
Di Indonesia, realitas sosial masih banyak diwarnai oleh anggapan bahwa latar belakang keluarga, terutama status ekonomi orang tua, sangat menentukan nasib anak-anak mereka. Anak dari keluarga petani, nelayan, buruh, atau pekerja informal sering dianggap memiliki peluang yang lebih kecil untuk mencapai keberhasilan dalam bidang-bidang yang dianggap “elit”, seperti akademisi, pengusaha, atau bahkan penulis profesional. Pandangan ini seringkali menjadi tembok pembatas yang tidak kasat mata—terutama dalam sistem pendidikan dan akses terhadap sumber daya.
Namun, dalam arus deras stereotip dan stigma ini, muncul cerita-cerita inspiratif yang justru membalikkan asumsi tersebut. Salah satunya adalah kisah nyata seorang anak petani dari pedesaan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat yang kini meniti karier sebagai penulis nasional dan pengisi rubrik opini di berbagai media.
Di tengah hiruk pikuk pedesaan yang sunyi, suara jangkrik dan burung menjadi pengiring utama. hadir sosok penulis novel motivasi yang mampu mengubah pengalaman pribadi menjadi karya yang menginspirasi jutaan pembaca. Perjalanan hidup seorang penulis novel motivasi tidak sekadar soal menulis, melainkan tentang bagaimana ia menyerap makna kehidupan, mengolahnya, dan menyampaikan pesan positif melalui karya yang sarat dengan nilai-nilai perubahan dan pemberdayaan diri. Tepatnya di pulau Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdapat sosok lelaki yang memilih jejak perjalanan di bidang jurnalistik. Jurnalistik sudah membawa dirinya melangkah jauh dan gemilang. Ia merupakan seorang anak petani yang tidak berpendidikan, ia kerap kali mendapat pandangan rendah dari kalangan masyarakat yang beranggapan bahwa seseorang yang terlahir dari keluarga yang memiliki ekonomi menengah ke bawah, tidak bisa merubah kehidupannya dalam mewujudkan suatu impian. Hanya karena status orang tua, ia kerap kali menjadi sasaran omongan yang selalu menjatuhkan tekadnya untuk berhenti mengejar apa yang telah ia rencanakan. Perjalanan ini penuh dengan kisah pilu yang menginspirasi dan memotivasi, seorang anak desa yang berhasil menciptakan sebuah karya yang tak satu pun orang kira dapat dibaca dan dapat memotivasi siapa pun yang membacanya.
Benih Motivasi dan Kecintaan pada Tulis Menulis dari Lahir
Namanya M. Sahrozzi atau biasa disebut dengan panggilan nama penanya [ELZIE]. Akrab disapa Elzie, merupakan putra asli Lombok, bumi gora. Lahir di Labangka 22 April 1998, sejak duduk di bangku sekolah dasar dia sudah mulai jatuh cinta dengan dunia sastra. Dan menurutnya sebagian besar penulis novel motivasi memulai perjalanan kreatifnya dari pengalaman pribadi yang mengandung nilai perjuangan dan perubahan. Psikologi naratif menegaskan bahwa bercerita tentang pengalaman hidup, terutama yang penuh tantangan, membantu individu membentuk makna dan memperkuat identitas diri. Elzie juga menyampaikan menulis bukan sekadar menumpahkan ide, tetapi proses kreatif yang melewati refleksi mendalam dan penyusunan cerita dengan struktur yang menarik. Proses ini berfungsi pula sebagai terapi bagi penulis, membantu mereka mengelola pengalaman dan emosi secara konstruktif, oleh karena itu membaca bukan hanya hobi tapi juga sebagai kebutuhan primer yang memang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan menulis.
Keinginan Membaca dan Dibaca
Elzie juga mengaku ketika dulu masih duduk dibangku sekolah dasar belum mengenal novel, dia hanya mengenal cerpen, dongeng, dan legenda si kancil. Keinginan menulis bermula ketika membaca karya Habiburrahman El-Sirazy, Elzie tidak hanya hobi membaca atau penikmat, tapi merubah mindset membaca sebagai kebutuhan primer, dan bagaimana caranya membaca tapi juga bisa untuk dibaca orang. Menurutnya, menulis kerap kali memperkuat dasar ilmu mereka melalui pendidikan formal di bidang sastra, psikologi, atau komunikasi. Pemahaman mendalam tentang psikologi manusia menjadi modal penting untuk menyusun narasi yang mampu menggugah emosi dan memberikan solusi atas permasalahan pembaca. Studi menunjukkan bahwa literasi emosional, yaitu kemampuan mengenali dan mengelola emosi, sangat memengaruhi kualitas penulisan motivasi dan daya tarik cerita.
Pendidikan dan Pengembangan Literasi Emosional
Berawal dari menulis di platform seperti wattpad, fizzo, novel tone dan lain-lain, lambat laun Elzie berfikir, selain dari faktor ketenaran, basic atau kemampuan secara baik, tapi apa pun komentar orang, yang penting tulisan yang semula tidak ada, menjadi bahan bacaan fisik yang dapat saya pertanggungjawabkan, tandasnya. Elzie berfikir bahwa, kalau membaca itu tidak hanya sekedar ikut-ikutan, tapi pola mindset yang diterapkan sejak awal memang, ketika orang lain bisa kenapa saya tidak. Nah! Hal itulah yang terus-menerus diyakini dan tekun untuk dijalaninya.
