ilustrasi berdamai dengan ketidakpastian

Setiap orang pasti memiliki mimpi, akan tetapi kenyataan tidak selalu sesuai dengan mimpi-mimpi. Kerap kali seseorang dikecewakan oleh mimpinya, bahkan ada orang yang keadaannya menjadi sangat terpuruk karena apa yang ia impikan tidak terwujud. Padahal dalam ayat Al-Quran sudah dijelaskan bahwa dalam hidup kita ada ketidakpastian, tidak semua hal yang kita inginkan akan terjadi, sebagaimana firman Allah Swt.:

اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّا عَةِ ۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَ رْحَا مِ ۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّا ذَا تَكْسِبُ غَدًا ۗ وَّمَا تَدْرِيْ نَـفْسٌ بِۢاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Sesungguhnya Allah memiliki pengetahuan tentang hari Kiamat, menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia kerjakan besok) (Begitu pula,) tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.” (Q.S. Luqman: 34)

Ketidakpastian tersebut, misalnya, besok hari Senin dan kita sudah punya rutinitas; sarapan, sholat dhuha, berangkat sekolah, kerja kelompok, dan lain sebagainya. Tetap saja kita tidak akan bisa memastikan bahwa apa yang terjadi bisa persis dengan apa yang telah kita rencanakan. Yang tahu persis besok kita akan mengalami apa, hanyalah Allah yang Maha Alim.

Bagaimana Berdamai dengan Ketidakpastian?

Dalam Islam kita harus melihat ketidakpastian dengan pandangan positif, kita tidak boleh ketakutan, khawatir, terpuruk, sedih atau kita pasrah tidak mau melakukan apapun. Untuk menghadapi hal tersebut, Nabi mengajarkan satu sikap yang sangat bagus dan harus kita contoh. Sikap tersebut dikenal dengan istilah at-Tafa’ul (optimis).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Adapun gambaran optimis telah dijelaskan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW:

حَدَّثَنَا  بَهْزٌ ، حَدَّثَنَا  حَمَّادٌ ، حَدَّثَنَا  هِشَامُ بْنُ زَيْدٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ  أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ، وَبِيَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ

Seandainya jika kiamat akan terjadi, sedangkan di tanganmu ada benih/tunas, jika engkau mampu untuk menanamnya sebelum kiamat itu terjadi, maka tanamlah.” (H.R. Bukhori dan Ahmad)

Maksud dari hadis ini ialah hari kiamat merupakan hari akhir (tidak akan ada lagi hari esok). Ketika hari kiamat sudah terjadi, sangkakala sudah ditiupkan, sementara di tangan seseorang itu ada tunas atau benih tanaman dan dia sempat menggali tanah sedikit untuk menanamnya, nabi memerintahkan untuk menanamnya.

Benih tanaman yang ditanam pada hari itu, kita tidak tahu kapan tumbuhnya, kapan panennya sedangkan hari itu merupakan hari terakhir. Secara akal, tidak mungkin benih tanaman tersebut akan tumbuh dan akan dipanen. Akan tetapi Nabi tetap memerintahkan untuk menanamnya. Seperti itulah ilustrasi optimisnya orang beriman.

Menurut hadis ini optimis bukan tentang logis atau tidak, bukan tentang prosesnya mungkin terjadi atau tidak, bukan tentang hasilnya bisa didapatkan atau tidak, akan tetapi optimis adalah tentang masih berharap atau tidak. Karena berharap itu tidak ada batasnya, berharap kepada Allah itu tidak boleh berhenti, tetap harus berharap kepada Allah walaupun dalam keadaan yang paling tidak mungkin.

Hadis tersebut bisa menjadi tutorial bagi kita dalam menyeleseikan masalah-masalah kita. Dengan cara, ketika kita merasa ada mimpi kita yang mustahil banget tetapi kita tahu ini adalah kebaikan maka terus berharaplah kepada Allah, berusahalah meskipun kata orang tidak mungkin.

Baca Juga: Keuntungan Berpikir Positif dan Optimis

Ditulis oleh Almara Sukma, alumnus Ma’had Aly Hasyim Asy’ari