menyelamatkan kalian dari kaum yang berlaku zalim.
Ibnu Rawahah ikut dalam perang Badar, perang Uhud, perjanjian Hudaibiyah, dan Umrah Al-Qadha’. la pernah ditugaskan Nabi untuk menggantikan Beliau di Madinah, karena Beliau pergi ke luar kota Madinah dalam rangka untuk berperang.
Ibnu Rawahah memiliki seorang budak perempuan hitam. Suatu hari ia memarahinya dan menempeleng wajahnya. Karena cemas, ia melaporkan kepada Nabi. Nabi menanyakan tentang budak tersebut. Ibnu Rawahah menjawab, “Budak itu suka berpuasa, shalat, dan berwudhu’ dengan baik dia juga bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Anda adalah utusan-Nya.” “Kalau begitu dia adalah seorang mukminah,” kata Nabi. Ibnu Rawahah berkata, “Demi dzat yang mengutusmu menjadi Nabi, aku akan memerdekakan dan mengawini dia.” Ibnu Rawahah pun menepati sumpahnya dan mengawini budak tersebut setelah memerdekakannya. Setelah itu, orang-orang musyrik mengejeknya sambil berkata, “Ibnu Rawahah menikahi seorang budak, padahal mereka (para budak) mau dinikahi hanya karena mereka ingin memperoleh keturunan yang baik.” Lalu turunlah firman Allah, “Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (Al-Baqarah: 221)
Nabi Muhammad SAW pernah menugasinya sebagai salah satu komandan dalam perang Mu’tah. Nabi mendokan agar mereka pulang dari medan tempur dengan selamat. Ibnu Rawahah pamit kepada Nabi sambil berkata, “Wahai Rasulullah, suruhlah aku dengan sesuatu yang dapat aku hafalkan!” Beliau mengatakan, “Besok, kamu akan mendatangi wilayah yang penduduknya sedikit yang bersujud. Setelak kamu datang, mayoritas penduduknya akan bersujud.” Beliau juga berpesan “Berdzikirlah kamu mengingat Allah karena dzikir akan menjadi penolong atas apa yang kamu mohon.”
Tatkala pasukan kaum muslimin berhadapan dengan pasukarn Romawi, ia berdiri di hadapan para pasukan dan berkata, “Wahai pasukan kaum muslimin, demi Allah, kita berperang melawan mereka dengan jumlah dan persenjataan yang sangat minim; kita tidak berperang kecuali untuk menegakkan agama yang Allah telah memuliakan kita dengan Berangkatlah kalian! Sebab hal itu termasuk salah satu di antara dua kebaikan, perang melawan mereka atau gugur sebagai pahlawan syahid.”
Setelah dua panglima perang sebelumnya gugur di medan perang, Zaid dan Ja’far, ia menerima panji-setelah sebelumya ragu dan melantunkan sya’ir:
Aku telah bersumpah,
wahai jiwaku, kamu maju ke medan tempur atau kamu tidak menyukainya
Jika kuhimpun semua prajurit dan mereka semua lari dari medan tempur, maka
aku tidak melihatmu tidak menginginkan surga.
Sudah lama kamu tidak tenteram dan kamu tidak apa-apa melainkan berasal dari
setetes air mani yang hina.
Ibnu Rawahah akhirnya tampil sebagai panglima perang dan menyerang pasukan Romawi. Pada akhirnya ia pun gugur di medan perang sebagai pahlawan syahid. Ketika perang berkecamuk, ia selalu melantunkan sya’ir:
Hai jiwaku, mana yang kamu pilih mati syahid atau mati biasa? Telaga kematian
telah berada di hadapanmu.
Jika kamu lakukan seperti apa yang mereka berdua lakukan (Zaid dan Ja far) berarti
kamu telah memperoleh petunjuk dan yang kamu cita-citakan selama ini akan tercapai
Di antara hadits yang diriwayatkannya, ia berkata, “Nabi melarang seseorang mendatangi keluarganya di malam hari.” la gugur sebagai pahlawan syahid tahun 8 H.
Sumber : Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Karya : Syaikh Muhammad Said Mursi.
*Alumni Unhasy Tebuireng Jombang.