Literasi emosional sendiri mencakup kemampuan mengenali emosi pribadi, mengatur emosi, memotivasi diri, serta memahami dan merespons emosi orang lain dengan empati. Di sinilah Elzie merasa hampa, hingga ia mulai menulis sebagai bentuk penyaluran emosi di balik buku tulisnya.
Menulis ekspresif mampu meningkatkan kesehatan mental, mengurangi stres, dan memperkuat sistem imun tubuh. Dengan kata lain, menulis menjadi proses pendidikan emosional yang tidak formal namun sangat signifikan. Bagi Elzie, inilah bentuk autodidaktik emosional pendidikan batin yang tumbuh dari dalam, bukan dari sistem.
Tantangan dan Adaptasi di Era Digital
Elzie memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ia terbiasa mencatat hal-hal yang ia lihat dan dengar, entah itu cerita rakyat dari kakeknya, atau percakapan di pasar tradisional. Ketertarikannya terhadap kata-kata dan cerita berkembang secara alami meski tanpa fasilitas yang memadai.
Meski dunia digital memberi peluang, ia juga membawa tantangan baru. Elzie menghadapi realitas bahwa karya yang viral belum tentu yang berkualitas, dan algoritma media sosial sering kali menguntungkan konten yang sensasional.
Selain itu, komersialisasi dunia tulis-menulis menuntut penulis untuk tidak hanya bisa menulis, tetapi juga memasarkan dirinya. Hal ini membutuhkan keterampilan baru seperti search engine optimization (SEO), content marketing, dan data analytics, yang sebelumnya asing bagi penulis konvensional, apalagi yang berasal dari desa.
Elzie menyiasati hal ini dengan belajar secara mandiri, Adaptasinya membuktikan bahwa penulis zaman sekarang tak hanya perlu menguasai kata, tetapi juga paham audiens dan teknologi. Konsep ini dikenal dalam dunia komunikasi sebagai transliteracy kemampuan untuk membaca, menulis, dan berinteraksi di berbagai platform media
Dampak dan Kontribusi Sosial dengan Tulisan yang Mengubah
Perjalanan Elzie adalah bukti bahwa menulis bisa menjadi sarana perubahan bagi penulis dan pembaca. Menurutnya, menulis berperan penting dalam membentuk mindset positif dan meningkatkan kualitas hidup pembaca. Penelitian psikologi positif membuktikan bahwa paparan terhadap narasi inspiratif dapat meningkatkan kesejahteraan mental dan mengubah perilaku menjadi lebih produktif, melalui narasi yang jujur, ilmiah, dan penuh empati, ia menghadirkan karya-karya yang bukan hanya dibaca, tetapi dirasakan. Dalam dunia yang serba cepat dan bising ini tulisannya menjadi ruang tenang untuk berpikir, merasakan, dan menyembuhkan.
Kisah Elzie membuktikan bahwa status sosial orang tua bukanlah determinan mutlak dalam menentukan arah masa depan seorang anak. Dunia modern membuka celah-celah perubahan melalui pendidikan, literasi digital, komunitas, dan kesadaran diri. Tantangan tentu besar, tetapi jalan tetap ada bagi mereka yang berani dan tekun menjalaninya.
Penting bagi masyarakat dan pembuat kebijakan untuk menggeser paradigma bahwa keberhasilan adalah hak istimewa anak dari kelas menengah ke atas. Karena seperti yang ditunjukkan oleh Elzie, seorang anak petani pun bisa menjadi penulis asal diberi kesempatan, ruang, dan pengakuan.
Kesan & Pesan
“Jangan sampai masa-masa emas terbuang hanya untuk bermain-main, tapi masa depan itu harus dipersiapkan sebaik mungkin”, menurut Elzie segala sesuatu itu harus dimulai dari kesadaran dan niat, bahwasanya kita tidak hidup selamanya menjadi manusia. Sebab jika tidak dengan tulisan, pada titik suatu saat nantinya ketika kita tidak bisa apa-apa, maka kita akan tenggelam oleh sejarah, maka dengan menulis kita akan tetap hidup.
Kisah ini bukanlah anomali, tapi cermin dari potensi besar anak bangsa yang tersembunyi di desa-desa Indonesia. Yang dibutuhkan adalah akses, dukungan, dan kesadaran bahwa transformasi digital haruslah bersifat inklusif.
Karya-Karya
- Catatan Kecil Tentang Bayanganmu (Gapura Biru: 2022)
- Tuhan Aku Lelah (Gapura Biru: 2023
- Takdir Membunuhku (Gapura Biru: 2023)
- Pendidikan Itu Tidak Penting (Penerbit Gapura Biru: 2025
- dan beberapa karya puisi dimedia sosial, beserta halaman bloger pribadinya
- Mengejar Mimpi (Coming Soon)
- Politik di Persimpangan Jalan (Coming Soon)
Baca Juga: Menembus Batas, Kisah dan Kontribusi Mahasantri Melalui International Volunteer
Penulis: Moh Syariful Khalkir Rasyid
Editor: Muh Sutan